Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Program Cleansing Guru Honorer Diskriminatif

Naviandri
19/7/2024 11:07
Program Cleansing Guru Honorer Diskriminatif
Sejumlah guru mengikuti pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Bogor, Jawa Barat.(Antara)

 

ADANYA program pemerintah untuk mengurangi tenaga honorer melalui program cleansing yang sudah terjadi di Jakarta, mendapat tanggapan beragam dari kalangan dunia pendidikan di Bandung Jawa Barat (Jabar).

Pengamat pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung, Prof Cecep Darmawan menilai program cleansing guru honorer sangat diskriminatif. "Saya mengutuk program tersebut yang memang sangat diskriminatif dan tidak berperikemanusiaan," tegasnya.

Baca juga : Dede Yusuf: Cleansing Guru Honorer cuma Timbulkan Masalah Baru

Cecep turut prihatin terhadap keputusan penghapusan guru honorer oleh pemerintah. Jelas kebijakan ini memiliki kelemahan signifikan, terutama karena pemerintah belum secara menyeluruh menyisir dan mendata para guru honorer. Namun pada kenyataannya, masalah yang terjadi pemerintah belum menyisir honorer karena sekolah tidak boleh mengangkat honorer.

"Sisanya ini, ada yang terdata, ada yang belum (terdaftar). Kasihan ini yang belum terdaftar, akhirnya mereka harus mengundurkan diri. Hemat saya, pemberhentian yang dilakukan oleh pemerintah ini, tidak jelas ujung pangkalnya. Ini benar-benar merendahkan profesi guru," ucapnya.

Cecep menegaskan, pemerintah harus tanggung jawab bila mengeluarkan guru honorer. Dengan artian, sekolah akan kekurangan guru dan ini sangat tidak adil. Pertama, dari sisi yang bersangkutan, kedua dari sisi sekolahnya. "Saya meminta pemeirntah membatalkan program cleasning bagi guru honorer dan mengangkat guru honorer jadi ASN," sambungnya.

Baca juga : Polemik Cleansing Guru Honorer DKI Jakarta: Solusinya bukan Dipecat tapi Dikontrak

Pendapat berbeda diungkapkan Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan UPI, Prof Didi Sukyadi. Dia menyatakan bahwa program cleansing pemerintah untuk mengurangi tenaga honorer tersebut tentu dilakukan demi ketertiban cukuplah bagus.

Pasalnya kata Didi, memang saat ini banyak guru dari latar belakang mana saja tanpa adanya seleksi perekrutan pengajar. Sehingga bukan salah sekolahnya, melainkan kemampuan anggaran yang terbatas yang akhirnya diangkat menjadi honorer.

"Paling tepat ya melalui kualifikasi semisal proses CPNS atau PPPK. Namun, kalau yang diangkat oleh kepsek, saya pikir itu kurang ketat dari proses CPNS atau PPPK," katanya, Jumat (19/7).

Namun Didi juga meminta pemerintah pun diminta untuk mencarikan solusi terbaik untuk pemenuhan kebutuhan guru. Menurutnya, anggaran tinggi perlu dialokasikan untuk CPNS dan PPPK, sehingga tak perlu lagi lewat jalan lain. Selain itu, honorer yang sudah ada dan mengabdi tak bagus jika langsung di-PHK begitu saja.

"Tapi, harus ada cara-cara yang baik, misal memberikan penahapan. Lalu, kepsek dan kadisdik perlu diberikan teguran kalau melanggar. Jika menangani masalah ini tidak tegas maka tak akan selesai masalah honorer dan itu pun berlaku untuk status sekolah negeri," tuturnya. (N-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Heryadi
Berita Lainnya