Harga Cabai Merah di Sumbar kembali Naik

Yose Hendra
05/8/2016 19:05
Harga Cabai Merah di Sumbar kembali Naik
(ANTARA)

HARGA cabai merah di sejumlah pasar tradisional di Kota Padang, Sumatra Barat, kembali naik pada Jumat (5/8).

Di Pasar Raya Padang, cabai merah diperdagangkan Rp32 ribu per kilogram. Artinya, ada kenaik Rp4 ribu jika dibandingkan dengan harga kemarin yang berkisar Rp28 ribu per kg.

Adapun di beberapa pasar tradisional lainnya, cabai dijual di kisaran Rp32 ribu hingga Rp33 ribu per kg. Sedangkan bawang merah diperdagangkan Rp30 ribu-Rp32 ribu per kg.

Kebiasaan petani menanam cabai kala musim hujan dan malas menanam kala kemarau menjadi biang harga cabai merah cenderung fluktuatif. Pada akhirnya, cabai selalu menjadi langganan penyumbang inflasi di Sumbar.

Kepala Bidang Hortikultura Dinas Pertanian Tanaman Pangan Yustiadi mengatakan, kebiasaan itu telah berlangsung lama, bahkan turun menurun. Hal demikian menunjukkan kemanjaan petani cabai.

Kebiasaan lain juga terpaku pada harga di pasaran. Ketika harga cabai mahal, para petani berbondong-bondong menanam cabai. Sehingga, ketika panen, cabai berlimpah, dan harga tentunya turun.

Menurut dia, dengan menanam cabai musim hujan, karena petani merasa pertumbuhan cabai akan bagus, dan hasil juga melimpah. Sedangkan di musim kemarau, mereka berpikir pertumbuhan cabai tidak bagus karena kekurangan air.

"Itu yang kita simpulkan dari mempelajari tren selama 10 tahun terakhir. Cabai mahal sewaktu musim hujan. Murah di musim panas. Kalau mahal di musim hujan, tanda sedikit persedian. Tanda sedikit tanaman berbuah. Artinya, tanda 4 bulan sebelum musim hujan, sedikit orang menanam cabai," jelas Yustiadi kepada Media Indonesia, Jumat.

Pihaknya pun menyimpulkan, petani malas menanam cabai di musim kemarau. Sebab, kata Yustiadi, menanam cabai di musim kemarau berpotensi mati kecuali mau menyiram. Persoalannya, seberapa mampu petani menyiram jika hanya mengandalkan ember.

"Kalau menyiram dengan ember, 1 hektare saja susah lah," tukas Yustiadi.

Melihat persoalan demikian, pihaknya pun membuat terobosan dengan tujuan agar petani mau menanam cabai kala musim kemarau. Yustiadi mengatakan, untuk terobosan tersebut, pada 2015 lalu pihaknya membuat kebijakan irigasi rembesan dengan membelikan pompa air, lalu dibangun menara air, pipanisasi, dan selang 4 rol.

Dengan peralatan tersebut, ujarnya, petani tidak perlu lagi menyiram tanaman cabai dengan ember, tapi cukup dengan selang.

Ada sekitar 70 hektare lahan yang dibantu Dinas Pertanian dan Tanaman Sumbar. Dikatakan, Yustiadi, tiap 0,5 hektare lahan cabai, diberi bantuan seperangkat alat tersebut.

"Harapan kita, petani ini mau menanam di musim kemarau. Kita telah mendistribusikan sekitar 140 paket alat," ujarnya.

Selain itu, pihaknya juga membuat terobosan kedua yakni memberi payung atau perlindungan bagi tanaman cabai. Dia menjelaskan, musim hujan deras sebetulnya mengancam pertumbuhan cabai, lantaran bisa merontokkan bunga-bunga cabai yang tengah bermekaran.

"Hujan deras, bunga rontok, buah banyak busuk. Maka kita kasih payung supaya tidak rontok di musim hujan. Payung itu berupa plastik UV dengan jumlah sekitar 70 unit untuk 70 hektare," tandasnya.

Dari terobosan tersebut, menurutnya, harga cabai di Sumbar cenderung terkendali. Kendati fluktuatif, harga paling tinggi di tahun ini hanya sekitar Rp60 ribu per kg. Bila dibandingkan dengan tahun sebelum 2015, sebut Yustiadi, harga cabai di Sumbar pernah menyentuh angka Rp100 ribu per kg.

"Indikator berhasil, kenyataan cabai tidak fluktuatif seperti dulu. Paling tinggi Rp60 ribu (per kg). Awal tahun ini sampai saat ini, masih lebih dominan stabil," bebernya.

Komoditas lain yang selalu fluktuatif, kata dia, ialah bawang merah. Persoalan mahalnya harga bawang merah asli Sumbar yakni bawang Alahan Panjang, Solok, disebutkan Yustiadi, karena hasilnya tidak mencukupi untuk kebutuhan lokal.

Pasalnya, bawang merah di Sumbar hanya ditanam di dataran tinggi seperti Alahan Panjang. Keterbatasan lahan jelas menjadi penyebab defisitnya bawang untuk kebutuhan lokal. (OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya