Setop Pembelian Alutsista Usang

Marcelinus Kelen
19/12/2016 06:00
Setop Pembelian Alutsista Usang
()

TIDAK hanya menyampaikan dukacita mendalam, Presiden Joko Widodo menaruh harap kecelakaan pesawat TNI-AU seperti yang menimpa Hercules C-130 yang jatuh di Gunung Lisuwa, Distrik Minimo, Kabupaten Jayawijaya, Papua, kemarin pukul 06.09 WIT tidak terulang kembali di kemudian hari.

'Kita kembali berduka atas jatuhnya pesawat TNI-AU di Wamena. Akar masalah harus dapat diatasi agar tidak terulang lagi-Jkw'.
Demikian tweet (cicitan) Jokowi yang diunggah di akun Twitter miliknya, kemarin sekitar pukul 12.30 WIB.

Pesawat hibah dari Australia yang datang pada 2016 itu mengudara dari Pangkalan TNI-AU Abdulrachman Saleh, Malang, Sabtu (17/12) pukul 04.00, dengan 12 kru, seorang penumpang anggota Satuan Radar 242 Biak Kapten Rino, dan 12 ton logistik.

Hercules dengan nomor lambung A-1334 itu dijadwalkan tiba kembali ke Malang Rabu (21/12).

Burung besi buatan 1980-an itu menghunjam bumi tidak jauh dari Bandara Wamena sehingga menewaskan 12 kru dan seorang penumpang.

Mereka ialah pilot Mayor Pnb Marlon Kawer, kopilot Kapten Pnb Hontian Saragih, kopilot Lettu Pnb Hanggo Fitradhi, Lettu Nav Arif Fajar Prayogi, Peltu Lukman Hakim, Peltu Suyata, Peltu Kusen, Peltu Agung Tri, Pelda Agung S, Serma Khudori, Serma Fatoni, Serda Suyanto, dan Kapten Rino.

Saat menanggapi keprihatinan Jokowi tersebut, Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf mendesak pemerintah menyetop pembelian alutsista yang sudah usang.

Selain kerap tidak laik pakai dan perawatannya mahal, lanjut Al Araf, pembelian alutsista usang tidak sepenuhnya bebas korupsi.

Terlepas penyebab kecelakaan yang belum diketahui, lanjut Al Araf, tidak dimungkiri 60% alutsista TNI saat ini tidak laik pakai.

"Hasil kajian hanya 40% yang laik pakai. Modernisasi TNI jangan mengandalkan alutsista usang karena tingginya potensi kecelakaan."

Pengamat penerbangan Dudi Sudibyo melihat keterbatasan anggaran sebagai faktor yang juga tidak dapat diabaikan dalam mengelola pesawat militer.

"Saat itu Indonesia punya anggaran terbatas untuk membeli pesawat baru. Namun, yang paling penting faktor manajemen. Dalam arti, bujet cukup atau tidak. Kalau tidak, ya, akan terjadi lagi. Di luar itu keterampilan teknisi," kata Dudi.

Soal penyebab kecelakaan, menurut Dudi, faktor dominan adalah cuaca. "Data yang saya dapat ada kabut tebal, tetapi harus diinvestigasi lagi."

Program dihentikan

Wakil KSAU Marsekal Madya Hadiyan Sumintaatmadja mengakui kondisi Hercules yang mengudara dalam misi latihan peningkatan kemampuan penerbang itu masih laik terbang.

Dia memperkirakan kecelakaan Hercules disebabkan faktor cuaca.

"Pesawat dalam kondisi laik terbang. Waktu terbangnya masih ada 69 jam sebelum masuk prosedur pemeliharaan. Begitu pula kru pesawat dinyatakan laik terbang. Perkiraan awal, kecelakaan karena cuaca. Alasan ini jangan menjadi patokan karena ada lima faktor yang harus diinvestigasi, yakni manusia, material, media, misi, dan manajemen."

Kendati demikian, Hadiyan menambahkan program peningkatan kualifikasi penerbang di Bandara Wamena dihentikan sementara.

Menurut dia, kelanjutan latihan penerbangan dilanjutkan setelah TNI-AU selesai melakukan evaluasi kejadian nahas di Papua tersebut.

"Salah satu misi kru Hercules di Papua adalah melatih penerbang agar mampu mengoperasikan pesawat di mana pun pangkalan berada." (Pol/Deo/Sat/BN/Ant/X-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya