Perlu Inovasi Hukum Kasus Pembakaran Hutan/Lahan

Rudy Kurniawansyah
15/8/2016 20:01
Perlu Inovasi Hukum Kasus Pembakaran Hutan/Lahan
(ANTARA)

KOMANDAN Pangkalan Udara (Lanud) Roesmin Nurjadin Pekanbaru Marsekal Pertama Henri Alfiandi meminta pemerintah segera menerbitkan kebijakan berupa inovasi hukum yang memberikan efek jera yang efektif bagi pembakar lahan. Pasalnya kebakaran lahan dilakukan secara sengaja, cermat, dan sistemik.

Kebijakan alternatif dari hukum konvensional yang bersifat mendesak itu berisi sanksi langsung kepada para pembakar baik itu perusahaan maupun masyarakat untuk tidak dapat lagi menggunakan lahan yang terbakar.

"Perlu inovasi hukum. Bisa berupa peraturan gubernur atau bupati yang berisikan sanksi tegas bagi siapa saja baik itu perusahaan maupun masyarakat bahwa lahan yang terbakar atau tidak terbakar pada area yang sama tidak dapat lagi digunakan. Sanksi ini harus seketika diterapkan saat dipastikan lahan tersebut terbakar pada musim kemarau. Inovasi hukum seperti yang harus dijalankan agar kebakaran tidak terulang lagi setiap tahun. Jangan seperti sekarang prosesnya lama sampai setahun sehingga susah dibuktikan," ungkap Henri di Pekanbaru, Senin (15/8).

Henri menjelaskan, sejauh ini satgas gabungan hanya terkesan seperti tim pemadam kebakaran. Para pembakar lahan pun berterima kasih atas hal itu.

Padahal sangat jelas dari udara lahan terbakar untuk pembukaan kebun dengan jalan koridor dan petak-petak areal penanaman. Selain itu terlihat pola atau tren pembakaran itu dilakukan dengan secara cermat dan sistematis mengikuti arah angin dari selatan ke utara pada musim kemarau.

"Bahkan dari temuan kami lonjakan pembakaran itu selalu dilakukan pada hari libur seperti Sabtu dan Minggu pada sore dan malam hari. Pada pagi harinya api telah meluas kemana-mana sedangkan orang yang membakar telah kabur. Contohnya lonjakan titik panas pada hari yang mencapai 159 titik merupakan sisa dari api kemarin yang menyebar kemana-mana," urainya.

Henri menambahkan, satgas udara juga menganalisis modus para pembakar yang memakai perahu melalui jalur sungai untuk masuk ke areal perambahan lalu membakarnya untuk kemudian dijadikan kebun. Pasalnya, akses masuk melalui jalur darat ke areal yang terbakar sangat sulit ditempuh.

"Kami selalu bekerja setiap hari meski pada hari libur sekalipun. Karena kami TNI dan ini tugas kami. Tetap kami minta bertanggung jawablah (pemerintah) sebab kami sifatnya diperbantukan di sini," tukas Henri.

Kepala Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Riau Sugarin mengatakan dari pantauan satelit terra dan aqua, terdeteksi sebanyak 159 titik panas yang tersebar delapan provinsi. Titik panas terbanyak terdapat di Riau 92 titik, Bangka Belitung 33 titik, Sumatra Selatan 20 titik, Sumatra Utara 6 titik, Jambi 4 titik, Bengkulu 2 titik, dan Lampung serta Kepulauan Riau masing-masing 1 titik.

"Untuk Riau, sebanyak 92 titik panas tersebar di Rokan Hilir 54 titik, Bengkalis 8 titik, Dumai 15 titik, Indragiri Hulu, Meranti, dan Siak masing-masing 3 titik panas, Rokan Hulu 5 titik, dan Kampar 1 titik panas," ujarnya. (OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Widhoroso
Berita Lainnya