Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
PENERBITAN surat perintah pemberhentian penyidikan (SP3) oleh Kepolisian Daerah Riau untuk 15 perusahaan yang diduga melakukan pembakaran hutan dan lahan (karhutla) pada 2015 terus menuai kecaman.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau Riko Kurniawan menyayangkan sikap Polda Riau yang mengeluarkan SP3 itu saat mereka justru menjadi rujukan bagi seluruh polda di Indonesia untuk menegakkan hukum terkait dengan karhutla.
Sebagai informasi, sejak 2013, Polda Riau secara berturut-turut mampu memejahijaukan perusahaan yang diduga terlibat karhutla. “Yang menjadi pertanyaan kenapa Polda Riau mengeluarkan SP3 saat mereka menjadi rujukan. Sepertinya ada keengganan politis saat jaksa dan hakim terus membebaskan dan memvonis ringan perusahaan. Mereka jadi kembali ke perilaku yang lama (korupsi) dan kongkalikong dengan perusahaan,” jelas Riko.
Riko menjelaskan, dari 18 perusahaan yang diproses Polda Riau, hanya 3 yang naik ke meja hijau, sedangkan 15 perusahaan diberi SP3. Padahal, 6 dari 15 perusahaan itu sejak 2013 telah diproses sebagai pelaku pembakar lahan. “SP3 ini juga otomatis merontokkan jalan proses hukum terhadap kasus-kasus sebelumnya oleh perusahaan yang sama. Jelas korporasi-korporasi itu tertawa senang sekarang ini,” ujar Riko.
Guru besar kehutanan IPB, Bambang Hero Saharjo, saat dihubungi secara terpisah, menyatakan kecewa dengan dikeluarkannya SP3 oleh Polda Riau. Ia merasa perjuangan membantu penyidikan dua perusahaan, tidak ada artinya. “Padahal sudah ada BAP, sudah ada positif saat itu.”
Menurutnya, polisi telah memberikan harapan palsu kepada rakyat yang menunggu penegakan hukum atas kasus karhutla.
Lebih jauh, Bambang mengatakan, bila kasus diambil alih oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), tim penyidik PNS mereka mesti melakukannya dari awal lagi. Jika Polri berinisiatif membuka kembali kasus itu, ia justru mempertanyakannya. “Kalau dibuka lagi, berarti ada ketidakberesan atas SP3,” ucap Bambang.
Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), Woro Supartinah, meminta pemerintah betul-betul serius menangani kasus karhutla. Menurutnya, Kementerian LHK tidak bisa sendirian karena mereka hanya berperan dalam penanganan yang bersifat perdata dan administrasi semata.
Tidak cukup bukti
Di Pekanbaru, Polda Riau melalui Direktur Reskrimsus Komisaris Besar Rivai Sinambela menampik polisi lemah dan telah main mata dengan perusahaan terkait dengan penegakan hukum karhutla. Menurutnya, SP3 kasus 15 perusahaan pembakar lahan terpaksa dikeluarkan karena tidak cukup bukti.
“Area yang terbakar merupakan area sengketa yang dikuasai masyarakat dan telah ditanami sawit,” ujarnya di Pekanbaru, kemarin.
Selain itu, lanjut Rivai, saat terjadi kebakaran, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan tanaman industri (IUPHHK-HTI) telah dicabut. Perusahaan-perusahan itu juga telah memiliki sarana dan prasarana penanggulangan kebakaran yang sudah dicek UKP4.
“Akibatnya tak bisa dikenai pasal kelalaian. Selain itu, keterangan saksi ahli menyatakan unsur pidana tidak terpenuhi,” tutup Rivai. (Ric/E-1)
rudi@mediaindonesia.com
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved