Sewa Lapak Meningkat, Pedagang Milih Mogok Jualan

DW
14/11/2016 16:17
Sewa Lapak Meningkat, Pedagang Milih Mogok Jualan
(ANTARA)

PEMERINTAH Kota Palembang melalui Perusahaan Daerah Pasar Palembang Djaya menaikkan harga sewa lapak pasar tradisional. Disebut-sebut kebijakan itu dilakukan untuk menaikan PAD (pendapatan asli daerah) dan sesuai dengan Perwali No 25 tahun 2016 yang sudah resmi dikeluarkan Pemerintah Kota Palembang.

Akibat dari kebijakan itu, cukup banyak pedagang yang resah bahkan memilih demo dan menutup sementara lapak tempatnya berjualan atau mogok berjualan.

Sutarso, pedagang Pasar Sekip Ujung Palembang mengatakan sudah sejak lima tahun lebih ia berjualan di pasar tradisional.

"Selama ini hanya bayar Rp600.000 per tahun, tapi sekarang diminta Rp6 juta. Itu mengejutkan kami. Selama ini kan tidak sampai segitu," ungkap dia.

Karena itu, ia memilih berjuang dengan pedagang yang lain untuk berhenti berjualan sementara sampai ada informasi yang jelas dari pemerintah.

"Jika bayarannya semahal itu, bagaimana dengan keuntungan kami. Jelas ini akan sangat merugikan kami," ungkap dia.

Sama halnya dengan Mirwansyah, pedagang Pasar Tangga Buntung, ia mengungkapkan adanya kenaikan sewa lapak benar-benar menekan para pedagang. Sebab kenaikan harga sewa itu mencapai sepuluh kali lipat.

"Kami para pedagang sudah sepakat untuk mogok berjualan sementara. Kalau sampai ada kenaikan harga sewa maka seharusnya ada sosialisasi sebelum adanya kebijakan yang dibuat pemerintah. Kalau langsung tiba-tiba direalisasi, tanpa kami tahu, jelas ini yang membuat kami tak terima," tutur dia.

Tak hanya masalah kenaikan harga sewa, pedagang juga mengeluhkan karena sistem sewa yang tak lagi memperbolehkan bulanan, melainkan harus bayar per tahun. "Kalau sebelumnya kami masih boleh sewa bulanan, jadi meringankan kami. Kalau tahunan jelas ini akan memperberat," ungkap Ali,
pedagang di Pasar Kamboja.

Karena tidak setuju dengan adanya kebijakan tersebut, para pedagang memilih mendatangi Kantor Pemerintah Kota Palembang untuk meminta adanya kebijakan dalam menyelesaikan masalah itu.

Adapun sejumlah pedagang yang darang dari Pasar Kamboja, Pasar Sekip Ujung dan Pasar Tangga Buntung. Sebelumnya Pasar Padang Selasa dan Pasar 16 Ilir Palembang juga sudah melakukan hal itu lebih dulu.

Direktur Operasional PD Pasar Palembang Djaya, Febrianto mengatakan memang secara bergilir dan bergantian para pedagang mempertanyakan adanya kebijakan tersebut. Hanya saja, diakuinya hal itu adalah salah paham.

"Kita sedang dalam proses sosialisasi, namun sebelum semua pasar didatangi, ternyata ada kesalahpahaman. Kenaikan harga sewa memang terjadi, tapi bukan 10 kali lipat melainkan kenaikan hanya 100 persen saja," ungkap dia.

Adanya kenaikan sewa itu dikarenakan sejak tahun 70-an belum pernah ada kenaikan harga, dan saat ini sudah diatur dalam Perwali No 25 tahun 2016 yang mengatur hal itu. Febri menjelaskan sebagian besar pemilik kios yang mengelola pembayaran sewa kepada pedagang yang menyewa.

"Kami ingin menghindari adanya transaksi dengan pihak ketiga. Jadi pedagang bisa langsung membayar ke PD Pasar bukan ke pemilik kios. Dengan begitu, pembayaran yang masuk bukan lagi ke kantong pemilik kios, melainkan ke PAD atau kantong negara," ungkap dia.

Adanya kebijakan itu pasti tidak diterima, namun pedagang harus menerima karena itu demi kenyamanan para pedagang sendiri dan membantu pemasukan negara. Beban kenaikan sewa bukan sembarangan, melainkan ada beberapa zona yang diatur untuk kenaikan kios atau lapak tersebut.

"Ada 24 pasar yang kita kelola dan ini yang dinaikkan sewanya.
Sebenarnya masih banyak lagi pasar di Palembang, namun yang lain adalah pengelolaan swasta. Dan di pasar milik swasta, biaya sewanya jauh dari sewa yang kita tetapkan atau lebih mahal," tandasnya.(OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya