Polda Riau: SP3 Kasus Perusahaan Pembakar Lahan tidak Cukup Bukti

Rudi Kurniawansyah
23/7/2016 19:04
Polda Riau: SP3 Kasus Perusahaan Pembakar Lahan tidak Cukup Bukti
(ANTARA FOTO/Wahyudi)

POLDA Riau melalui Direktur Reserse Kriminal Khusus Komisaris Besar Rivai Sinambela menampik polisi lemah dan telah main mata dengan perusahaan terkait proses penegakkan hukum kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Menurutnya, surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kasus 15 perusahaan pembakar lahan terpaksa dikeluarkan karena tidak cukup bukti.

"Areal yang terbakar merupakan areal sengketa yang dikuasai masyarakat dan telah ditanami kelapa sawit," ujarnya di Pekanbaru, Sabtu (23/7).

Selain itu, lanjut Rivai, pada saat terjadi kebakaran Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (UPHHK)-Hutan Tanaman Industri (HTI) telah dicabut atau sudah tidak beroperasi lagi. Kemudian, perusahaan memiliki sarana dan prasarana dalam penanggulangan kebakaran yang telah dilakukan pengecekan oleh Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4).

"Akibatnya tidak bisa dikenai pasal kelalaian. Di samping itu, adanya keterangan saksi ahli yang menyatakan tidak terpenuhinya unsur pidana," ungkapnya.

Sementara itu, Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) Woro Supartinah mendesak Presiden Joko Widodo untuk menindak Polda Riau terkait SP3 kasus 15 perusahaan pembakar lahan.

Selain itu, Jikalahari juga menuntut Kapolri untuk mencopot Kapolda Riau karena dianggap lemah dalam proses penegakan hukum kasus kejahatan kemanusian karhutla.

Sebelumnya, atas desakan LSM lingkungan Jikalahari)yang menuding polisi telah main mata menyembunyikan SP3 kasus belasan perusahaan pembakar lahan, Polda Riau melalui Direskrimsus akhirnya mau terbuka mengkonfirmasi sebanyak 15 perusahaan yang disetop perkara hukumnya tersebut.

Sebanyak 15 perusahaan HTI dan kelapa sawit itu yakni PT Bina Duta Laksana (HTI), PT Perawang Sukses Perkasa Indonesia (HTI), PT Ruas Utama Jaya (HTI), PT Suntara Gajah Pati (HTI), PT Dexter Perkasa Industri (HTI), PT Siak Raya Timber (HTI), PT Sumatera Riang Lestari (HTI), PT Bukit Raya Pelalawan (HTI), PT Hutani Sola Lestari (HTI), KUD Bina Jaya Langgam (HTI), PT Rimba Lazuardi (HTI), PT Parawira (Sawit), PT Alam Sari Lestari (Sawit), PT Pan United (HTI), dan PT Riau Jaya Utama (Sawit).

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau, Riko Kurniawan, mengatakan, ada keengganan secara politis dari Polda Riau dalam proses penegakan hukum kasus perusahaan pembakar lahan di Riau. Padahal, sejak 2013, Polda Riau secara berturut-turut mampu memejahijaukan perusahaan sehingga menjadi rujukan seluruh Polda di Indonesia untuk penegakan hukum Karhutla.

"Ini yang menjadi pertanyaan kenapa Polda Riau mengeluarkan SP3 pada perusahaan pembakar lahan saat mereka menjadi rujukan. Ada keengganan secara politis saat jaksa dan hakim terus membebaskan dan memvonis ringan perusahaan. Mereka kembali ke perilaku yang lama (korupsi) dan kongkalingkong dengan perusahaan," jelas Riko.

Riko menjelaskan, dari 18 perusahaan yang diproses Polda Riau, hanya tiga perusahaan yang naik ke meja hijau. Sedangkan, sebanyak 15 perusahaan di SP3-kan. Padahal, sebanyak 6 perusahaan dari 15 perusahaan itu secara berturut-turut sejak 2013 telah diproses sebagai pelaku pembakar lahan. Diantaranya SRL, AA, dan RUJ.

"Satu lagi kenapa SP3 tidak diumumkan sejak Januari 2016 lalu tapi terkesan sengaja didiamkan hingga Juli saat ini. SP3 ini juga otomatis merontokkan jalan proses hukum terhadap kasus-kasus sebelumnya oleh perusahaan yang sama. Jelas korporasi itu tertawa senang sekarang ini," ujar Riko.

Dia meminta Presiden Joko Widodo untuk segera membentuk pengadilan lingkungan. Tindakan ini perlu dilakukan karena masyarakat sudah putus harapan dengan tiga penegak hukum di Indonesia terkait kasus karhutla dan asap.

"SP3 telah meruntuhkan komitmen politik Presiden untuk penegakkan hukum karhutla yang menyebabkan bencana asap. Kepolisian, jaksa, dan hakim sudah tidak ada harapan lagi. Presiden harus lekas membentuk pengadilan lingkungan seperti hal komitmen membentuk pengadilan tindak pidana korupsi demi keadilan dan kepercayaan masyarakat," ungkapnya. (OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya