Masyarakat Diminta Mengawal Kasus Pembantaian Orangutan

Surya Sriyanti
16/2/2017 18:53
Masyarakat Diminta Mengawal Kasus Pembantaian Orangutan
(ANTARA/Septianda Perdana)

TERULANGNYA kembali pembantaian orangutan yang terjadi di areal perkebunan kelapa sawit di Desa Tumbang Puroh, Kecamatan Sei Hanyu, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, menambah daftar panjang kematian primata yang mirip manusia itu.

Di sisi lain, pembantaian yang dilakukan oleh 10 orang yang pekerja sawit membuktikan konflik antara manusia dan orangutan di wilayah perkebunan hingga kini masih berlangsung.

Hal itu dikatakan Jamartin Sihite, CEO Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS), dalam keterangan tertulisnya, Kamis (16/2).

"Kami mengutuk keras pembunuhan satu individu orangutan dewasa oleh 10 pekerja perkebunan kelapa sawit di Kapuas, Kalimantan Tengah. Kejadian ini menambah daftar panjang konflik antara manusia dan orangutan di wilayah perkebunan kelapa sawit," tegasnya.

Jamartin mengaku salut dan sangat menghargai respons cepat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan beserta jajarannya juga tim dari Kepolisian Resort Kapuas yang dengan sigap menanggapi laporan dan segera mengamankan 10 pelaku.

Menurutnya penting bagi semua pihak untuk menyadari bahwa kasus seperti ini seringkali berakhir tanpa ketuntasan yang jelas dan beritanya tenggelam dalam hiruk pikuk berbagai situasi negara ini.

"Maka kami mengajak seluruh pemangku kepentingan, termasuk masyarakat dan para pemerhati, untuk terus memantau dan mengawal proses hukum terhadap pelaku, sampai tuntas," katanya.

Penegakan hukum yang tegas perlu dijalankan dengan memberi hukuman yang setimpal bagi pelaku yang memberi efek jera agar kejadian seperti ini tidak terus terulang. Karena itu harus hentikan tindakan-tindakan yang keji dan tidak sepantasnya dilakukan seperti ini.

Jamartin menambahkan, tak hanya dilindungi Undang-undang, orangutan juga jelas-jelas bukan satwa yang layak untuk dikonsumsi, sehingga tindakan pembunuhan orangutan dan kemudian mengonsumsinya ini amat sangat keji dan menunjukkan betapa manusia tidak menghargai lingkungan dan seisinya.

"Kenyataan bahwa perusahaan tempat ke-10 pelaku bekerja merupakan anak perusahaan dari grup kelapa sawit asing yang tergabung dalam RSPO, membuat kami mengimbau perlu adanya tindakan tegas dari RSPO dan penyuluhan intensif kepada pekerja dan masyarakat sekitar kebun kelapa sawit bahwa orangutan itu satwa yang dilindungi dan ada hukuman bagi siapa saja yang menyebabkan kematian orangutan," ujarnya.

Yayasan BOS. jelas Jamartin, menganggap kasus seperti ini ibarat puncak gunung es dari seluruh tindakan pelanggaran hukum terkait pembunuhan satwa liar yang dilindungi. Banyak kasus serupa yang terjadi, tetapi ditutup rapat dan tidak pernah dilaporkan, sehingga kalaupun pada akhirnya terbongkar, bukti-buktinya hanya tinggal tulang belulang dan sulit melacak siapa pelakunya.

"Oleh karena itu, kami pun sangat menghargai pihak-pihak yang dengan kesadaran hukum yang tinggi telah melaporkan peristiwa ini kepada aparat yang berwenang, meskipun mungkin pelapor menghadapi beragam risiko. Indonesia memerlukan lebih banyak pihak pemberani seperti ini, agar “gunung es” yang tidak terlihat itu akhirnya bisa terungkap secara tuntas," pungkas Jamartin. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya