Pekerja Tolak Angka KHL Kota Cimahi 2017

Depi Gunawan
16/10/2016 18:56
Pekerja Tolak Angka KHL Kota Cimahi 2017
(ANTARA FOTO/Agus Bebeng)

DINAS Ketenagakerjaan Transmigrasi dan Sosial (Disnakertransos) Kota Cimahi, Jawa Barat, menetapkan angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL) 2017 sebesar Rp2.320.000. Angka itu berdasarkan hasil survei KHL yang telah dilakukan tiga kali, yakni pada April, Maret, dan Oktober 2016.

Kepala Disnakertransos Kota Cimahi yang juga anggota Dewan Pengupahan, Supendi Heriyadi, mengatakan, ada 60 item yang disurvei. Setelah KHL ditetapkan, selanjutnya akan diplenokan untuk menentukan nilai Upah Minimum Kota (UMK) yang bakal menjadi rekomendasi wali kota kepada gubernur.

"Angka itu berdasarkan rekomendasi dari Dewan Pengupahan terdiri atas unsur pemerintah, pengusaha, pekerja, dan akademisi. Angka yang kita rekomendasikan itu akan masuk ke gubernur pada 17 November 2016 bersama kabupaten/kota di Bandung Raya lainnya," ucapnya di Cimahi, Minggu (16/10).

Menurut dia, survei KHL dilaksanakan Dewan Pengupahan sebagai pembanding nilai UMK yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 yang saat ini masih berlaku. Berdasarkan PP tersebut, usulan UMK didasarkan pada UMK tahun berjalan, inflasi nasional, dan laju pertumbuhan ekonomi nasional.

Sementara itu, Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Kota Cimahi menolak angka KHL yang dikeluarkan Dewan Pengupahan sebesar Rp 2.320.000 dan menuntut agar UMK 2017 di Cimahi naik 31% atau sekitar Rp600 ribu dari UMK 2016 yang berjumlah Rp2.275.715.

"Kami menginginkan penetapan UMK 2017 tidak didasarkan pada PP 78/2015 tentang Pengupayan yang mengacu pada UMK 2016, tingkat inflasi, dan pertumbuhan ekonomi," kata Ketua KASBI Kota Cimahi Brend Minardi.

Dia menyatakan, pemberlakuan PP 78 itu malah membatasi kenaikan UMK meski nilai hasil survei Dewan Pengupahan itu sah tapi sebenarnya masih jauh dari kebutuhan hidup yang layak bagi buruh.

"Kita menolak nilai KHL yang telah ditetapkan Dewan Pengupahan menjadi dasar penentuan UMK 2017. Tuntutan kita, buruh tetap menginginkan PP 78 dicabut karena dinilai tidak memihak kepentingan kaum pekerja," jelasnya. (OL-4)




Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya