Case Based Learning

Ahmad Baedowi,Direktur Pendidikan Yayasan Sukma Jakarta
22/2/2016 01:00
Case Based Learning
(ANTARA FOTO/Rudi Mulya)

DI tengah situasi dunia yang semakin sulit dan serbakompleks, dunia pendidikan kita tampaknya juga semakin sulit untuk berkembang karena banyaknya problem pengajaran yang kurang kuat dalam melihat relasi antara apa yang diajarkan dan fakta yang didapatkan. Pendidikan kita saat ini masih belum bisa keluar dari perangkap teoretisasi ilmu hanya sebagai ilmu di ruang kelas, tetapi abai dengan agenda kebutuhan anak berdasarkan pengalaman interaksinya dengan dunia luar. Hal itu bisa dilihat dari kebanyakan sikap guru dan pendidikan yang melihat pendidikan hanya sebagai hasil, bukan sebuah proses belajar.

Hubungan antara teori dan praktik dalam dunia pendidikan sebenarnya sudah lebih dari puluhan tahun menjadi concern para peneliti kependidikan. Smagorinsky, Cook, Moore, Jackson & Fry (2004) dalam naskah akademiknya menyimpulkan rata-rata guru secara tradisional hanya memiliki kemampuan menyiapkan bahan ajar berdasarkan teori-teori tertentu, tetapi tak pernah memikirkan keterkaitan bahan ajar dengan dinamika kehidupan di luar kelas dan sekolah.

Gap antara kelas, sekolah, dan dunia luar seolah begitu jauh karena kurikulum kita sangat formal dan administratif sehingga para guru memahami kurikulum bukan sebagai road map, melainkan dokumen tertulis yang perlu dilaporkan setiap saat. Ramsey & Battersby (1988) bahkan secara berkelakar menyebutkan kebiasaan guru mengajar di kelas dibangun sebuah pola pikir (mind set) kompartemen yang mengotak-ngotakkan masalah seperti mainan anak.

Menurut mereka, "Developed a mind set which places theory in one compartment and practice in another," ialah kebiasaan buruk yang terjadi hampir di seluruh sekolah di muka bumi. Bahkan, penelitian selanjutnya dari Feimann-Nemser (2001) menjelaskan betapa jauh dan tidak terkoneksinya gap antara apa yang diajarkan di sekolah dengan kurikulum perguruan tinggi. Mitchel & Mueller (2005) bahkan menyindir, "there exists a misalignment between what is taught in universities and what is practiced in schools." Yang lebih menyedihkan, gap antara teori dan praktik ternyata tidak hanya terjadi di dunia pendidikan, tapi bahkan menular ke ranah profesi lain, seperti hukum dan bisnis.

Keseharian siswa
Sebenarnya, setiap sekolah tidak terlalu sulit untuk melakukan proses belajar berbasis kasus-kasus yang terjadi di lingkungan kehidupan keseharian siswa. Beberapa model pembelajaran jenis ini yang paling sulit ialah implementasinya karena sekolah selalu terjebak dan dijebak lingkup supervisi sekolah yang kaku dan formal. Hal ini membuat para guru enggan untuk keluar dari zona nyaman mereka demi terus mengajar di ruang kelas. Selain itu, para guru miskin inisiatif dan keberanian untuk mencoba pola pembelajaran yang memanfaatkan begitu banyak laboratorium sosial di sekitar sekolah mereka.

Laboratorium sosial, seperti pasar tradisional, rumah sakit, kantor-kantor pelayanan publik, seperti kantor polisi, pengadilan, panti asuhan, panti jompo, puskesmas, dan kantor desa, sebenarnya merupakan objek belajar yang menarik sebagai basis pembelajaran keseharian.
Belum lagi jika sebuah daerah memiliki museum, taman bermain, seperti kebun binatang atau tanaman hutan rakyat, semuanya merupakan bentuk kelas yang seharusnya dieksplorasi guru dan sekolah dalam melakukan proses belajar mengajar bersama siswa.

Kepala sekolah dan guru harus memasukkan seluruh jenis laboratorium sosial itu sebagai tempat untuk melakukan proses belajar mengajar.
Bisa dibayangkan jika siswa kita terbiasa untuk mengamati pasar, misalnya, pasti hal itu akan meningkatkan daya nalar siswa secara kritis karena pasar merupakan objek observasi yang sesuai dengan keseharian hidup siswa. Di pasar bisa diamati perilaku orang dalam berinteraksi satu sama lain, termasuk mengikuti fluktuasi harga sembako yang bisa jadi setiap hari mengalami perubahan. Mata ajar agama, ekonomi, sosiologi, dan matematika bisa dilakukan guru dengan menggunakan pasar sebagai basis laboratorium sosial sekolah.

Belum lagi jika sebuah sekolah memiliki kerja sama yang baik dengan rumah sakit, panti jompo, dan kantor polisi.
Kekeringan moral yang terjadi di tengah masyarakat saat ini menurut saya disebabkan proses belajar yang membenturkan persoalan keseharian, seperti yang terjadi di pasar yang jarang diperlihatkan dan dialami secara nyata oleh siswa. Karena itu, pantaslah jika saat ini kita seperti mengalami kelumpuhan moral yang luar biasa, terutama jika dilihat dari konteks proses pendidikan.

Risih dan prihatin ialah dua kata yang tepat untuk menggambarkan betapa sumirnya problem moralitas yang dipahami dan diajarkan di sekolah anak-anak kita. Ada sekolah yang mencoba menegakkan kejujuran dikatakan sok idealis karena melanggar kesopanan terhadap atasan dan budaya patuh terhadap yang dituakan. Ada begitu banyak guru dan kepala sekolah yang kehilangan pegangan moral tentang kejujuran karena dipaksa sistem pendidikan yang menginginkan kelulusan ialah segalanya.

Tidak sedikit orangtua yang kalap ketika melihat anak mereka tak lulus sambil menyalahkan sekolah yang dianggap tak memiliki kepekaan terhadap keinginan orangtua yang telah menghabiskan banyak biaya agar anaknya lulus ujian. Tak sedikit dari guru dan orangtua yang saat ini terseret dalam perilaku menyimpang karena menolak kebenaran dan kejujuran yang seharusnya mereka dukung. Berlaku jujur dan tegas saat ini seperti perilaku tercela yang harus bisa ditoleransi semua orang.

Karena itu, ada baiknya jika setiap sekolah di Tanah Air mulai mengeksplorasi persoalan moral, bukan hanya dari buku teks dan ceramah agama, melainkan juga dengan mengajak para siswa untuk melihat dan mengalami secara langsung apa yang sebenarnya terjadi, misalnya, di dalam sebuah pasar. Selain pasar, ada banyak laboratorium sosial sekolah yang ada di sekitar kita. Semuanya penuh dengan ilustrasi sosial, keagamaan, budaya, dan kebiasaan yang dapat dipetik anak-anak kita sebagai nilai-nilai moral yang harus mereka junjung tinggi.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya