Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
PEKAN kedua dan ketiga Januari 2016 harga sejumlah komoditas pangan naik dan belum ada tanda-tanda menurun. Kenaikan harga tertinggi terjadi pada beras dan daging sapi. Di Banjarmasin, misalnya, harga beras pada 21 Januari masih Rp11.250/liter. Sehari kemudian, harga menjadi Rp12.083/liter. Pada saat yang sama, harga daging sapi naik dari Rp100 ribu/kg jadi Rp120 ribu/kg. Kenaikan harga juga terjadi pada daging dan telur ayam serta cabai. Kenaikan harga merata di banyak daerah (Media Indonesia, 23/1).
Pada 2016 pemerintah menargetkan inflasi 4% plus minus 1%. Ada kemungkinan target itu tercapai sepanjang pemerintah mampu menjaga dan menstabilkan harga pangan. Dalam beberapa tahun terakhir ada kecenderungan inflasi di negeri ini didorong fenomena nonmoneter.
Jika ditilik dari sumbernya, inflasi lebih didorong sektor pangan (volatile foods) dan barang-barang yang harganya diatur pemerintah (administered goods). Sementara itu, inflasi inti relatif stabil. Pada 2014, misalnya, dari inflasi 8,36%, sekitar 2,06% disumbang bahan pangan dan 1,31% oleh pangan olahan dan tembakau. Secara keseluruhan pangan berperan sebesar 40,31% pada inflasi nasional.
Pada 2015 kecenderungannya sama. Tahun lalu harga pangan tetap tak terkendali. Ini tecermin dari andil pangan sebesar 61,19% dari inflasi nasional sebesar 3,35%. Bila ditilik dari sumbernya, seperti dirilis BPS 4 Januari 2016, komoditas pangan yang berperan besar dalam inflasi berturut-turut ialah beras, bawang merah, daging broiler, ikan segar, nasi dengan lauk, telur ayam, bawang putih, mi, dan gula pasir. Jika dibandingkan dengan 2014, komoditasnya tak ada perbedaan signifikan. Yang berbeda hanya andilnya.
Negeri ini tergolong tertinggal dalam pengaturan pangan, terutama pengendalian harga. Saat negara lain amat rigid mengatur dan mengendalikan harga pangan, Indonesia cenderung menyerahkan harga pangan pada pasar. Hampir semua harga pangan, kecuali beras, diserahkan mekanisme pasar. Orientasi itu tak salah kalau infrastruktur distribusi sudah baik, petani sejahtera, dan pendapatan konsumen pejal terhadap guncangan pasar.
Instrumen stabilisasi harga juga terbatas. Sejak Bulog dikebiri, praktis kita tidak memiliki badan penyangga yang memiliki kekuatan besar menstabilkan pasokan dan harga pangan. Kini, penyangga dan pengatur harga itu diambil alih swasta.
Mereka yang hanya segelintir pelaku itu menguasai distribusi komoditas pangan. Jalur distribusi yang konsentris dan oligopolis itu terjadi pada dua sumber pasokan pangan: produksi domestik dan impor. Di tangan mereka bisnis itu bahkan sudah menjadi political rent-seeking.
Ujung masalah tersebut inflasi sulit dikendalikan. Bagi rakyat, terutama yang miskin, inflasi akan menggerogoti daya beli mereka. Inflasi akibat instabilitas harga pangan akan mengekspos mereka pada posisi rentan. Warga miskin di perdesaan membelanjakan 74% pendapatan keluarga untuk pangan.
Dari semua jenis pangan, beras paling dominan, menguras 32% pendapatan keluarga miskin. Mereka mendadak jatuh miskin ketika harga pangan, terutama beras, melonjak tinggi. Karena itu, sejumlah ekonom menyebut inflasi 'perampok uang rakyat'. Jumlah warga miskin di negeri ini tidak turun signifikan selama satu dekade terakhir karena instabilitas harga pangan tidak kunjung diurus secara serius.
Payung hukum stabilisasi harga pangan sudah kuat dengan adanya UU Pangan No 18/2012 dan UU Perdagangan No 7/2014. Dua UU itu memungkinkan pemerintah mengintervensi saat terjadi kegagalan mekanisme pasar (market failure). Pemerintah juga sudah menetapkan kebutuhan pokok lewat Perpres No 71/2015. Kebutuhan pokok mencakup 11 barang, sebagian besar pangan: beras, kedelai bahan baku tahu/tempe, cabai, bawang merah, gula, minyak goreng, tepung terigu, daging sapi, daging ayam ras, telur ayam ras, ikan segar (bandeng, kembung dan tongkol/tuna/cakalang). Agar operasional, perpres itu perlu aturan turunan harga, mekanisme, dan lembaga pengawas plus sanksi.
Salah satu instrumen penting stabilisasi harga ialah cadangan/stok. Hal itu diatur di Peraturan Pemerintah No 17/2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi. Di PP itu cadangan pangan terbagi tiga level: pusat, daerah, dan desa.
Di Pasal 3 PP No 17/2015 diĀatur, cadangan hanya ada pada pangan pokok tertentu. Jenis pangan pokok tertentu itu harus ditetapkan presiden dan jumlah cadangan ditetapkan kepala lembaga pangan. Sayangnya, aturan turunan belum ada. Lembaga pangan juga belum dibentuk hingga kini.
Agar instabilitas harga pangan tidak selalu menjadi rutinitas tahunan dan inflasi bisa dikendalikan, perlu dua langkah sekaligus. Pertama, presiden segera menetapkan jenis pangan pokok tertentu yang diatur cadangannya. Jenis pangan itu akan beririsan dengan 11 kebutuhan pokok. Kedua, segera menunaikan pembentukan lembaga pangan, seperti amanat Pasal 126-129 UU Pangan.
Kemudian kepala lembaga itu menetapkan jumlah cadangĀan pangan pokok tertentu. Bulog bisa menjadi tangan kanan lembaga itu dalam pengelolaan cadangan dan stabilisasi harga.
Lembaga baru pangan tersebut nantinya bertugas merumuskan kebijakan, mengoordinasikan, dan mengarahkan pembangunan pangan. Lewat cara tersebut, pengendalian harga pangan dan inflasi bisa ditunaikan lebih baik.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved