Ngawi Bidik Pasar Ekspor Beras Organik

Tesa Oktiana Surbakti
15/11/2016 13:48
Ngawi Bidik Pasar Ekspor Beras Organik
(ANTARA)

SELAIN pasar domestik, pasar global pun semakin menggemari bahan makan organik. Hanya saja, lahan pertanian berbasis organik tanpa kontaminasi kimia kian tegerus.

Bupati Ngawi Budi Sulistyono menuturkan pemerintah setempat tengah membidik pasar global. Utamanya memasarkan beras organik seiring digalakkannya pertanian dengan mekanisme organik di wilayah yang menjadi salah satu lumbung padi nasional.

"Pasar memang potensial ya, cuman tantangan di awal bagaimana meyakinkan petani mau bertani dengan mekanisme organik. Karena proses peralihan dari yang semula memakai unsur kimiawi ke organik, cukup rumit. Prosesnya juga harus sesuai standarisasi dari lembaga sertifikasi," tutur Budi saat berbincang dengan media di Desa Kletekan, Ngawi, Jawa Timur, Senin (14/11).

Pihaknya optimistis semakin banyak petani yang tergerak untuk mengimplementasikan sistem organik. Tidak hanya sekedar gencar mempersuasi, pemerintah setempat pun telah menyediakan subsidi meliputi pelatihan, pemberian bibit dan pupuk hingga menanggung biaya sertifikasi.

Hal itu mengingat risiko memulai pertanian organik lebih tinggi ketimbang konvensional, termasuk di antaranya penurunan produksi sampai 50% pada panen pertama. Namun, pada panen selanjutnya, tingkat produktivitas akan kembali normal.

Saat ini produksi beras organik belum begitu masif namun perlahan terus meningkat dengan rata-rata produksi 210 ton per tahun. Adapun total produksi beras di Ngawi berkisar 770-780 ribu ton per tahun.

"Produksinya masih sedikit bila dibandingkan beras konvensional. Tapi ini akan terus meningkat. Sembari kita terus lakukan sertifikasi (lahan pertanian organik), sekarang pasar ekspor tengah dijajaki," jelasnya.

Dia kembali menekankan sertifikasi memegang peranan penting dalam memasarkan beras organik ke pasar global yang identik dengan ketatnya standardisasi.

Maka dari itu, sambung dia, pemda belum mematok target volume ekspor. Pasar yang dibidik masih skala regional ASEAN, seperti Singapura dan Thailand.

"Sekarang ini pasar global banyak yang cari bahan makanan organik. Sekarang semakin jarang budidaya tanpa kandungan kimiawi, makanya potensi ini harus kita tangkap," imbuh Budi sekaligus mengungkapkan perluasan pasar domestik turut menjadi atensi.

Penanggung jawab Komunitas Ngawi Organic Center (KNOC) Kastam mengamini legitnya bisnis berat organik. Pasalnya, rata-rata harga jual beras organik dua kali lipat lebih tinggi, yakni Rp14-15 ribu per kilogram (kg), bila dibandingkan beras konvensional Rp8-9 ribu per kg.

Untuk beberapa varietas seperti beras cokelat dan hitam, harganya jauh lebih menggiurkan Rp25-30 ribu per kg.

Lebih menguntungkan lagi biaya produksi pertanian relatif murah lantaran tidak tergantung pupuk kimia. KNOC yang menaungi petani organik lokal kini tengah gencar mengirimkan sampel beras organik ke sejumlah negara.

"Sampel dikirim dalam bentuk kemasan. Sudah ke beberapa negara, misalnya Taiwan dan Singapura. Jadi kita ingin mereka melihat kualitas beras organik dari Ngawi sebelum nantinya memulai perjanjian jual beli," kata Kastam saat ditemui di KNOC yang berlokasi di Desa Guyung.

Kastam menegaskan petani lokal yang tergabung dalam KNOC kian serius membidik pasar ekspor, di samping tetap menjaga pasar domestik. Itu dibuktikan dengan membuat pertanian terintegrasi dari hulu hingga hilir. Dalam artian, petani tidak hanya lihai bercocok tanam, namun mereka memiliki kemampuan membuat pupuk organik dari kotoran ternak yang dipelihara. Kemudian, kemampuan meracik obat hama ramah lingkungan dengan adanya fasilitas laboratorium. Bahkan, KNOC dilengkapi fasilitas pengemasan produk demi menjaga kualitas. NOC pun telah menjadi wadah pemelajaran bagi petani setempat dan berbagai daerah yang ingin beralih menjadi petani organik. Usai mendapatkan sertifikasi pada 2013 lalu, Kastam mengungkapkan keuntungan berjualan beras organik mencapai Rp1,5 miliar per tahun. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya