Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
BARU-BARU ini melalui juru bicara militer koalisi Brigadir Jenderal Ahmed Asiri, Arab Saudi menyatakan siap mengirim pasukan darat (reguler) untuk bergabung memerangi IS di Suriah.
Beberapa negara menyambut baik, bahkan menyatakan akan turut serta.
Saudi bersama sejumlah mitra Arabnya sebelumnya telah bergabung dalam koalisi itu untuk melumpuhkan IS melalui udara.
Kelemahan strategi udara saat ini ialah tak adanya kekuatan darat besar yang menopang, khususnya di wilayah Suriah.
Karena itu, pengumuman Saudi ini disambut baik oleh pihak-pihak yang sedang bertempur melawan IS, terutama sekutu Saudi, seperti Turki dan Amerika Serikat.
Bahkan, Saudi mendorong aliansi Arab-Islam yang dibentuknya untuk bergabung dengan operasi itu.
Berubah
Sepak terjang Arab Saudi benar-benar sudah berubah.
Dahulu negara yang sangat berpengaruh ini cenderung kalem, bahkan sering cuek terhadap isu-isu regional maupun internasional.
Yang terpenting baginya ialah stabilitas dan kemakmuran.
Kerajaan itu menikmati kemakmuran yang luar biasa di saat-saat harga minyak melambung tinggi.
Namun, terciptanya lingkungan regional baru selama lima tahun terakhir benar-benar mengubah perilaku luar negeri kerajaan itu. Kerajaan tersebut menjadi begitu sensitif dalam setiap perkembangan baru di kawasan.
Sepak terjang kerajaan itu bahkan kini jadi agresif.
Lingkungan baru itu ialah situasi yang lahir setelah rentetan peristiwa yang kemudian dikenal dengan musim semi Arab.
Lingkungan baru itu ditandai dengan penguatan kesadaran rakyat Arab bahwa mereka berhak menentukan masa depan negerinya.
Mereka berhak untuk menolak para pemimpin yang despotis dan diktator.
Pada titik ini, penguasa di kerajaan itu tentu merasa survival-nya dalam ancaman serius.
Apalagi, peristiwa Mesir dan Tunisia memberikan contoh terang bahwa negara-negara Barat yang selama ini jadi sandaran mereka tak melakukan hal signifikan untuk mempertahankan sekutu-sekutu Arabnya.
Padahal, rezim di kedua negara itu ialah sekutu kuat AS dan negara-negara Barat.
AS bahkan terkesan mendorong kejatuhan keduanya.
Inilah yang tak diinginkan Arab Saudi.
Kerajaan itu berupaya membangun kemandirian di bidang pertahanan dalam waktu sesingkat-singkatnya.
Itulah yang membuat negara itu tak lagi jadi 'anak manis nan manja', tapi berubah menjadi aktor yang begitu agresif.
Besarnya ancaman terhadap survival kekuasaannya, baik dari luar maupun dalam, benar-benar telah mengubah karakter luar negeri kerajaan itu.
Lingkungan baru itu juga ditandai dengan penguatan sentimen sektarian yang menciptakan ancaman eksternal terhadap kerajaan itu.
Pada titik itu, pengaruh Iran diakui atau tidak meningkat tajam di berbagai wilayah Arab.
Iran adalah kompetitor Saudi di segala bidang, baik politik, ekonomi, keagamaan, maupun militer.
Iran dan Syiah umumnya memiliki antipati demikian besar terhadap gerakan Wahabi yang merupakan pilar penting kerajaan Saudi.
Iran selalu dituduh terlibat dalam mendorong aksi protes dan perlawanan terhadap para diktator Arab, khususnya Sunni.
Arab Saudi selama ini geram dengan ancaman yang ditebar Iran di kawasan.
Keberhasilan Iran untuk masuk kembali dalam pergaulan internasional secara lebih normal baru-baru ini membuat Saudi semakin khawatir.
Anjloknya harga minyak tampaknya juga berpengaruh besar terhadap perilaku luar negeri kerajaan itu.
IS atau Assad?
Pada konteks itulah, patut dipertanyakan apa sesungguhnya motivasi utama Arab Saudi mengumumkan kesiapannya untuk menggeber pasukan darat di Suriah.
Arab Saudi secara tegas menyatakan tujuan utama pengiriman pasukan darat itu, jika dilakukan, ialah memerangi IS.
PM Turki Ahmed Davutoglu juga menyatakan kemungkinan keterlibatan pasukan aliansi Islam ialah jawaban tegas terhadap stereotip Islam dengan terorisme.
Namun, momentum pengumuman itu ialah saat IS mengalami rentetan kekalahan di berbagai sektor, bukan di saat IS di atas angin.
Jika situasi berkembang seperti sekarang saja, kemungkinan IS bisa lumpuh pada tahun ini tanpa keterlibatan pasukan darat Saudi.
Di tengah kekalahan beruntun IS itulah, Saudi justru mengumumkan kesiapannya untuk melakukan serangan darat.
Bagi musuh-musuh Saudi, langkah Saudi itu sudah jelas arahnya.
Kerajaan itu tak mau kehilangan pengaruhnya dalam perimbangan kekuatan di Suriah.
Sebab, pascaketerlibatan Rusia secara intensif, posisi Assad dan para pendukungnya semakin kuat dan kekuatan-kekuatan oposisi dukungan Saudi semakin melemah.
Dalam persepsi penguasa Saudi, IS tentu merupakan ancaman besar karena kedekatan geografisnya dan sepak terjangnya.
Namun, kesadaran penguasa Saudi tampaknya lebih mengarah pada ancaman Rusia, Iran, Assad, Hezbullah, dan barisan Syiah lainnya di kawasan.
Inilah yang dikhawatirkan.
Opsi darat itu, jika diambil, justru bisa kontraproduktif bagi upaya melumpuhkan IS.
Sebab, faktanya aktor-aktor yang berperang melawan IS memiliki agenda sendiri yang sering kali lebih diutamakan di lapangan.
Itu beberapa kali telah menjadi hambatan dalam menekuk IS di saat kelompok teror itu sudah mulai melemah.
Agenda utama Saudi tampak sekali bukan berperang melawan IS, tapi menghambat laju Iran dan sekutunya di Suriah.
IS bisa jadi justru mendapat berkah dari opsi keterlibatan pasukan darat Saudi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved