Pemkot Sukabumi Krisis Camat

06/3/2017 08:00
Pemkot Sukabumi Krisis Camat
(MI/BENNY BASTIANDY)

PEMKOT Sukabumi, Jawa Barat, mengalami krisis pegawai negeri sipil (PNS). Saat ini jumlah PNS yang tercatat di lingkungan Pemkot Sukabumi sekitar 4.300 orang, terdiri dari 3.000-an pegawai fungsional dan sisanya sekitar 1.300 pegawai struktural.

“Asalnya sekitar 5.400 orang PNS, tapi karena ada pengambilalihan pengelolaan SMA dan SMK ke provinsi, jumlahnya berkurang,” terang Wali Kota Sukabumi Mohamad Muraz, kemarin.

Berkurangnya pegawai di lingkungan Pemkot Sukabumi tak diimbangi dengan perekrutan menyusul masih diberlakukannya moratorium PNS, ditambah lagi ratusan PNS yang memasuki masa pensiun setiap tahunnya. “Sudah hampir 10 tahun kebijakan itu belum juga dicabut.”

Akibat krisis PNS, satu kelurahan terpaksa diisi tiga PNS. Padahal, idealnya 13 pegawai. Di tingkat kecamatan, Muraz juga mulai ketar-ketir.

“Untuk lulusan APDN (sekarang STPDN) di Kota Sukabumi saja sekarang susah. Kalau ada camat yang pensiun, saya susah cari penggantinya. Kalaupun ada pegawai baru lulusan STPDN, pangkatnya juga baru golongan III B atau III C, enggak bisa jadi camat.”

Ketua DPRD Kota Sukabumi Yunus Suhandi khawatir krisis PNS itu berdampak terhadap pelayanan masyarakat. “Pelayanan tidak akan maksimal,” tegas Yunus.

Sementara itu, Dishub Kota Tegal, Jawa Tengah, mengkhawatirkan kepastian nasib 52 personel terminal Kota Tegal, yang gajinya terancam mandek. Hal itu terkait dengan pengalihan pengelolaan terminal tipe A dari daerah ke pusat.

Selama Januari-Maret 2017, gaji ke-52 personel yang terdiri dari 22 PNS dan 30 honorer itu masih ditanggung pemkot. “Prosesnya masih menyisakan permasalahan pegawai yang seharusnya sudah ditetapkan menjadi tanggung jawab pusat,” keluh Plt Kepala Dishub Kota Tegal Johardi.

Dari Kalsel, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) diketahui mengeluarkan surat kepada Gubernur Kalsel tentang mutasi pegawai yang menyalahi aturan.

Gubernur diminta meninjau kembali SK 17 PNS dan menempatkan mereka ke jabatan pimpinan tinggi (JPT) pratama atau setara eselon 2. “Bila dinilai kinerjanya rendah, seharusnya diberikan kesempatan memperbaiki enam bulan,” kata Sofian. (BB/JI/DY/N-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya