Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
PELAKSANAAN Pemilihan Kepala Daerah (pilkada) di Kabupaten Jepara pada 15 Februari lalu ditemukan banyak kejanggalan dan sebagai pelanggaran yang tergolong serius. Kejanggalan yang ditemukan ialah adanya penarikan surat undangan pemungutan suara (form C6) sebanyak 53.632 lembar (7% dari jumlah DPT), sehingga muncul desakan pilkada ulang semakin santer.
Pemantauan Media Indonesia di Jepara Selasa (21/2) meskipun belum ada keputusan resmi pemenang dalam Pilkada Jepara 2017, suhu politik di 'kota ukir' itu semakin memanas, desakan dilakukan pemilu ulang kian kuat karena berbagai kejanggalan dan keanehan proses pilkada kian terungkap.
"Kita mendesak dilakukan pemilu ulang, karena banyak kejanggalan ditahannya form C6 yang mencapai 53.632 lembar yang merugikan rakyat Jepara karena kehilangan hak pilihnya," kata Ketua DPD Partai NasDem Pratikno.
Hal senada juga diungkapkan oleh Plt Ketua Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Jepara Istajib, KPU harus segera mengklarifikasi tercabutnya hak rakyat Jepara untuk menentukan pilihan dalam pilkada kali ini, karena tidak terbaginya form C6 yang cukup banyak dan tanpa disertai berita acara.
Calon Bupati Jepara nomor 1 Subroto juga kembali mempertanyakan jumlah pasti formulir C6 yang ditarik dikembalikan ke KPU sebelum hari pencoblosan, karena jumlah yang fantastis mencapai 53.632 lembar formulir C6 tersebut masih menjadi tanda tanya besar.
Formulir C6 mencapai 53 ribuan lebih, demikian Subroto, perlu diklarifikasi atau dibuktikan karena banyak menimbulkan tanda tanya besar bagi tim sukses maupun warga Jepara yakni jumlah formulir C6 yang dikembalikan ke KPU sehari sebelum pencoblosan terdiri dari pemilih yang meninggal dunia sebanyak 3.872 lembar, pindah alamat 3.946 lembar, tidak dikenal 4.030 lembar, tidak dapat ditemui 26.214 lembar dan lain lain 15.570 lembar.
Kejanggalan dan keanehan muncul, lanjut Subroto, untuk klasifikasi pemilih meninggal dunia sebanyak 3.872 lembar, harus dibuktikan secara riil karena angka yang cukup besar hanya dalam waktu dua bulan sejak penetapan DPT pada Desember 2016 jumlah warga Jepara meninggal lebih tiga ribu orang.
"Mengacu angka ini merupakan kejadian luar biasa, karena dalam dua bulan 10 -20 orang warga Jepara meninggal, bahkan ketika dilakukan konfirmasi ke Kantor Disdukcapil, data orang meninggal di Jepara dalam dua bulan sebelum pencoblosan tidak sebesar itu," kata Subroto.
Selain itu, ujar Subroto, banyaknya jumlah orang tak dikenal yang mencapai empat ribu lebih juga menimbulkan pertanyaan besar, karena sebelum disahkan menjadi DPT sudah melalui proses panjang yakni validasi data, memantau realitas penduduk yang akan jadi daftar pemilih sementara(DPS), kemudian pencocokan dan penelitian (coklit) baru jadi DPT. "Nah yang menjadikan tak habis pikir mengapa yang tak dikenal bisa masuk DPT?," imbuhnya.
Demikian juga dengan 26.214 warga yang tidak dapat ditemui, demikian Subroto, harus bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, apakah ada keterangan atau berita acara dari keluarga, RT,RW dan desa setempat bahwa yang bersangkutan memang tidak ada di tempat sebelum memutuskan ditahan, sehingga KPU tidak dapat mengambil keputusan sendiri yang menyatakan orang tertulis dalam undangan tidak ditemukan. (OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved