Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
IMLEK datang kembali. Imlek jatuh bersamaan dengan 8 Februari 2016 kalender Masehi. Tahunnya menunjukkan angka 2567, yang dihitung sejak kelahiran Confusius pada 551 sebelum Masehi. Dengan demikian, angka 2567 merupakan penjumlahan angka 551 dan 2016. Imlek kali ini memasuki Tahun Monyet Api.
Kata Imlek berasal dari bahasa Hokkian Selatan berarti 'penanggalan bulan'. Perhitungan penanggalan Imlek semula didasarkan atas peredaran bulan mengelilingi bumi (lunar calender) yang telah dikenal sejak ribuan tahun sebelum Masehi. Uniknya perhitungan penanggalan itu juga didasarkan atas peredaran bumi mengelilingi matahari (solar calender), seperti penanggalan Masehi.
Di Tiongkok, Imlek disebut Chunjie yang berarti Perayaan Musim Semi. Kata Chunjie digunakan sejak Republik Rakyat Tiongkok merdeka. Sebelumnya digunakan istilah Yuandan, berarti pada pertama di tahun yang baru dimasuki. Pada 1949, Pemerintah RRT menetapkan nama Yuandan untuk Tahun Baru Internasional, 1 Januari, sedangkan Tahun Baru Imlek dinamakan Chunjie.
Jika dibandingkan dengan tahun baru lainnya, Imlek boleh jadi merupakan satu-satunya hari yang paling unik dan inklusif. Keunikannya tahun baru ini bisa dirayakan warga Tionghoa yang beragama apa pun. Bahkan, sebelum peristiwa 1965, berbagai warga non-Tionghoa di Nusantara sudah biasa ikut dalam perayaan Imlek.
Awalnya, Imlek atau Sin Tjia memang merupakan perayaan para petani yang biasanya jatuh pada tanggal satu di bulan pertama awal tahun baru. Perayaan itu juga berkaitan dengan pesta menyambut musim semi, yang dimulai pada tanggal 30 bulan ke-12 dan berakhir pada tanggal 15 bulan pertama. Acaranya meliputi sembahyang Imlek, sembahyang kepada Sang Pencipta, dan perayaan Cap Go Meh. Tujuannya tak lain ialah wujud syukur dan doa harapan agar di tahun depan mendapat rezeki lebih banyak, di samping untuk menjamu leluhur, dan sebagai sarana silaturahim dengan kerabat dan tetangga. Karena perayaan Imlek berasal dari kebudayaan petani, segala bentuk persembahannya berupa berbagai jenis makanan.
Jadi, sudah jelas dari sejarahnya, Imlek memang pertama-tama bukan perayaan keagamaan tertentu, melainkan upacara tradisional masyarakat Tiongkok. Di Tiongkok sendiri, Imlek diperingati bersama oleh warga yang beragama Konghucu, Buddha, Hindu, Islam, Katolik, dan Kristen.
Namun, khusus bagi saudara-saudara penganut Konghucu dan Buddha, hingga kini Imlek tetap merupakan perayaan keagamaan. Bagi umat Konghucu, misalnya, secara khusus Imlek merupakan peringatan tahun kelahiran Sang Nabi (Kongzi atau Confucius), tokoh yang sarat dengan pesan moral. Konfusius pernah bersabda, "Pakailah penanggalan Dinasti He," Kitab Sabda Suci (Lun Gi/Lun Yu) jilid XV:11.
Sementara itu, identifikasi Imlek sebagai hari raya Buddhis dimulai setelah agama Buddha menyebar di Tiongkok pada zaman Dinasti Han (202 SM-221 M) di bawah Raja Han Ming Ti. Pada awalnya, agama Buddha hanya dianut kalangan istana, lalu menyebar ke masyarakat. Rakyat yang sudah menganut agama Buddha masih tetap mempertahankan budaya tradisionalnya, bahkan kadang tercampur dengan kepercayaan kuno, seperti Taoisme dan Konfusianisme. Mereka kadang merayakan hari-hari raya agama Buddha bersama perayaan-perayaan tradisional yang lebih tua, lalu terjadi akulturasi budaya.
Bagi Tionghoa Kristen atau Muslim, Imlek jelas bukan merupakan hari keagamaan. Patut dihargai, misalnya, langkah pengurus masjid Muhamad Cheng Ho Surabaya yang memberikan izin kepada warga Tionghoa muslim untuk melakukan perayaan Imlek di masjid dengan arsitektur Tiongkok itu. Beberapa gereja juga menggelar misa atau kebaktian Imlek bagi Tionghoa yang Kristen.
Indahnya perbedaan
Ilustrasi di atas menjadi menarik bahwa Imlek ternyata tidak eksklusif menjadi milik satu agama atau golongan tertentu. Dalam Imlek terkandung pesan inklusif yang mencoba menjembatani semua sekat-sekat yang ada. Imlek menjadi hari raya kultural Tionghoa secara umum. Singkatnya ada satu Imlek yang bisa dirayakan semua dan untuk semua. Segala perbedaan bukan coba dihapus, melainkan diterima dan dihargai keberadaannya.
Meski begitu, keindahan dalam perbedaan itu tidak pernah akan terjadi jika tak ada kebebasan, termasuk kebebasan dalam merayakan Imlek. Selama 32 tahun Orde Baru berkuasa, kebebasan merayakan Imlek nyaris tak pernah ada. Kalau kini kita bisa bebas merayakan Imlek, kebebasan itu juga tidak jatuh dari langit. Kita ingat ada yang harus jadi ‘tumbal’ atau kurban sehingga kita kini menikmati suasana merdeka dalam mengekspresikan tradisi. Tepat bunyi pepatah Jawa Jer Basuki Mawa Bea. Pada 12 Mei, sejumlah mahasiswa Trisakti, yakni Hendrawan Sie dkk tewas ditembaki aparat. Setelah itu disusul Tragedi 13-15 Mei 1998 yang ditandai dengan perkosaan massal para wanita Tionghoa serta kerugian materi sekitar Rp2,5 triliun. HM Soeharto lalu lengser 21 Mei 1998. Habibie naik jadi presiden dan mengeluarkan Inpres No 26/1998 untuk menghapus istilah pribumi dan nonpribumi.
Kemudian ketika Gus Dur yang asal Jombang itu jadi presiden, pada 17 Januari 2000, ia mengeluarkan Inpres No 6/2000 yang mencabut Inpres No 14/1967 yang dibuat HM Soeharto tentang agama, kepercayaan, dan adat istiadat Tiongkok. Imlek atau Cap Go Meh bebas dirayakan lagi. Lalu Megawati mengeluarkan Keppres No 19/2002 yang menyatakan Imlek sebagai Hari Libur Nasional mulai 2003.
Karena itu, rasanya bijak jika warga Tionghoa merayakan Imlek tetap dengan solider dan berempati dengan saudara-saudara sebangsa yang lain. Apalagi, akhir-akhir ini banyak saudara sebangsa yang menderita akibat naiknya harga pangan, bencana alam, dan berbagai masalah lainnya. Nah di tengah kondisi demikian, rasanya bijak jika kita juga berbagi angpau dengan mereka sebagai ekspresi solidaritas kita.
Tanpa solidaritas nyata bagi yang lemah, kemakmuran atau kesejahteraan yang kita nikmati tiada akan berarti, malah menjerat kita dalam sikap tamak penuh egosentrisme. Bahkan, tanpa kesediaan berbagi dengan yang lemah dan miskin, iman kita kepada Sang Khalik akan menjadi sia-sia.
Akhirnya, menjelang Imlek, orang biasanya berdebar menanti, apakah hari akan hujan. Kabarnya, kalau turun hujan pada tahun baru, rezeki bakal mengalir lancar sepanjang tahun. Mudah-mudahan setiap warga negeri ini ketiban rezeki dan terhindar dari bencana. Gong Xi Fa Cai 2567.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved