Polda Bali Layangkan Surat Panggilan Kedua untuk Munarman

Arnoldus Dhae
11/2/2017 17:24
Polda Bali Layangkan Surat Panggilan Kedua untuk Munarman
(ANTARA/AKBAR NUGROHO GUMAY)

SETELAH mangkir dari panggilan pertama pada Jumat (10/2) kemarin, penyidik Ditreskrimsus Kepolisian Daerah Bali kembali melayangkan surat panggilan kedua untuk Juru Bicara Front Pembela Islam (FPI) Munarman.

Kabid Humas Polda Bali AKBP Hengky Widjaja menjelaskan, surat panggilan kedua sudah dikirim langsung ke rumah Munarman hari ini.

"Surat panggilan kedua itu diantar langsung oleh penyidik ke rumah tersangka Munarman. Surat itu diterima langsung oleh istri Munarman dan penyidik sudah menerima tanda bukti penerimaan surat tersebut," ujarnya di Denpasar, Sabtu (11/2).

Ia menjelaskan, surat panggilan kedua itu langsung diantar oleh penyidik setelah Munarman mangkir dari panggilan pertama untuk diperiksa sebagai tersangka pencemaran nama baik Pecalang (polisi adat) Bali.

Dalam surat panggilan kedua itu, lanjut Hengky, Munarman dijadwalkan untuk diperiksa pada 14 Februari mendatang di Ditreskrimsus Polda Bali pukul 10,00 Wita. Penyidik berharap agar jubir FPI itu bersikap kooperatif. Jika sampai dengan 14 Februari tidak ada keterangan, seluruh proses hukum akan ditegakkan.

"Bila sampai dengan 14 Februari tidak ada keterangan atau kesediaan untuk datang ke Polda Bali, maka prosesnya adalah akan dikeluarkan perintah untuk membawa secara paksa. Proses itu akan ditempuh karena panggilan sudah dilayangkan dua kali," ujarnya.

Bila sudah ada upaya paksa tetapi yang bersangkutan tidak juga kooperatif, sangat dimungkinkan tersangka untuk ditahan. Pasalnya, ancaman hukuman bagi Munarman di atas lima tahun.

Ia juga menjelaskan terkait dengan berita yang menyebutkan bahwa tim kuasa hukum Munarman telah mendatangi Mabes Polri untuk mengajukan surat keberatan penetapan Munarman sebagai tersangka. Selain itu, Munarman juga keberatan menjadi tersangka melihat statusnya sebagai anggota organisasi profesi Peradi. Ia juga mengajukan praperadilan atas statusnya tersebut.

Menurut Hengky, seluruh fasilitas hukum tersebut merupakan hak yang bersangkutan sebagai warga negara.

"Silakan saja. Itu hak setiap warga negara untuk melakukannya. Namun harus diingat agar seluruh warga negara juga sama di depan hukum," ujarnya.

Terkait dengan keberatan soal Munarman sebagai anggota Peradi, ia menjelaskan penetapan Munarman sebagai tersangka bukan dalam kapasitas Munarman sebagai anggota Peradi, tetapi murni sebagai tersangka dugaan kasus pencemaran nama baik dan fitnah terhadap Pecalang.

"Biarlah pengadilan yang memutuskan proses penetapan tersangka itu sah secara hukum atau tidak," ujarnya. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya