Longsor di Limapuluh Kota akibat Membuka Tebing untuk Jalan

Yose Hendra
04/3/2017 21:34
Longsor di Limapuluh Kota akibat Membuka Tebing untuk Jalan
(Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman meninjau jalan yang longsor---ANTARA/FB Anggoro)

BUKAN bencana banjir melainkan longsor yang menimbulkan korban jiwa di Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatra Barat.

Hingga saat ini, tim evakuasi gabungan telah menemukan tujuh korban akibat longsor di kawasan Koto Alam, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Limapuluh Kota. Lima orang di antaranya meninggal dunia, sedangkan dua lainnya mengalami luka-luka

"Korban meninggal yang di evakuasi sudah tujuh orang. Kemarin (Jumat, 3/3) empat, sekarang (hingga pukul 14.30 WIB) tiga. Mereka itu korban mobil yang diterjang longsor, bukan hanyut akibat banjir. Kejadiannya di satu titik," jelas salah seorang staf Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Limapuluh Kota, Rinaldi Yulianto, Sabtu (4/3).

Adapun lima korban meninggal dunia ialah Doni Fernandes, 31, Teja, 19, Yogi Saputra, 23, Mukhlis alias Ujang, 45, dan Karudin, 25. Sedangkan dua orang yang mengalami luka-luka ialah Syamsul Bahri, 22, dan Candra, 42.

"Mungkin masih ada yang lain, karena laporan ada 9 mobil yang ditelan longsor. Tim masih terus mencari," ujarnya.

Dia mengatakan, ada 60 titik longsor dari Kota Payakumbuh hingga perbatasan dengan Riau di Kabupaten Kampar. Dari Payakumbuh ke Pangkalan sebanyak 40 titik, sisanya antara Pangkalan ke perbatasan di Kampar.

Rinaldi mengatakan, saat ini jalur antara Payakumbuh dan Pangkalan sudah bisa dilewati kendaraan. Berbeda dengan Pangkalan-batas provinsi di Kampar masih belum bisa dilewati karena tertimbun material longsor serta putusnya jalan di Sibumbum.

"Kemungkinan jembatan yang putus di Sibumbum," terangnya.

Kejadian banjir dan longsor yang terjadi Jumat kemarin memperlihatkan betapa rusaknya lingkungan, rapuhnya tebing-tebing yang terbentuk karena jalan raya. Persis di KM 17 Koto Alam, Pangkalan, diperkirakan ada 9 mobil tertimpa longsor. Sementara sungai yang melintasi wilayah Pangkalan meluap yang berujung terjadinya banjir besar.

Direktur Walhi Sumbar, Uslaini, melihat, selain faktor cuaca yakni tingginya curah hujan, kejadian longsor dan banjir di Kabupaten Limapuluh Kota akibat perubahan alih fungsi lahan di wilayah hulu sungai dan abainya otoritas dalam konteks mitigasi setelah membangun infrastruktur.

Menurutnya, di kawasan hulu Sungai Batang Maek misalnya, banyak terjadi pembukaan lahan untuk peladangan seperti gambir. Buktinya, sebut Uslaini, saat musim kemarau sering terjadi kebakaran lahan di wilayah tersebut.

Akibatnya, jika curah hujan tinggi, air sungai dengan cepat mengalir hingga hilir dan berakibat meluap. Sisi lain, dikatakan Uslaini, dam atau Waduk PLTA Koto Panjang juga tidak mampu mengendalikan volume air besar datang tiba-tiba.

"Kita lihat rilis mereka (PLTA Koto Panjang), dari air masuk, jumlah air keluar di lima pintu air termasuk tiga turbin, itu tidak sebanding. Lihat datanya semalam, lebih dari 3.000 meter kubik per detik, sementara yang keluar hanya 700 meter kubik per detik," imbuhnya.

Dia menegaskan, jika dirunut banjir yang selalu menjadi langganan wilayah Pangkalan dan sekitarnya, terjadi sejak Waduk Koto Panjang dibangun awal 1990-an. Faktor infrastruktur juga dituding Walhi sebagai pemicu terjadinya longsor di pinggir jalan lintas Sumbar-Riau.

Persoalannya, kata Uslaini, jalan menghubungkan Payakumbuh-Pekanbaru sebetulnya memotong perbukitan. Hal demikian tidak bisa dihindari, tapi celakanya tebing menjadi rapuh.

"Bukit digunakan untuk membuka jalan, tapi tidak ada penguatan tebing yang terbentuk, sehingga rentan terjadi longsor," tukas Uslaini.

Sementara itu, Manajer SDM dan Umum PLN Wilayah Riau dan Kepri, Dwi Suryo Abdullah, menampik jika dam atau Waduk PLTA Koto Panjang menjadi pemicu terjadinya banjir di wilayah tersebut kemarin.

"Banjir di Pangkalan karena memang curah hujan di Sumbar sangat tinggi, maka air tentunya tidak mampu ditampung oleh sungai dimana sungai tersebut anak sungai yang masuk ke dam PLTA Koto Panjang," kata Dwi.

Dia menjelaskan, dari 23 Februari menuju 28 Februari, pihaknya sudah merasakan air meninggi karena curah hujan. Air mulai masuk ke Waduk Koto Panjang dari 300 meter kubik per detik, meningkat menuju ke angka 400 meter kubik per detik. Pada 27 Februari, air bahkan sampai pada angka 500-600 meter kubik per detik.

Dia menyebutkan, PLTA Koto Panjang hanya memanfaatkan sekitar 350 meter kubik per detik untuk tiga turbin dengan produksi listrik 114-115 MW. Jika terjadi selisih air (elevasi), pintu air pun dibuka sedikit demi sedikit.

Saat ini, tim gabungan BPBD Limapuluh Kota bersama Polisi (Brimob), TNI, Basarnas, PLN, Dinas Sosial, Dinkes, relawan berupaya membersihkan material longsor untuk menuju Kecamtan Pangkalan yang terdampak banjir. Korban yang terjebak dilaporkan perlu akses jalan.

Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Limapuluh Kota Nasriyanto menambahkan, PLN mematikan listrik di beberapa wilayah terdampak banjir sehingga sulit berkomunikasi, beberapa daerah mengalami blank spot sinyal. Selain itu, pendataan warga terdampak banjir terutama di Kecamatan Pangkalan belum dapat dilakukan dengan maksimal karena belum dapat tembus ke lokasi. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya