48 Tokoh Adat Rote Ndao Jadi Pengawas Laut

Palce Amalo
07/9/2016 21:15
48 Tokoh Adat Rote Ndao Jadi Pengawas Laut
(MI/PALCE AMALO)

BUPATI Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur Leonard Haning mengukuhkan 48 tokoh adat di daerah sebagai pengawas laut (Manaholo), Rabu (7/9). Tugas utama Manaholo ialah menjaga kawasan sumber daya perairan untuk mendukung pengembangan Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu.

Pengukuhan dilakukan lewat upacara adat di pesisir Pantai Kola, Desa Nggodimeda, Kecamatan Rote Tengah sekitar 30 kilometer timur Ba'a, ibu kota Kabupaten Rote Ndao.

Para tokoh adat tersebut berasal dari enam desa di tiga kecamatan yakni Desa Oelua dan Netenaen di Kecamatan Rote Barat Laut, Desa Nggodimeda dan Siomeda di Kecamatan Rote Tengah, serta Desa Bolatena dan Sotimori di Kecamatan Landu Leko.

"Lembaga adat ini berperan sebagai mitra pemerintah untuk membantu mengawasi perairan laut menggunakan hukum adat," kata Leonard Haning.

Masing-masing Manaholo mengawasi areal perairan tertentu di wilayahnya menggunakan aturan yang disebut Hoholok atau Papadak.

Hoholok merupakan konsep pengelolaan sumber daya alam pada wilayah pertanian dan sawah maupun mamar. Selain itu digunakan juga pada pengaturan air sawah yang diatur secara adat. Pelanggaran terhadap larangan yang diatur dalam Hoholok, dikenai sanksi adat.

Konsep ini kemudian diadopsi pemerintah daerah untuk diterapkan dalam pengelolaan sumber daya laut. Hoholok memuat 10 jenis larangan antara lain menebang dan memotong dahan mangrove, menangkap ikan dengan bahan peledak, pukat harimau, pasium, dan tuba. Selain itu merusak terumbu karang, mengambil pasir menggunakan alat berat, membuang sampah ke laut, serta menangkap dan membunuh penyu.

Larangan ini tidak hanya berlaku bagi warga setempat, tetapi juga warga dari daerah lain. Di Desa Nggodimeda misalnya, warga yang menambang pasir menggunakan alat berat dikenai denda Rp100 juta, dan wajib mengganti biaya Hoholok.

Pelanggaran lain seperti menangkap dan membunuh penyu serta menambang pasir tanpa izin dikenai denda Rp5 juta."Jika pelanggaran lebih dari satu kali, selain dikenakan denda adat, dapat ditindaklanjuti dengan proses hukum," kata Tokoh Adat setempat, Martinus Pello Polin.

Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut, Direktorat Pengelolaan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Andi Rusandi mengatakan deklarasi Hoholok sangat membantu meringankan tugas-tugas pengelolaan laut dan pesisir yang selama ini mungkin hanya dilakukan pemerintah pusat dan daerah.

"Kawasan kita ini cukup luas sehingga dengan adanya deklarasi pengelolaan laut dengan kearifan lokal akan melestarikan sumber daya bagi kemaslahatan generasi sekarang dan generasi yang akan datang," kata Dia. (OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Widhoroso
Berita Lainnya