Menyambung Asa di Sekolah Tenda

Amiruddin Abdullah/N-4
30/12/2016 03:01
Menyambung Asa di Sekolah Tenda
(MI/AMIRUDDIN ABDULLAH REUBEE)

JARUM jam menunjukkan pukul 09.30 WIB saat Media Indonesia menyambangi deretan tenda berwarna putih berukuran sekitar 4 x 8 meter di halaman bekas SD Negeri Peulandok Tunong, Kecamatan Trienggadeng, Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, kemarin.

Di atas pintu masuk tenda terpal sederhana itu terlihat lambang tut wuri handayani dengan logo Unicef di bawahnya.

SD Negeri Peulandok Tunong termasuk salah satu bangunan yang terkena dampak gempa tektonik 6,5 Skala Richter (SR) yang terjadi Rabu (7/12) lalu.

Gempa kala subuh itu meratakan bangunan sekolah dalam sekejap.

"Setelah gempa, kami belajar di tenda darurat ini," ucap Tihajar,56, Kepala SD Negeri Peulandook Tunong.

Meski terhitung sebagai korban gempa, Tihajar bersama 8 guru PNS, 1 guru honor daerah, dan 6 guru bakti berbesar hati dan berusaha tabah.

Para guru tetap mengajari para murid walau keluarga mereka harus mengungsi.

Tak hanya guru-guru, ketabahan luar biasa juga ditunjukkan para murid.

Hari itu, dari jumlah 93 murid yang terdaftar, hanya 2 orang tidak hadir karena sakit.

Tidak ada bangku dan kursi tempat mereka belajar.

Semuanya duduk lesehan berlantai karet plastik jemuran atau berbaring.

Mulai kelas 1 hingga kelas 6 dikumpulkan dalam satu tenda.

Sebuah kipas angin sedikit memberikan udara sejuk meski tidak mampu mendinginkan hawa panas yang terperangkap dalam tenda plastik sekitar 2,5 meter itu.

Dari balik jendela tenda mirip jaring kelambu itu, puluhan siswa terlihat riang gembira saat menorehkan lukisan di lebaran buku gambar.

Sebagian anak laki-laki melukiskan mobil bus dan pemandangan alam, sawah berlatar belakang pegunungan, sedangkan perempuan banyak menggambar bunga-bunga dalam pot.

"Pelajaran menggambar paling disukai anak-anak. Untuk menghibur supaya tidak jenuh dan teralih dari rasa trauma akibat gempa mereka kami anjurkan menggambar gambar suka hati," kata Tihajar.

Ketika suasana mulai membosankan, anak-anak itu pun bernyanyi bersama.

"Yang penting mereka mau sekolah. Pelajarannya tergantung suasana."

Kondisi sekolah di pedalaman Pidie Jaya itu memang tidak memungkinkan untuk beraktivitas layaknya sekolah normal.

Gedung, bangku, kursi, dan papan tulis ikut musnah bersama bangunan lain.

Belum lagi buku paket serta alat peraga lainnya hancur.

Tihajar mengatakan semua anak didiknya merupakan korban gempa bumi. Kondisi perekonomian orangtua mereka pun ikut terpuruk.

"Karena itu, jika ada yang ingin membantu, anak-anak di sini sangat membutuhkan peralatan sekolah, antara lain sepatu, buku paket, buku tulis, jilbab, tenda, papan tulis, dan alat tulis lainnya. Bisa juga kipas angin," tutup Tihajar.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya