Warga Adat Desak Freeport-RI

Nuriman Jayabuana
06/3/2017 09:30
Warga Adat Desak Freeport-RI
(ANTARA/MUHAMMAD ADIMAJA)

MASYARAKAT adat Papua minta dilibatkan secara langsung dalam perundingan pemerintah dengan PT Freeport Indonesia (FI). Warga setempat merasa hanya menjadi korban pencaplokan lahan dan perjanjian investasi tanpa mendapat kompensasi yang setimpal.

“Lahan kami dicaplok dan dipagari berpuluh-puluh tahun sebagai area tambang kontrak karya, tapi kami hanya menjadi penonton di tanah adat kami sendiri akibat kesepakatan kontrak karya pemerintah dengan PT FI,” ujar Ketua Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme, Odizeus Beanal, dalam diskusi di Jakarta, kemarin.

Ia menyatakan baik pemerintah maupun PT Freeport sebagai operator kontrak karya hanya sibuk berseteru membicarakan kontrak kerja. “Pemerintah dan Freeport berseteru mengorbankan rakyat. Gunung itu berada di lahan kami, kami perlu dilibatkan untuk bicarakan kontrak yang ingin disepakati. Mau itu IUPK atau tetap kontrak karya, atau apalah itu, biarkan kami ikut menentukan,” kata Odizeus.

Menurutnya, sengketa pemerintah dengan Freeport berawal ketika Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 terbit. Peraturan tersebut mengharuskan perusahaan berstatus kontrak karya beralih menjadi perusahaan berstatus pemegang izin usaha pertambangan khusus.

Hanya saja, dampak tarik-menarik kepentingan Freeport dan pemerintah tak menguntungkan bagi masyarakat Papua. “Dampaknya bagi masyarakat Papua sudah sangat luas. Sudah banyak sekali yang dirumahkan, cuma tinggal 40% yang masih bertahan,” tuturnya.

Tokoh masyarakat Papua, Thaha Al Hamid, meyakini pemerintah tidak serius menyelesaikan kekis-ruhan Freeport. “Ini bukan barang baru yang melibatkan banyak kepentingan di Indonesia. Negara kita memang tidak pernah berdaulat atas sumber alam sendiri, tapi saya yakin perseteruan ini hanya warming up (pemanasan) jelang renegosiasi di 2019. Saya termasuk yang enggak percaya pemerintah mau begitu saja memutus kontrak karya Freeport,” ungkap dia.

Ketua Dewan Adat Papua John Gobai mengungkapkan masyarakat adat Papua juga sering kali menjadi korban intimidasi dan penindasan perusahaan tambang pemegang izin bermasalah. Parahnya lagi, perusahaan tambang sering kali meminta bantuan militer untuk memasang badan.

Keadilan bagi Papua
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadi-muljono mengatakan pembangunan Indonesia Timur khususnya wilayah Papua untuk memberikan keadilan. Dia mengungkapkan kementeriannya ditugaskan membangun jalan trans-Papua sepanjang 4.300 km yang saat ini sudah tembus 3.850 km.

“Untuk konektivitas di Papua anggarannya rata-rata pada 2015-2017 berkisar Rp7 triliun-Rp8 triliun,” ujarnya. (Dro/X-4)

nuriman@mediaindonesia.com



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya