Debat Ricuh karena Warna Peci

Ferdian Ananda Majni
11/1/2017 07:39
Debat Ricuh  karena  Warna Peci
()

DEBAT kandidat tiga pasangan calon bupati dan calon wakil bupati Pidie di Hotel Grand Blang Asan Sigli, Aceh, kemarin, berujung ricuh.

Sesuai surat undangan yang diedarkan Komisi Independen Pemilihan (KIP) Pidie, acara debat kandidat seharusnya dimulai pukul 08.30 WIB. Tapi, sampai pukul 10.30 belum juga dimulai.

Komisioner KIP Pidie Heri Saputra, menjelaskan, molornya debat kandidat karena masalah teknis. Massa setiap kubu cabup dan cawabup memaksa menyaksikan debat secara langsung dan menggunakan atribut pasangan di ruangan debat.

Sebelum debat dimulai, KIP Pidie memang menegur pasangan nomor urut 2 Roni Ahmad (Abuchik)-Fadhlullah T M Daud karena penggunaan atribut dukungan berupa peci merah. Tidak terima, massa Roni-Fadhlullah pun melakukan aksi walk out.

Saat berada di luar hotel, mereka bentrok dengan massa pasangan nomor urut 3, Sarjani Abdullah-M Iriawan. Akibatnya, salah seorang pendukung Sarjani Abdullah terkena pukulan dalam kericuhan tersebut.

Sesuai aturan yang disepakati, Ketua KIP Ridwan menegaskan, massa pendukung masing-masing kandidat tidak boleh menggunakan atribut dukungan, termasuk peci merah, peci hitam dan semua jenis peci.

“Hasil kesepakatan kita peci tidak boleh digunakan, kecuali pasangan calon bupati dan wakil bupati boleh menggunakan peci. Termasuk komisioner KIP harus menanggalkan peci,” kata Ridwan di hadapan cabup dan cawabup dan pendukung.

Namun, menurut Muharramsyah, kuasa hukum Roni-Fadhlullah, peci merah yang digunakan pihaknya bukanlah atribut sebagaimana yang dituduhkan KIP.

“Bentuk larangan yang diberikan KIP tidak dilakukan secara tertulis. Sehingga Roni Ahmad dan Fadhullah bersama pendukung memilih meninggalkan ruang debat,” pungkasnya.

Zona terlarang
Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) Kota Langsa, Aceh, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) dan Kepolisian setempat menertibkan Alat Peraga Kampanye (APK) milik pasangan calon Gubernur dan Wali Kota Langsa yang dipasang di zona terlarang.

APK yang diturunkan, khusus yang dipasang di tempat-tempat terlarang seperti tiang listrik, tiang telkom, ruas jalan, fasilitas umum, gapura dan pintu masuk jalan serta lorong.

“Sebelumnya kami dari Panwaslih telah mengingatkan kepada para calon kandidat dan masing-masing tim sukses agar menertibkan sendiri alat peraga kampanye di zona terlarang. Namun imbauan tersebut tidak digubris,” kata Ketua Panwaslih Langsa, Agus Syahputra.

Peringatan memindahkan APK juga dikeluarkan Panwas Pilkada Kota Yogyakarta kepada KPU setempat. Banyak ditemukan alat peraga sosialisasi dari KPU berupa spanduk dan umbul-umbul yang justru dipasang di pohon, tiang listrik atau tiang telepon dan fasilitas umum lainnya.

“Pemasangan seperti itu menyalahi aturan. Bagaimanapun juga, KPU Yogyakarta terlibat dalam menyusun aturan mengenai pemasangan alat peraga kampanye yang benar. Namun, mereka justru melanggarnya sendiri. Ini lucu,” kata Ketua Panwas Pilkada Yogyakarta Muhammad Agus Yasin.

Ketua KPU Kota Yogyakarta Wawan Budiyanto beralasan, pekerjaan pemasangan alat peraga sosialisasi dilakukan oleh pihak ketiga. Ia memastikan akan segera memindahkan alat peraga sosialisasi yang dipasang tidak sesuai aturan tersebut. (AU/N-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya