Negera Diminta tidak Berlebihan Menangani Poso

M Taufan SP Bustan
17/3/2017 18:27
Negera Diminta tidak Berlebihan Menangani Poso
(MI/M Taufan SP Bustan)

KEPOLISIAN Negara Republik Indonesia (Polri) kembali memperpanjang operasi pengejaran terhadap kelompok sipil bersenjata Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Poso, Sulawesi Tengah, selama tiga bulan. Operasi dengan sandi 'Tinombala' itu pun dimulai 3 April mendatang.

Anggota Komisi III DPR, Ahmad HM Ali, mengatakan, secara institusi Polri belum membicarakan perihal perpanjangan operasi tersebut bersama DPR. Pun demikian, Polri punya hak dalam hal penegakan hukum melalui operasi untuk memburu dan menangkap sisa MIT yang berjumlah sembilan orang tersebut.

"Ini akan kami bicarakan dengan Kapolri Jenderal Tito Karnavian," katanya di Palu, Jumat (17/3).

Menurut anggota komisi yang membidangi hukum dan Hak Asasi Manusia tersebut, kalau memang operasi diperpanjang, negara, khususnya Polri, diminta jangan terlalu berlebihan menangani Poso. Apalagi, pola operasinya monoton seperti operasi sebelumnya.

"Kenyataanya memang seperti berlebihan, dengan sisa sembilan orang kemudian dikejar oleh ribuan personel bersenjata lengkap. Itu ada apa? Seharusnya kalau operasi mau diperpanjang, polanya harus diubah sehingga operasi benar-benar berjalan dengan baik," terang anggota dari Fraksi NasDem itu.

Menurut Ahmad, jika operasi hanya difokuskan dengan pola perburuan, otomatis akan kembali memakan korban. Entah dari pihak keamanan atau dari sisa anggota MIT yang diburu. Oleh karenanya, ia berharap pola operasi nantinya harus diubah. Jangan pola lama seperti halnya operasi dengan sandi Camar Maleo hingga Tinombala yang saat ini masih diterapkan.

"Mari ciptakan metode baru sehingga operasi di Poso tidak berdampak kepada masyarakat yang notabene berprofesi sebagai petani. Karena selama operasi berjalan kurang lebih lima tahun terakhir, mereka merasa terganggu," ungkap Ahmad.

Seharusnya, tambah anggota Dapil Sulteng itu, Polri dan TNI dalam menjalankan operasi juga memikirkan kepedulian masyarakat dari rasa trauma. Apalagi sejumlah warga hingga saat ini takut untuk bertani di perkebunan mereka, karena areal perkebunan mereka di hutan dan pegunungan masuk dalam wilayah operasi.

"Mana kita tahu kalau mereka yang dikejar itu masih berada di Poso. Tidak ada yang bisa menjawab, Polri pun terus menggelar perburuan sampai-sampai berdampak pada masyarakat yang takut untuk keluar berkebun," jelasnya.

Maka dari itu, Polri sebelum melanjutkan operasi 3 April mendatang harus matang dalam pemetaan, metode, dan aksi-aksi selama di Poso.

"Banyak yang bisa dilakukan di sana selain perburuan, mulai dari kegiatan sosial dan lainnya. Karena sampai saat ini pun masyarakat sudah banyak mengeluh karena menganggap operasi yang digelar di Poso dari tahun ke tahun adalah proyek keamanan," imbuhnya.

Sebelumnya, Mabes Polri melalui Asisten Bidang Operasi Kapolri, Inspektur Jenderal Unggung Cahyono, di Poso, mengatakan, rencana perpanjangan operasi setelah melakukan rapat evaluasi menjelang berakhirnya Operasi Tinombala IV 1 April mendatang. Saat itu, Unggung mengaku, Operasi Tinombala kembali diperpanjang untuk masa waktu tiga bulan ke depan.

Sementara itu, Penanggung Jawab Keamanan dan Operasi (PJKO) Operasi Tinombala, Brigjen Rudy Sufahriadi, menambahkan, pengejaran terus dilakukan terhadap sisa MIT. Alasannya, hingga saat ini masih tersisa sembilan orang DPO yang belum ditemukan. Bahkan dalam operasi tersebut masih tetap melibatkan aparat gabungan baik itu Polri maupun TNI.

"Meskipun operasi dilanjutkan, tidak akan melakukan penambahan jumlah personel," kata Rudy yang juga menjabat sebagai Kapolda Sulteng di Palu, secara terpisah.

Hingga saat ini, jumlah personel TNI dan Polri yang terlibat sebanyak kurang lebih 1.500 orang. Pasukan itu tersebar di beberapa wilayah di Poso. Dan terus melakukan pengejaran terhadap sisa MIT yang dipimpin Ali Kalora. (OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya