Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
MEMBANJIRNYA air laut (rob) hingga ke permukiman warga pesisir Utara Jawa pada tahun ini membuat banyak masyarakat pesisir terkena dampak dalamnya air yang masuk ke rumah mereka. Misalnya saja warga Desa Wonokerto, Kecamatan Wonokerto, Kabupaten Pekalongan, yang terpaksa merayakan Lebaran dengan menghadapi kedalaman air laut yang masuk.
“Kemarin airnya dalamnya bisa sekitar 1 meter atau hampir sepaha orang dewasa. Kita kemarin tidak Lebaran, Pak, enggak terpikir beli baju,” papar Sumar Rosul, 40, perwakilan warga nelayan kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) Basuki Hadimuljono saat kunjungan ke daerah itu, Kamis (11/8).
Saat ini sudah terdapat 9 desa dari 11 desa yang terkena dampak banjir rob di Kecamatan Wonokerto, atau sudah sekitar 85% yang terkena dampak.
Mayoritas warga daerah itu yang berprofesi sebagai nelayan pernah menolak usul pembangunan tanggul untuk menahan rob. Namun, situasi kini berubah. Mereka yang mulai resah karena rob makin ganas justru berharap pemerintah mau membantu dengan membuat bendungan untuk mengatasi masalah tersebut.
“Beberapa tahun lalu usul pembuatan tanggul rob dan pompa ditolak warga karena masih belum dianggap membahayakan. Kalau saat ini situasinya sudah membahayakan rumah, pilihannya kapal dekat dengan rumah atau rumahnya hilang sekalian sehingga mereka memilih kapal agak jauhan dikit tidak apa-apa,” jelas Sumar.
Dalam menanggapi keluhan warga tersebut Menteri PU-Pera Basuki Hadimuljono dalam kunjungan lapangannya di lokasi mengungkapkan pihaknya memang berencana untuk membuat sistem polder di wilayah tersebut guna mengatasi banjir rob seperti yang dilakukan di Semarang.
“Rob ini bukan hanya di Pekalongan dan bukan hanya di Wonokerto, melainkan di Semarang juga sama dan tempat lainnya. Di Semarang ada lima sistem polder dan itu efektif mengatasi banjir rob,” ungkap Basuki.
Secara teknis, satu-satunya cara untuk mengatasi banjir rob, menurut Basuki, ialah mengendalikan air laut yang masuk dengan bendungan kemudian memompanya keluar kembali ke laut. Untuk itu, diperlukan perzonaan antara wilayah permukiman dan wilayah tambak.
“Tambak butuh air. Namun, permukiman tidak butuh air sehingga ini harus kita petakan dan harus disepakati oleh warga. Kita semaksimal mungkin (berupaya agar) diminimalkan untuk menggunakan tanah warga dalam membangun sistem polder ini,” terang Basuki.
Ia mengungkapkan saat ini belum dapat menerka berapa besar biaya yang dibutuhkan sebab perlu ada pembicaraan lebih lanjut mengenai desain tanggulnya. Setelah desain diketahui, akan terlihat berapa besar biaya yang dibutuhkan untuk membangun infrastrukturnya.
“Ini akan kita tangani segera dan paling lambat 2017 sudah harus kita kerjakan fisiknya. Saya harap kunjungan saya ke sini bisa memberikan manfaat dalam upaya membangun permukiman berkelanjutan,” kata Basuki.
Kawasan kumuh
Selain soal permukiman di tepi laut, tantangan berat lain bagi Kementerian PU-Pera, utamanya Ditjen Cipta Karya, ialah peningkatan kualitas permukiman kumuh.
Direktur Pengembangan Kawasan Permukiman Ditjen Cipta Karya Kementerian PU-Pera Rina Farida mengatakan tantangan di depan mata semakin jelas. Pemerintah harus mengelola kawasan berpotensi kumuh itu dengan kebijakan yang tepat serta program yang terukur.
Apabila tidak ada upaya penanganan yang serius, kawasan kumuh di atas tanah legal (slum area) atau di atas tanah ilegal (squatter), akan terus berkembang luas.
“Perencanaan kawasan perkotaan harus bersifat komprehensif dan tidak reaktif agar tak hanya mampu menjawab masalah masa kini, tapi juga mengantisipasi permasalahan yang akan dihadapi generasi berikutnya,” ujar Rina di kantornya, beberapa waktu lalu.
Terkait dengan penataan kota, Ditjen Cipta Karya Kementerian PU-Pera sudah mencanangkan program 100-0-100, yakni program pengembangan permukiman berkelanjutan yang ditargetkan mampu menyediakan 100% akses air minum, mengurangi kawasan kumuh hingga 0%, dan 100% akses sanitasi.
Rina menerangkan Ditjen Cipta Karya telah mengidentifikasi kebutuhan pendanaan untuk mencapai target 100-0-100 sekitar Rp171 triliun. Dana yang berasal dari APBN diharapkan sebesar Rp22,4 triliun, sedangkan sisanya dari pinjaman luar negeri, pembagian APBD, dan swadaya masyarakat. (Pra/E-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved