Petani Tomat di Sukabumi Gagal Panen

Benny Bastiandy
11/10/2016 15:56
Petani Tomat di Sukabumi Gagal Panen
(MI/BENNY BASTIANDY)

PETANI tomat di Kampung Lembah Halimun Selabintana Kecamatan/Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, gigit jari. Tanaman tomat milik mereka gagal panen akibat diserang penyakit phytophtora.

Penyakit yang disebabkan infeksi cendawan phytophthora itu mengakibatkan batang, daun, bunga, serta buah membusuk dan mengering. Kondisi itu kemungkinan karena tingginya kelembapan udara bersamaan tingginya intensitas curah hujan.

"Sudah sejak satu bulan terakhir penyakit ini menyerang tanaman tomat saya," kata Ajun Arrasyid, petani tomat di Kampung Lembah Halimun, hari ini.

Sebagian besar tanaman tomat di lahan seluas hampir 10 hektare miliknya gagal panen. Dalam kondisi normal, Ajun biasanya rata-rata memanen sebanyak 30 ton per haktare, tapi sekarang turun drastis. "Dari 10 hektare lahan tomat, saya biasanya memanen sekitar 300 ton. Tapi sekarang tidak sebanyak itu karena sebagian besar buah tomat tak bisa dipanen karena membusuk dan mengering," tambahnya.

Serangan penyakit phytoptora cukup sporadis. Dalam satu hari bisa menyerang tanaman tomat dalam volume cukup besar. "Kewalahan juga menghadapi serangan penyakit ini," ucapnya.

Ajun menduga terjadinya serangan penyakit itu akibat tingginya curah hujan belakangan ini. Awal tahun lalu juga bersamaan tingginya curah hujan serangan hama terhadap tanaman tomat dan tanaman lainnya sempat membuat petani kewalahan. "Kalau hujan terus-menerus tanaman jadi jelek," sebutnya.

Ajun sudah berupaya mengurangi serangan hama penyakit tersebut dengan cara memberikan pestisida dua kali lipat. Tapi upaya itu belum membuahkan hasil maksimal. "Tak hanya tomat, ada juga tanaman lain seperti cabai atau cabai rawit yang terserang penyakit ini," tuturnya.

Kegagalan panen saat ini membuat harga tomat di pasaran melonjak. Semula harganya rata-rata di kisaran Rp5 ribu per kilogram, sekarang jadi Rp8 ribu per kilogram. "Sekarang harga jual komoditas sayuran rata-rata bagus karena hasil panen anjlok," terang Ajun.

Biaya produksi dari mulai masa tanam hingga panen rata-rata mencapai Rp10 juta. Dengan luasan lahan tanam 10 hektare, Ajun harus mengeluarkan biaya produksi sekitar Rp100 juta. "Kalau sekarang hasil panen turun, ya tentu kami rugi," pungkasnya.

Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan Kecamatan Surade, Sahlan, mengaku sejumlah petani di wilayah selatan dilematis menyikapi kondisi cuaca saat ini. Mereka sulit memprediksikan pola tanam karena cuaca masih beranomali. "Kita tunggu kondisi cuacanya normal," kata Sahlan.

Saat ini sudah memasuki musim tanam ketiga. Jika menghitung waktu, mestinya musim tanam ketiga sudah memasuki kemarau. Para petani pun memilih menanam tanaman palawija. Kenyataannya, sampai sekarang masih turun hujan.

"Hampir sebagian besar petani di wilayah Pajampangan, seperti di Kecamatan Surade, Tegalbuleud, Ciracap, maupun Ciemas, memilih menanam tanaman palawija karena diprediksi memasuki musim kemarau. Tapi ternyata sampai sekarang masih turun hujan. Bagi tanaman palawija, seperti kedelai, semangka, maupun jagung, terlalu banyak air tidak bagus juga," tambahnya.

Saat ini para petani di selatan sedang dilanda kecemasan. Jika hujan terus turun, Sahlan memprediksikan tanaman palawija para petani kemungkinan bakal gagal panen. "Kondisi cuaca saat ini betul-betul tidak berpihak kepada petani," tandas Sahlan. (OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya