Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
PULUHAN warga bersama tokoh adat Desa Manusasi, Kecamatan Miomafo Barat, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur menggelar ritual di Bukit Bijaelsunan, lokasi yang masuk dalam lahan sengketa antara Indonesia dan Timor Leste.
Ritual tersebut sebagai media untuk berkomunikasi kepada arwah leluhur mengenai sengketa lahan seluas 200 hektare antara warga Miomafo Barat dan warga Ambenu, Timor Leste yang masih memiliki hubungan saudara.
Ritual ditandai dengan pemotongan ayam oleh kepala adat Ferdi Fai, yang darahnya kemudian diteteskan di tugu batu menyerupai kepala kerbau milik suku setempat, Valia Anunmut.
Sebelum pemotongan ayam, kepala adat melafalkan syair-syair dalam bahasa daerah setempat.
Ritual juga ditandai dengan pemotongan sapi yang kepalanya kemudian dikonsumi bersama warga.
"Inti dari upacara ini ialah mereka menyampaikan kepada leluhur bahwa akan ada pembicaraan sengketa lahan antara saudara-bersaudara," kata Peneliti Budaya dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Primus Lake kepada wartawan di lokasi, Senin (5/9).
Ritual diikuti utusan dari Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri, serta pejabat dan staf Badan Pengelola Perbatasan Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara, serta peneliti dari Universitas Jember dan Undana.
Hadir juga juga Raja Liurai Wehali Malaka Dominikus Kloit Tey Seran. Di masa kerajaan, Liurai Wehali membawahi seluruh kerajaan kecil di Pulau Timor temasuk Ambenu dan Liquisa yang saat ini menjadi wilayah Timor Leste.
Di Bukit Bijaelsunan terdapat dua pilar yang masing-masing menandai batas wilayah Miomafo-Ambenu. Setelah Timor-Timur merdeka pada 1999, otomatis dua pilar tersebut menjadi batas wilayah Indonesia-Timor Leste.
Jika penentuan batas wilayah menggunakan pilar pertama yang ditanam Pemerintah Indonesia pada 1966, lahan sengketa seluas 200 hektare itu milik Indonesia.
Sebaliknya, jika patokan batas menggunakan pilar kedua yang dibangun bersama oleh penjajah Portugis dan Belanda pada 1915, wilayah ini masuk Timor Leste.
"Sesuai bukti sejarah, pilar sesungguhnya adalah yang ditanam pada 1966," tegas Tokoh Adat Ferdi Fai.
Menurut Ferdi, masyarakat Desa Manusasi menolak dengan tegas penentuan batas wilayah berpatokan dari pilar yang dibangun 1915 tersebut.
"Untuk menunjukkan kebenaran itu maka kami mengadakan ritual adat sekaligus menunjukkan bahwa kami serius untuk menghadapi masalah sengketa lahan ini," ujarnya.
Staf Kementerian Luar Negeri Elvis Napitupulu yang mengikuti ritual tersebut mengatakan pihaknya datang ke Manusasi untuk mengumpulkan bukti dan keterangan dari warga sebelum persoalann ini dibawa ke perundingan antara pemerintah kedua negara.
"Kita mendorong penyelesaian batas wilayah ini menggunakan pendekatan sosial budaya," kata Elvis.
Dia mengatakan masukan dari masyarakat serta data yang dihimpun di lokasi sengketa, akan disampaikan ke pemerintah untuk mengambil langkah-langkah selanjutnya.
Selama berlangsungnya ritual, sejumlah anggota TNI yang bertugas di Pos Satuan Tugas Pengamanan RI-Timor Leste dari Yonif 321/Galuh Taruna (GT) Majalengka, Jawa Barat berjaga-jaga dengan senjata lengkap dipimpin Letnan Kolonel Muhammad Ghoffor Ngismangil. (OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved