Sumsel Kekurangan Saksi Ahli untuk Jerat Pelaku Karhutla

Dwi Apriani
07/10/2016 20:23
Sumsel Kekurangan Saksi Ahli untuk Jerat Pelaku Karhutla
(ANTARA)

SEJUMLAH kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di wilayah Sumatra Selatan diakui sulit dituntaskan melalui proses hukum.

Kapolda Sumsel Irjen Djoko Prastowo mengakui kesulitan menjerat pelaku pembakaran hutan dan lahan. Hal itu lantaran melengkapi berkas kasus ini sulit terutama menghadirkan saksi ahli.

"Pelaku karhutla pada 2015 tetap diproses berjalan. Namun untuk berapa kasus, banyak pelakunya saya lupa datanya, tapi ada peorangan dan perusahaan. Yang jelas, sudah ada satu pelaku divonis 1 tahun 4 bulan. Kasus lainnya masih bolak-balik. Ini karena untuk menghadirkan saksi ahli kesulitan," katanya di Palembang, Sumsel, Jumat (7/10).

Karena itu, berkas kasus pun tidak bisa dilengkapi dalam penyelesaian kasus karhutla tersebut. Pasalnya, petunjuk jaksa harus menghadirkan saksi ahli di bidang lingkungan, air, maupun pertanahan.

"Kadang saksinya dipakai di Riau, Kalbar, dan lainnya. Sementara saksi odong-odong (tidak terlalu berkompeten), tidak bisa dipakai," ungkap dia.

Djoko menuturkan, ke depan pihaknya meminta arahan dari pemerintah pusat untuk menyediakan saksi ahli khusus per daerah. "Memang lama kalau proses penyidikan dan melengkapi berkas karhutla sebab kasusnya sangat kompleks," kata dia.

Pihaknya berupaya agar penyelesaian berkas dan penuntasan kasus karhutla di Sumsel bisa cepat selesai tanpa hambatan. Ia berharap tidak terjadi masalah seperti di Pekanbaru beberapa waktu lalu, yang mana perkara kasusnya dihentikan karena tidak lengkap berkas-berkasnya.

"Tahun ini tidak ada perusahaan yang membakar, tapi ada 10 kejadian dan rata-rata masyarakat. Kejadian itu menyebar di titik rawan karhutla seperti Banyuasin, Musi Banyuasin, Muara Enim, Ogan Ilir, dan daerah lainnya. Pelaku sudah kita lakukan pembinaan, tapi ada juga yang diproses hukum," ucap dia.

Ia menerangkan, tersangka yang diproses hukum akan dilihat dulu terutama dampak dari karhutla. Pada tahun ini, kata Djoko, ada 10 yang dilakukan penyelidikan dan penyidikan, tapi belum ada diteruskan sebab semuanya peorangan.

"Mereka membakar hutan karena untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan urusan perut," cetusnya.

Pada 2015 lalu, lahan yang terbakar di Sumsel ada sekitar 370.000 hektare dan tahun ini hanya 17,75 hektare. "Itu berarti penurunan drastis dan pencegahan berhasil," tandasnya. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya