Kamerun Genapi Slot di Rusia 2017

Budi Ernanto
07/2/2017 02:10
Kamerun Genapi Slot di Rusia 2017
(AFP PHOTO / ISSOUF SANOGO)

SETELAH mengalami puasa gelar selama 15 tahun, Kamerun kembali menahbiskan diri sebagai tim terbaik Afrika, tahun ini. Senin (6/2), skuat asuhan Hugo Broos itu menang 2-1 atas Mesir di final Piala Afrika 2017 sehingga berhak menyandang predikat juara. Dengan demikian, Kamerun menjadi tim ke-8 alias terakhir yang berhak menjadi peserta Piala Konfederasi 2017. Turnamen itu merupakan ajang pemanasan sebelum Piala Dunia 2018 serta akan diikuti tim-tim terbaik sejagat, seperti Portugal (juara Eropa), Australia (juara Asia), dan Jerman (juara dunia).

"Saya sangat bahagia terhadap para pemain. Mereka harus tetap semangat untuk bisa sukses di Piala Konfederasi 2017," kata pelatih Kamerun, Hugo Broos. Dalam laga final Piala Afrika yang digelar pada Minggu (5/2) di Stade de l'Amitie, Kamerun menang berkat gol yang dicetak Nicolas N'Kolou (59') dan Vincent Aboubakar (88') yang baru masuk pada paruh kedua. Dua lesakan itu 'membatalkan' gol Mesir yang diciptakan Mohamed Elneny yang sempat membawa timnya unggul terlebih dahulu pada menit ke-22.

Dengan keunggulan 2-1 ini, tim berjuluk the Indomitable Lions tersebut memutus catatan buruk dari Mesir yang tak pernah mereka kalahkan sejak 2002. Keberhasilan itu ialah yang kelima (1984, 1988, 2000, 2002, dan 2017) sepanjang sejarah Kamerun berkompetisi di Piala Afrika. Mereka pun menjadi negara tersukses kedua setelah Mesir yang sudah mengoleksi tujuh gelar juara. Semangat yang dibawa para pemain muda menjadi kunci keberhasilan Broos mengantar Kamerun menjadi juara.

Saat pertama kali dirinya datang ke markas latihan tim, kenang juru taktik asal Belgia itu, hanya ada sekelompok pemain tua yang tak termotivasi untuk bermain demi mengharumkan nama negara. "Dulu, para pemain berlatih karena terpaksa, kemudian saya memasukkan pemain muda, barulah kami menjadi sebuah tim," ujar Broos. "Kami belum berada pada level permainan terbaik. Kami masih butuh banyak latihan, tapi gelar juara ini sudah menjadi awal yang bagus," tandasnya.

Rekor buruk
Pelatih Mesir Hector Cuper mengaku sangat sedih dengan kegagalan itu. Namun, kekecewaannya didasarkan atas kesedihan yang dirasakan seluruh skuat, bukan fakta kini mantan pelatih Inter Milan itu kian kuat dijuluki sebagai spesialis runner-up. "Saya tidak ingin membicarakan kekalahan di masa lalu. Saya juga tidak ingin merasa sudah terbiasa kalah di partai puncak. Saya tetap ingin menang, tapi kali ini kembali kecewa karena masyarakat Mesir juga merasakan hal yang sama," tukas Cuper.

Sejak membawa klub asal Argentina, Lanus, menjadi juara Copa Conmebol pada 1996, Cuper selalu gagal dalam enam laga final yang dijalaninya. Pada 1997, ia dan Real Mallorca kalah dari Barcelona di final Copa del Rey, kemudian menyaksikan tim besutannya, Lazio, tersungkur di final Piala Winners, setahun kemudian. Bersama Valencia, pria berumur 61 tahun itu bahkan dua kali gagal di partai pamungkas Liga Champions, yakni pada 2000 (kalah dari Real Madrid) dan 2001 (oleh Bayern Muenchen). Pada 2011, Cuper bersama Aris Thessaloniki tak mampu menumbangkan Panathinaikos di final Piala Yunani. (AFP/Soccerway/R-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya