Mahfud MD: Polisi Harus Transparan Tangani Kasus Makar

Ardi Teristi Hardi
02/12/2016 18:50
Mahfud MD: Polisi Harus Transparan Tangani Kasus Makar
(MI/Susanto)

KEPOLISIAN Negara Republik Indonesia menangkap 10 orang yang diduga akan melakukan makar terkait aksi doa bersama Jumat (2/12). Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menyatakan, polisi harus transparan dalam kasus tersebut.

"Kalau ada beberapa bukti awal, ya kita tidak bisa menolak (dugaan polisi tersebut). Tidak bisa menyalahkan polisi juga (atas tindakan penangkapan) asal ada buktinya," kata Mahfud di Kompleks Kepatihan, Jumat.

Menurut Mahfud, tuduhan makar merupakan tuduhan yang serius sehingga proses menangkapnya juga serius. Syarat seseorang dituduh makar harus betul-betul serius, jangan sampai mematikan hak-hak politik orang.

"Kalau memang makar diumumkan saja apa langkahnya (pelaku melakukan makar), kalau tidak ya segera dilepas. Iya harus transparan," kata dia.

Menurut Mahfud, tidak benar jika makar dengan kegiatan politik, misalnya dikaitkan dengan aksi doa bersama. Tindakan makar merupakan langkah-langkah untuk menjatuhkan pemerintah secara tidak sah atau melanggar hukum.

Jika hal-hal tersebut dilakukan, itu memang bisa ditindak. Bahkan dalam bentuk tindakan preventif sekalipun. Artinya, belum melakukan apa-apa, tetapi gerakannya sudah nyata bisa dilakukan.

Mahfud mengaku mendapat kabar tentang Rachmawati Soekarnoputri bersama beberapa orang tadi malam telah merencanakan akan menuju ke MPR hari ini untuk memaksa MPR bersidang (istimewa).

Menurut dia, tindakan Rachmawati itu bukan makar. Ia menyebut, Rachmawati dan kawan-kawannya tersebut tidak paham bahwa MPR sekarang tidak seperti dulu.

"Sekarang memaksa MPR memberhentikan Presiden tidak bisa. Dulu waktu zaman Harmoko (Menteri Penerangan Orde Baru, bisa MPR dipaksa bersidang, tetapi sekarang tidak bisa. Karena UUD (Undang-Undang Dasar)-nya sudah berubah," kata dia.

Hal yang sama juga terjadi pada Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Gus Dur, lanjut dia, jatuh pada 2001 sebelum UUD hasil amendemen yang sekarang ada. UUD hasil amendemen baru berlaku setelah hasil Pemilu 2004.

Menurut dia, sekarang MPR tidak boleh memberhentikan Presiden tanpa melalui impeachment. Artinya, sidang MPR baru bisa dilakukan dari proses pendakwaan dulu di DPR, lalu pendakwaan dibawa dan diputus oleh MK.

Setelah itu, prosesnya kembali dilakukan di DPR dan diserahkan ke MPR untuk melakukan sidang. Jika meminta MPR bersidang dengan cara menduduki MPR dan memaksa bersidang, kata dia, itu tidak ada prosedurnya.

"Bahkan, kalau MPR-nya menerima mereka dan melakukan itu, MPR-nya bisa dianggap makar," pungkas Mahfud. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya