Ganti Tanaman, Bencana pun Datang

Sunarwoto
03/4/2017 09:40
Ganti Tanaman, Bencana pun Datang
(Warga melihat proses pencarian korban tanah longsor di Dusun Tangkil, Desa Banaran, Ponorogo, Jawa Timur---ANTARA/DESTYAN SUJARWOKO)

SELAMA puluhan tahun, turun-temurun, warga Dusun Tangkil, Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, menanam jeruk pulung. Saat cengkih dihargai selangit, satu demi satu petani mengganti jeruk dengan tanaman itu. Tanaman keras diganti dengan tanaman keras. Alam pun berpihak pada warga Tangkil.

Tidak ada bencana, tanah longsor tidak pernah datang. Jeruk dan cengkih juga membuat petani di Tangkil hidup cukup, tidak pernah kekurangan.

"Saat harga cengkih mencapai Rp100 ribu per kilogram, petani di sini sangat makmur. Saat orang lain belum makan nasi, orang Tangkil sudah lebih dulu menikmatinya," ungkap Sekretaris Kecamatan Pulung, Yudi Subiantoro, kemarin (Minggu, 2/4).

Namun, pada 1995 lalu, cengkih dibabat dan jeruk pun habis. Warga Tangkil melirik jahe putih sebagai pengganti. Semua tanaman keras pun berubah menjadi tanaman semusim.

Hidup warga makin makmur. Sekali panen, satu keluarga bisa mengantongi hasil Rp50 juta-Rp75 juta. Keuntungan itu sangat menggiurkan karena masa tanam jahe putih hingga panen hanya 7-8 bulan.

Jahe putih dari Tangkil tak hanya beredar di pasaran lokal, tapi juga sudah diekspor. India dan Pakistan menjadi dua negara pengimpor terbesar.

Selain pedagang pengumpul yang datang ke Tangkil, sejumlah pedagang dari India juga pernah berkunjung ke sana. Di kedua negara itu, jahe putih menjadi bumbu masakan dan bahan obat-obatan.

Jahe putih makin membuat warga Tangkil makmur. Buktinya, nyaris setiap rumah memiliki motor dan mobil. "Biasanya warga di tepian hutan atau daerah terpencil penduduknya rata-rata miskin, tapi tidak untuk warga Dusun Tangkil," tambah Yudi.

Warga Tangkil dikaruniai tanah yang subur. Berada di kaki Gunung Wilis, tanah di sini berjenis lempung dan cocok ditanami apa saja. Selain jahe putih, warga juga menanam padi dan jagung. "Kami juga memelihara ternak, terutama kambing. Semua rumah pasti punya 6-10 kambing," jelas Suwito, warga.

Namun, pilihan warga untuk menanam jahe ternyata memicu bencana. Retakan terjadi di perbukitan karena kurangnya tanaman keras sebagai pengikat tanah. Bencana tanah longsor pun tidak terelakkan.

Sabtu (1/4), puluhan warga tertimbun tanah longsor saat mengurus jahe dan kambing mereka. Sebanyak 17 warga selamat meski menderita luka berat dan ringan, serta 28 orang lainnya tertimbun tanah longsor. Sampai kemarin, baru dua warga yang ditemukan, dan sudah tak bernyawa. (N-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya