Bergaji Tinggi, tetapi masih Cari Usaha Sampingan

Cikwan Suwandi
26/12/2016 08:58
Bergaji Tinggi, tetapi masih Cari Usaha Sampingan
(Suherman (kiri), 39, buruh pabrik bersama putranya menonton televisi di ruang tamu di rumahnya di Karawang---MI/Cikwan Suwandi)

SUHERMAN, 39, merebahkan badannya di kasur yang digelar dalam ruang tamu berukuran 2 x 4 meter. Ia mencoba melepas penat sepulang kerja lewat hiburan murah yang didapatnya dari layar televisi berukuran 14 inci.

Tak jauh dari Suherman, sang istri, Eni Suherni, 37, sibuk menyiapkan sarapan pagi. Sementara itu, lima anak Suherman bersiap pergi ke sekolah. Dengan handuk yang sama, mereka bergiliran masuk ke kamar mandi yang berukuran sangat sempit. Tiga anak merupakan anak kandung Suherman dan Eni, sedangkan dua lainnya anak kakaknya.

Rumah warisan orangtuanya yang berukuran 4 x 7 meter itu hanya beralas pelesteran semen. Ia bersyukur tak dipusingkan dengan tagihan kontrakan seperti yang dialami kebanyakan buruh pekerja.

Sudah 20 tahun warga Kampung Candrasari RT02/02 Desa Wadas Kecamatan Telukjambe Timur, Karawang, Jawa Barat, itu mengadu nasib menjadi buruh di perusahaan kertas PT Pindo Deli Pulp And Paper Mills.

Sebagai pegawai harian di bidang produksi, saat masuk ia hanya dibayar Rp11 ribu per hari. Kini gajinya Rp3,8 juta per bulan. Setiap hari, Suherman mengeluarkan uang Rp50 ribu untuk dua kali makan dan Rp20 ribu untuk bensin. Biaya listrik Rp200 ribu, air PDAM Rp100 ribu, dan cicilan sepeda motor Rp450 ribu.

"Ada satu motor saja sudah sempit. Ruang tamu jadi tempat anak-anak tidur. Punya rumah sudah kayak tempat indekos," kata Suherman tersenyum kecut saat ditemui Media Indonesia, Rabu (21/ 12) lalu.

Suherman mengungkapkan perjuangan untuk mendapatkan gaji Rp3,8 juta butuh dua tahun dengan menuntut hak yang sama kepada perusahaan. "Awalnya kita hanya mendapat gaji paling besar Rp2 juta, berbeda dengan mereka yang karyawan yang tidak melalui yayasan. Padahal kalau beban pekerjaan juga sama," ucap Suherman,

Selain itu, ia tidak memiliki tunjangan seperti uang makan dan pesangon saat pensiun meski sudah bekerja 20 tahun. "Yayasannya berubah terus. Kita juga harus kembali mengurus BPJS atau Jamsostek yang baru. Jadi selama lima tahun kita membayar BPJS di yayasan sebelumnya jadi hangus," bebernya.

Kerja sampingan pun dilakoninya, dari servis telepon hingga menjadi marketing freelance sebuah bank swasta di Bekasi. Setiap nasabah yang pinjam Rp45 juta, ia bisa mendapatkan komisi Rp1 juta.

Karawang, wilayah Suherman bekerja, tercatat sebagai daerah dengan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2017 tertinggi di Indonesia sebesar Rp3,6 juta. Ini menimbulkan ketakutan pada investor, terutama sektor padat karya.

Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana menepis hal itu. "Kita sudah berkomunikasi dengan Apindo dan Kadin. Mereka mengaku tak masalah," sebutnya.

Untuk memberikan kenyamanan lebih kepada investor, Cellica berkomitmen memberikan izin investasi yang cepat dengan biaya murah pada 2017 nanti.(N-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya