Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
ANGIN sepoi-sepoi yang berhembus membuat siang agak sejuk. Apalagi berada di bawah rerimbunan pohon di sekitar Situ Elok yang berada di Desa Pernasidi, Kecamatan Cilongok, Banyumas, Jawa Tengah (Jateng).
Sejumlah warga tampak berada di pinggiran untuk memancing ikan. Sebagian di antara mereka sengaja bersantai di bawah pohon sambil memandang Situ Elok seraya menyeruput es kelapa muda yang dijual para pedagang.
Sesuai namanya, Situ Elok memang elok untuk wisata. Situ atau danau kecil alami tersebut merupakan penampung air dari sejumlah mata air yang masuk.
"Situ Elok merupakan kawasan danau kecil alami yang terbentuk sejak dulu kala. Namun, dalam perkembangannya, Situ Elok mengalami pendangkalan. Pada 2008 dan 2010 silam, sudah ada upaya untuk memagari Situ Elok agar sedimentasi dapat dikendalikan serta melakukan pengerukan bersama dengan Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Jateng," kata Kepala Desa Pernasidi Sunarso, Selasa (15/11).
Revitalisasi memang diperlukan. Sebab, kalau dibiarkan, Situ Elok yang memiliki luas 1,2 hektare (ha) itu bakal menjadi daratan. Dampaknya, akan banyak masyarakat di sejumlah desa seperti Pernasidi, Cipete, dan Batuanten akan kesulitan mengairi areal sawah mereka.
"Air di Situ Elok sangat dibutuhkan bagi masyarakat, khususnya petani, di Desa Cipete dan Batuanten. Ada puluhan hektare sawah yang membutuhkan pasokan air dari Situ Elok. Karena itu, kami berharap revitalisasi Situ Elok terus berlangsung dan airnya bisa mengalir sampai jauh. Dengan adanya pengerukan, air akan terus mengalir dan hal tersebut menghindarkan rebutan air oleh para petani, khususnya saat kemarau tiba," imbuh Sunarso.
Sementara itu, warga sejumlah desa di Wlahar Kulon dan Sokawera, Kecamatan Patikraja, Banyumas juga mulai merasakan dampak setelah dibangunnya infrastruktur pompa air yang menyedot Sungai Serayu untuk areal pertanian milik mereka.
Dulu, setiap musim kemarau, warga hanya menelantarkan areal sawahnya karena tidak ada pasokan air. Ironisnya, daerah tersebut sangat dekat dengan Sungai Serayu yang melimpah airnya sepanjang tahun.
Pada 2015 lalu, Pemprov Jateng mengalokasikan anggaran Rp7,9 miliar untuk membangun infrastruktur pompa air dan saluran irigasi. Ada sekitar 150 ha areal sawah yang musim kemarau ditelantarkan, kini bisa ditanami.
"Hasilnya, sawah yang semula kering pada musim kemarau, kini dapat ditanami kembali. Padahal, dulu areal sawah di kawasan setempat hanya dapat panen sekali dalam setahun. Kini, kami bisa panen padi dua kali dalam setahun dan sekali panen palawija. Dengan adanya pasokan air yang lancar, maka hasil panen juga meningkat. Misalnya, saya memiliki sawah seluas 2.100 meter persegi, pada saat sawah tanah hujan hasilnya hanya 1 ton, sekarang dengan air irigasi menjadi 1,5 ton," ungkap Riyono, 45, salah seorang petani di Desa Wlahar Kulon.
Keberadaan situ atau embung, ternyata juga mengubah lahan kritis menjadi areal produktif seperti pengalaman di Desa Kalibagor, Kecamatan Kalibagor, Banyumas. Embung Kalibagor yang dibangun di wilayah perbukitan kering tahun 2012 silam, telah mengubah lahan kritis menjadi produktif.
"Sebelum adanya pembangunan embung di sini, areal perbukitan Kalibagor ini sangat gersang. Hanya sejumlah tanaman yang dapat tumbuh, di antaranya singkong. Itu pun tidak maksimal hasilnya. Tetapi dengan adanya pembangunan embung dengan ukuran 90x45 meter dengan kedalaman 2,5 meter yang mampu menampung air hingga 8 ribu kubik air itu, telah mengubah lahan kritis jadi produktif," tutur Perangkat Desa Kalibagor Sumanto.
Menurutnya, air dari embung kini dapat dialirkan hingga 2-3 kilometer atau dari atas bukit ke pedesaan dan fungsi khususnya untuk mengairi areal perkebunan kelengkeng.
"Dengan adanya embung, lahan dapat ditanami pohon kelengkeng. Ada 3.500 pohon kelengkeng yang ditanam pada areal 17 ha. Beberapa waktu lalu, telah panen perdana. Ada 150 pohon kelengkeng yang panen. Hasilnya, setiap pohon mampu memproduksi 9-10 kg. Dengan harga Rp25 ribu per kg, maka setiap pohon menghasilkan Rp200 ribu hingga Rp250 ribu. Dengan adanya embung, lahan kritis jadi produktif, sehingga kesejahteraan warga juga terangkat," ungkap Sumanto.
Ditemui secara terpisah, Kepala Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan (Dinpertanbunhut) Banyumas Tjutjun Sunarti mengatakan pembangunan embung, pembangunan infrastruktur pompa dan revitalisasi situ menjadi bagian penting untuk mendukung peningkatkan produksi pertanian.
"Ada sejumlah embung dan infrastruktur pertanian lainnya seperti instalasi pompa yang mampu meningkatkan produktivitas pertanian. Kami optimis, surplus beras di Banyumas tahun ini dapat dipertahankan, apalagi ditopang dengan pembangunan infrastruktur tersebut," katanya.
Tjutjun mengungkapkan kalau tahun ini, areal tanam padi di Banyumas bakal mencapai kisaran 69 ribu ha lebih. Jumlah poduksinya padi diperkirakan 393 ribu ton lebih gabah kering giling (GKG).
"Jumlah tersebut melebihi dari tingkat konsumsi beras di Banyumas. Surplus diperkirakan lebih dari 30 ribu ton beras. Sehingga, Banyumas menjadi salah satu lumbung pangan di Jateng," katanya.
Sementara Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Jateng Suryo Banendro menyambut baik kebijakan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo yang siap membangun 1.000 embung di Jateng.
"Jateng merupakan provinsi lumbung padi, sehingga harus terus ditingkatkan atau minimal dipertahankan agar terus surplus. Tahun ini saja, kami memprediksikan surplus mencapai 3,2 juta ton beras. Produksi diperkirakan mencapai sekitar 9,6 juta ton beras. Kalau dikurangi dengan konsumsi, masih ada surplus sekitar 3,2 juta ton beras. Tentu ke depan, infrastruktur pertanian seperti pembangunan embung akan mendukung sektor pertanian di Jateng," tambahnya.
Terus Bangun
Jumlah 1.000 embung yang bakal dibangun di Jateng terus diusahakan oleh seluruh pemangku kebijakan yang ada. Tidak hanya dari Pemprov Jateng saja, melainkan juga dari pemerintah pusat dan kabupaten serta BUMN dan swasta yang menyisihkan dana CSR-nya.
"Jadi 1.000 embung tersebut dikeroyok bareng-bareng pembangunannya. Dari pemerintah pusat melalui berbagai kementerian diproyeksikan 500 embung, kemudian 300 embung lainnya dari pemerintah daerah dan swasta serta BUMN yang menyisihkan dana CSR-nya. Lalu, 200 embung dibangun oleh Pemprov melalui Dinas Pengelola Sumber Daya Air (PSDA) Jateng," kata Kepala Dinas PSDA Jateng Prasetyo Budie Yuwono.
Menurut Prasetyo, ada tiga jenis waduk kecil atau embung yang dibangun. Embung-embung tersebut difungsikan paling utamanya untuk irigasi pertanian demi terciptanya kedaulatan pangan, untuk air baku maupun pengairan lahan sehingga mengubah areal kritis jadi produktif.
"Tiga tipe yang dibangun adalah embung mini yang biasanya di atas perbukitan. Embung tersebut berfungsi mengubah lahan yang sebelumnya kering dan kritis menjadi produktif dan dapat ditanami berbagai macam tanaman buah. Kedua adalah embung desa, di mana difungsikan untuk irigasi pertanian dan air baku dan ketiga adalah “long storage� yakni semacam bendung di sebuah sungai yang dibangun memanjang dengan ketinggian 1-1,5 meter. Fungsinya menabung air untuk kepentingan pengairan," jelasnya.
Menurut Prasetyo, pembangunan terus dilakukan. Bahkan, dari 200 embung yang menjadi target pembangunan Dinas PSDA Jateng, sudah ada 50 yang terbangun dan tersebar di sejumlah kabupaten di provinsi setempat.
"Kami akan terus membangun embung. Bahkan, Pemprov Jateng juga terus memperjuangkan pembangunan Waduk Matenggeng yang berada di perbatasan Jateng-Jabar. Meski hingga kini, masalah masih muncul yakni pembebasan tanah. Tetapi, upaya untuk membangun waduk yang diperkirakan bakal menampung sekitar 400-500 juta meter kubik atau merupakan waduk terbesar kedua di Jateng setelah Kedungombo terus dilakukan," tambahnya.
Pada bagian lain, pembangunan embung kecil juga kerap mendapat kendala, di antaranya adalah pembebasan tanah.
"Kerap terjadi pembangunan embung mendapati masalah, karena jika sudah mendapatkan lokasi pembangunan embung yang merupakan tanah desa, harus ada tanah pengganti. Selama ini, pembangunan cukup lancar meski kadang mencari tanah pengganti tidak mudah," ungkap Kepala Seksi Operasional dan Pemeliharaan Balai PSDA Serayu Citanduy Arief Sugiarto.
Pendekatan ke desa dan warga, lanjut Arief, sangat penting untuk memperlancar pembangunan embung. Apalagi sesungguhnya pembangunan embung untuk kepentingan warga mengatasi krisis air saat kemarau. Terutama bagaimana membuat produktivitas lahan pertanian meningkat demi menuju kedaulatan pangan. (OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved