Pabrik Semen Rembang Menunggu Kepastian

Akhmad Safuan
01/4/2017 12:58
Pabrik Semen Rembang Menunggu Kepastian
(ANTARA/Yusuf Nugroho)

HARI sudah agak siang, sinar matahari juga sudah mulai terlihat di sela-sela dedaunan tanaman di hutan jati antara Rembang-Blora, suasana juga tidak terlalu ramai dan hanya satu dua kendaraan yang melintras di ruas jalan tersebut.

Pemandangan ini berbeda dengan ruas jalur pantura Pati-Rembang yang terlihat cukup padat baik oleh kendaraan pribadi, angkuytan umum, angkutan barang dan truk angkutan tanah yang terus hilir mudik dari arah Pegunungan Kendeng menuju ke arah Jawa Timur.

Desa Kadiwono, Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah lokasi tapak pembangunan Pabrik Semen Rembang juga terlihat lenggang, tidak seperti sebelumnya yang penuh aktivitas ribuan pekerja pembangunan pabrik berkapasitas 3 juta ton pertahun itu, dari pagi hingga petang terus berupaya menyelesaikan pembangunan yang telah mencapai 90 persen di atas tapak seluas 57 hektare. Belum lagi ditambah hiruk pikuk unjuk rasa antara yang pro dan kontra pabrik semen.

Jika sebelumnya truk material dan kendaraan proyek keluar masuk jalan menuju ke lokasi tapak pabrik semen, kini juga terlihat lenggang dan hanya sesekali kendaraan roda dua warga melintas tanpa jelas tujuannya.

Beberapa lelaki yang terlihat di pintu gerbang segera bubar ketika didekati untuk mencari informasi tanpa memberikan keterangan jelas. Pro dan Kontra pembangunan pabrik semen baik di Pati maupun Rembang ini telah cukup memanaskan suasana sosial warga di sekitar Pegunungan Kendeng yang memiliki ketinggian 1.000 dpl, yakni pegunungan kapur yang membentang di bagian utara Pulau Jawa di Kabupaten Grobogan, Kabupaten Pati, Kabupaten Rembang hingga Jombang, Jawa Timur.

Terakhir dalam aksi unjukrasa pembangunan pabrik semen Rembang dilakukan oleh Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) yang sebagian besar adalah warga Kabupaten Pati, Jawa Tengah di depan Istana Presiden, Jakarta beberapa waktu lalu dan seorang warga yang melakukan aksi unjukrasa mengecor kaki Patmi,48, warga Desa Larangan, Kecamatan Tambakromo, Kabupaten Pati meninggal dunia Selasa (21/3).

Hingga kini suasana duka juga masih menyelimuti warga Desa Larangan, Kecamatan Tambakromo, Kabupaten Pati, teritama rekan-rekan sesama aktivis yang ikut serta dalam aksio unjukrasa mengecor kaki di depan Istana Presiden tersebut.

"Kami semua berduka dan seperti tidak percaya ibu meninggal begitu cepat," kata Sri Utami, 29, anak Patmi.

Penolakan terhadap pabrik semen di Pegunungan Kendeng cukup menarik karena sebagian besar dilakukan oleh warga Kabupaten Pati yang tinggal di kaki dan lereng pegunungan tersebut dan tergabung dalam JMPPK. Mereka tidak hanya penolakan berdirinya pabrik semen di Pati tetapi juga di daerah lain seperti Kabupaten Rembang dan Grobogan.

Ketua JMPPK Gun Retno membenarkan bahwa sebagian besar penolak pembangunan pabrik semen adalah warga Pati, bahkan jumlahnya sesuai dengan data yang ada mencapai 6.500 orang yang sebagian besar adalah petani di sekitar kawasan Pegunungan Kendeng.

Penolakan pembangunan pabrik semen yang dilakukan warga Pati ini, demikian Gun Retno, tidak hanya untuk wilayah Pati saja, tetapi seluruh kawasan di Pegunungan Kendeng bahkan daerah lain terutama di seluruh Pulau Jawa, karena tujuan adalah untuk menjaga lingkungan hidup dan tetap lestarinya alam.

"Saat ini sudah ada 21 pabrik semen di Jawa, jika tetap dibiarkan berdiri lagi maka hutan, gunung dan sawah akan habis hingga bencana mengancam Jawa, maka 6.500 warga Pati dan 2.500 warga Rembang serta ribuan warga lain di sekitar Kendeng siap menghadang," kata Gun Retno.

Bergerakan ribuan warga Pati ini cukup menarik, karena dalam setiap aksi unjukrasa yang digelar baik di daerah, provinsi maupun Jakarta yang dapat berbulan-bulan lamanya mereka tidak pernah mengeluhkan kebutuhan dana.

"Kami tidak pernah berfikir dan mengeluhkan itu, warga meskipun hanya petani dengan iklas melakukan saweran mendukung kelestarian alam," tambah Gun Retno.

Hal tersebut juga diungkapkan tokoh politik dan pengusaha di Pati yang enggan disebutkan namanya bahwa kerukunan yang diciptakan warga penolak pabrik semen cukup mengagumkan, bahkan untuk dapat melakukan aksi unjukrasa hingga di berbagai daerah dan bahkan ibukota mereka tetap semangat dengan dana saweran.

Tidak hanya untuk unjukrasa, demikian tokoh tersebut, kegiatan lain seperti sedekah bumi atau acara-acara lainnya di sekitar Pegunungan Kendeng dalam pembiayaannya dilakukan dengan saweran, tidak hanya berwujud uang tetapi juga hasil bumi seperti pisang, padi, singkong dan lain sebaginya.

Di tengah tengah derasnya penentangan, pembangunan pabrik semen di kawasan Kendeng itu juga banyak yang memberikan dukungan agar tetap berjalan, sebagian warga yang pro dengan pabrik semen berfikir bahwa berdirinya pabrik akan banyak memberikan keuntungan dan manfaat bagi warga sekitar, terutama terbukanya lapangan pekerjaan bagi mereka.

Setidaknya warga di lima desa sekitar pabrik Semen Rembang mengaku sangat menginginkan berdirinya pabrik tersebut, karena dengan berdirinya pabrik semen maka banyak warga yang bekerja dan juga jika dilihat dari kondisi yang ada sekarang lebih terjaga, termasuk sumber airnya.

"Sejak jaman Belanda dulu daerah ini terkenal dengan daerah penambangan, namun warga tidak pernah kesulitan air untuk memenuhi kebutuhan hidup," kata Faruk Fadian, tokoh masyarakat dari Desa Timbrangan, Rembang.

Kepala Desa Pasucen Salamun, bahwa sejak lama warga di desanya berjuang agar Semen Indonesia tetap ada, karena sejak mulai pembangunan pabrik semen itu ada warga sekarang sudah bekerja. "Warga di sini dulu suka mabuk-mabukan, tetapi sekarang berhenti setelah bekerja di pabrik itu," tambahnya.

Bahkan jika sebelumnya warga sekitar masalah air cukup sulit, namun setelah dibangunnya pabrik berikut embung, air untuk memenuhi kebutuhan hidup warga tersedia termasuk lahan pertanian, bahkan pabrik juga memberikan pelatihan kepada warga untuk dapat bekerja di bidang lain seperti pendidikan, kerajinan dan lain sebagainya.

"Banyak kok pelatihan yang diberikan kepada warga sekitar pabrik, sehingga kami tidak hanya bisa belejar kejar paket A, B dan C tetapi juga kreatif," kata Sugharti, warga Desa Tegal Rowo, Rembang.

Hal senada juga diungkapkan Mbah Poso, tokoh Samin dari Blora bahwa tidak keberatan dengan keberadaan pabrik semen di Rembang. "Kalau dapat memcukupi kebutuhan sandang dan pangan warga, kami tak menolak," ujarnya.(OL-3) Akhmad Safuan/AS)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya