Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
MOBIL dari besi sudah banyak diproduksi dan dipakai sampai saat ini. Mobil dari kayu bukan hal baru. Mobil dari plastik juga sudah banyak dipakai sekarang ini. Namun, mobil dari serat tanaman mungkin tidak banyak terlintas dalam pikiran dan apakah itu sudah diciptakan. Berbicara tentang mobil sebagai moda transportasi tentu juga tak lepas dari masalah kemacetan. Macet dan terus macet sudah menjadi pemandangan umum di Ibu Kota negeri ini.
Ironisnya bertambahnya jumlah kendaraan bermotor tidak diimbangi dengan penambahan infrastruktur jalan raya sehingga kemacetan menjadi semakin kronis. Solusi jitu dan tepat mutlak dilakukan. Mobil murah dan ramah lingkungan (low cost and green car/LCGC) dengan serat tanaman sebagai komponen penting bisa menjadi solusi pengurai kemacetan. Apalagi, pemerintah sudah menggulirkan kebijakan LCGC sejak 1 Juli 2013 yang direncanakan mulai terealisasi 2014. Gayung bersambut, kampanye penggunaan kandungan lokal untuk produk nasional bisa menjadi poin penting dalam menjadikan serat alam Indonesia sebagai komponen mobil. Memang, pro dan kontra muncul atas rencana pemerintah itu. Semua pasti ada risikonya. Namun, besar kecilnya risiko kembali pada kebijakan pemerintah untuk memikirkan dampak ke depannya.
Argumen yang pro-LCGC menyampaikan mobil murah akan memberikan keuntungan, seperti penghasilan pajak negara dari otomotif bertambah, masyarakat golongan ekonomi menengah akan merasakan memiliki mobil baru dengan harga terjangkau, dan sebagian pengguna kendaraan bermotor roda dua akan berpindah pada mobil murah. Sementara itu, pihak yang kontra akan mengemukakan kerugian bila mobil murah diluncurkan, yaitu meningkatnya kepemilikan mobil pribadi dan kepadatan lalu lintas di Ibu Kota. Yang pasti ialah meningkatnya konsumsi BBM.
Bagaimana mobil serat diciptakan
Terlepas dari pro dan kontra, ternyata ada sisi yang menarik untuk dilihat, yaitu bagaimana sebenarnya kondisi industri otomotif dan konsumsi kendaraan secara nasional. Data dari ASEAN Automobile Federation (AAF) menyebutkan produksi mobil di Indonesia sampai September 2013 ialah sekitar 770.367 unit dan cenderung terus naik. Total penjualan atau wholesale (WS) dari distributor ke diler dari Januari-September 2013 naik 11% menjadi 908.322 unit jika dibandingkan dengan periode sama pada tahun sebelumnya, 816.317 unit.
Ritel juga naik 11%, dari 797.612 unit pada periode yang sama pada tahun sebelumnya menjadi 882.119 unit. Maklum, jumlah penjualan mobil bisa dijadikan indikator untuk pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran.
Namun, apa yang menarik dari tren kenaikan produksi dan konsumsi mobil di Indonesia ini? Kenaikan produksi mobil secara nasional ini tentunya memerlukan bahan baku untuk komponen interior dan eksterior otomotif yang didominasi produk komposit.
Selama ini komposit untuk komponen mobil masih didominasi matriks dan resin berbasis minyak bumi yang cukup lama didaur ulang dan kurang ramah lingkungan. Karena itu, banyak dilakukan penelitian komposit serat tanaman sebagai pengganti serat sintetis, seperti serat gelas, keflar, dan serat karbon untuk keperluan otomotif. Pemakaian serat tanaman selain lebih murah dan ramah lingkungan juga dapat mengurangi berat mobil antara 10%-40% dengan sifat kekuatan yang tidak kalah dengan serat sintetis.
Pada industri otomotif, penggunaan bahan yang menyebabkan pencemaran lingkungan, seperti serat sintetis, serat gelas, karbon, dan aramid yang banyak digunakan, harus dikurangi. Sebagai contoh, European Union End of Life of Vehicles (ELV) mensyaratkan pada 2015 semua mobil baru 95% bahannya harus bisa didaur ulang (Marsh, 2003). Karena itu, komposit yang diperkuat dengan serat tanaman akan memegang peranan sangat penting, bahkan bisa menjadi bahan revolusioner abad ini.
Potensi serat tanaman di Indonesia sendiri cukup besar dan beragam, misalnya, tandan kosong kelapa sawit dan sabut kelapa. Tandan kosong kelapa sawit merupakan produk ikutan industri CPO, sedangkan sabut kelapa merupakan produk ikutan dari industri kopra. Sampai saat ini pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit dan sabut kelapa masih belum menghasilkan produk dengan nilai ekonomi tinggi yang lebih tinggi. Padahal, tandan kosong kelapa sawit di Indonesia memiliki potensi sebesar 13,6 juta ton (asumsi 17% dari 80 juta ton tandan buah segar) yang bisa diproses untuk menghasilkan serat. Data Asia Pasific Coconut Community (APCC), luas area tanam kelapa di Indonesia pada 2010 tercatat 3,8 juta hektare. Produksi buah kelapa rata-rata 15,5 miliar butir/tahun yang mampu menghasilkan 1,8 juta serat sabut.
Ada peluang besar dalam inovasi pemanfaatan serat tanaman yang berbasis industri otomotif. Sebab, serat tanaman merupakan sumber potensial pembuatan selulosa sebagai bahan utama produk komposit, baik yang berkelas mikromaterial maupun nanomaterial. Semakin kecil ukuran komponen selulosa, semakin tinggi kekuatannya.
Ke depannya, serat tanaman yang diproses secara apik akan bisa menjadi material komposit (green composites) untuk komponen otomotif mobil sehingga tak salah apabila nanti disebut sebagai mobil serat tanaman yang murah dan ramah lingkungan. Nilai lain yang didapat ialah harga jual mobil serat tanaman itu relatif lebih murah daripada produk mobil tanpa serat tanaman. Ekonomi masyarakat akan turut bergerak seiring dengan tumbuhnya industri perkebunan serat tanaman.
Pengurai kemacetan
Memang sebagian besar produksi otomotif negeri ini masih dominan untuk kendaraan pribadi. Namun, Jika industri otomotif bisa diarahkan memproduksi kendaraan untuk angkutan massal/transportasi publik berbahan dasar komposit serat tanaman, kemacetan bisa berkurang. Itu pasti karena produk angkutan massal berbahan baku serat tanaman lokal bisa menekan biaya produksi.
Turunnya biaya produksi menjadikan harga relatif murah sehingga bisa diproduksi dalam jumlah sesuai dengan kelayakan. Komposit serat tanaman juga bisa menjadi komponen interior dalam konstruksi gerbong kereta api untuk KRL maupun monorel sebagai pengurai kemacetan terkait proyek MRT (mass rapid transit) Jakarta. Ini menjadi kolaborasi teknologi menjanjikan sebagai sebuah sistem pengurai kemacetan.
Tentu saja sarana dan prasarana vital jalan raya maupun pendukung lainnya mutlak harus disiapkan dengan baik dan berkelanjutan. Tinggal kembali kepada pemerintah sebagai pemegang kebijakan di negeri ini untuk serius atau tidak dalam mewujudkan program mobil murah dan ramah lingkungan itu. Keseriusan pemerintah dalam pemakaian serat tanaman sebagai material mobil murah dan ramah lingkungan untuk angkutan massal/transportasi publik bisa menjadi pengurai problem kemacetan jalan raya di negeri.
Dengan keseriusan pemerintah ini, terciptalah mobil murah dan ramah lingkungan dari material serat tanaman yang lebih bagus, nyaman, harga terjangkau, dan aman jika dibandingkan dengan sepeda motor. Sebaliknya, ketidakseriusan pemerintah menjadikan kebijakan LCGC itu hanya sebatas penghibur sesaat masyarakat yang sudah jenuh dengan kemacetan yang semakin kronis. Sudah saatnya negeri ini memiliki kedaulatan atas industri otomotif. Mumpung masih ada waktu untuk berbenah dan memberikan yang terbaik untuk rakyat di negeri ini.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved