140 Perusahaan di Jabar Ajukan Penangguhan UMK

Bayu Anggoro
26/12/2016 16:27
140 Perusahaan di Jabar Ajukan Penangguhan UMK
(ANTARA/Adeng Bustomi)

SEBANYAK 140 perusahaan di Jawa Barat mengajukan penangguhan pemberlakuan upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2017. Mereka merasa tidak sanggup menaikan upah karyawannya sebesar 8,25% sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jabar Ferry Sofwan mengatakan, hingga batas penerimaan penangguhan UMK pada 21 Desember kemarin, tercatat 140 perusahaan yang mengajukan hal tersebut. Adapun perusahaannya berasal dari sejumlah kawasan industri seperti di Bekasi dan Bogor.

Daerah-daerah tersebut memiliki UMK yang tergolong tinggi dibanding daerah lainnya di Jabar. Namun, dia mengaku belum mengetahui perusahaan-perusahaan tersebut bergerak di sektor apa saja.

Saat ini pihaknya masih mengelompokan jenis-jenis usaha yang mereka lakukan. "Baru rekap per daerahnya," kata Ferry saat dikonfirmasi di Bandung, Senin (26/12).

Pemeriksaan terhadap perusahaan-perusahaan itu dilakukan dengan mencocokan data-data yang diberikan dengan fakta di lapangan. Setelah dilakukan verifikasi, lanjut dia, pihaknya akan menentukan perusahaan mana saja yang upaya penangguhan UMK-nya diterima.

"Nanti akan ditetapkan melalui Keputusan Gubernur," katanya seraya mengaku belum mengetahui apakah jumlah perusahaan ini meningkat atau tidak dibanding pemohon penangguhan UMK tahun sebelumnya. Lebih lanjut dia katakan, pihaknya menargetkan penetapan UMK sektoral bisa dilakukan pada pekan ini.

Hal ini harus segera dipenuhi mengingat UMK sektoral ini mulai diberlakukan pada 1 Januari mendatang. Menurutnya, saat ini terdapat 12 kabupaten/kota di Jabar yang mengajukan UMK sektoral.

Namun, dari jumlah tersebut hanya 10 daerah yang sudah memasukan berkas administrasinya yakni Kabupaten Cianjur, Indramayu, Sukabumi, Bogor, Kota Sukabumi, dan Depok.

Sedangkan daerah yang berkas UMK sektoralnya belum dinyatakan lengkap diantaranya Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi. Ini dikarenakan asosiasi perusahaan dan buruh belum sepakat mengenai besarannya.

"Untuk dua daerah lainnya, yakni Kabupaten Karawang dan Kota Bandung masih membahasnya," kata dia. Jika pada 1 Januari nanti belum tuntas juga, menurutnya para pihak terkait masih bisa melakukan pembahasan.

Namun, hak kenaikan upah kepada buruh harus tetap diberikan mulai 1 Januari. "Jadi nanti kalau misalnya pembahasan baru selesai 1 Mei, perusahaan wajib merapelkan selisihnya dari Januari sampai Mei," ujarnya.

Hal ini berkaca pada pengalaman 2016 lalu ketika pembahasan UMK sektor minyak dan gas di Kabupaten Indramayu belum menemukan titik temu hingga
penetapan dilakukan pada bulan Mei. Setelah penetapan, saat itu perusahaan membayar kewajiban kepada karyawannya mulai dari Januari hingga Mei.

"Besaran UMK sektoral beda-beda. Besarannya 2-7% dari UMK, tergantung kesepatakan mereka (perusahaan dan pekerja)," katanya.

Menurut dia, selain menambah penghasilan buruh, adanya UMK sektoral ini untuk meningkatkan profesionalitas pekerja. Pendapatan pekerja dari perusahaan sesuai dengan profesionalisme yang diberikan serta kondisi perkembangan industri sektoral tersebut.

"Itu yang diminta oleh teman-teman pekerja, supaya pekerja meningkatkan profesionalisme dan produktivitas mereka," pungkasnya. (OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya