LRT di Palembang Beroperasi Juni 2018

Dwi Apriani
06/6/2016 14:27
LRT di Palembang Beroperasi Juni 2018
(MI/Dwi Apriani)

TAK mau disebut kalah cepat dari DKI Jakarta, proyek light rail transit (kereta listrik cepat/LRT) di Sumatra Selatan bakal rampung pada Juni 2018 mendatang. Transportasi massal itu saat ini sudah melewati progres yang terbilang cepat, sudah mencapai 7 persen, sementara di akhir 2016 ditarget bisa tercapai 15 persen untuk pembangunan struktur bawah LRT itu.

Gubernur Sumatra Selatan Alex Noerdin mengungkapkan, persentase 7 persen sudah terbilang luar biasa cepat, sebab Perpres No 116 tahun 2015 tentang penugasan LRT kepada PT Waskita Karya (Persero) baru diamanahkan pada 20 Oktober 2015 oleh Presiden RI Joko Widodo.

''Ini dibilang luar biasa. Baru beberapa bulan kita jalani pembangunan kontruksi tapi nampak di sepanjang Bandara SMB II Palembang hingga Jakabaring sudah berdiri tegak puluhan tiang penyanggah LRT ini,'' ucap Alex, Senin (6/6).

Ia meyakini pada akhir tahun ini, target yang diberikan akan tercapai. Meski menggunakan dana APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara) namun Pemerintah Provinsi Sumsel tak hanya diam dan menikmati pembangunan. Alex mengakui, pemda juga turut berpartisipasi dalam kelancaran pembangunan kereta cepat itu.

Yakni dalam menyelesaikan permasalahan yang timbul, seperti koordinasi antara kontraktor pembangunan, PT Waskita Karya, dengan sejumlah pihak yang 'terganggu' dengan adanya pengerjaan LRT itu. Misalnya dengan Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional, karena jalan sekitar pengerjaan LRT rusak dan bergelombang, Pertamina terkait saluran pipa minyak, PGN karena saluran pipa gas, PLN karena kabel listrik yang bersinggungan, PDAM juga karena pipa air didalam tanah terkena pemasangan tiang pancang, dan sebagainya.

''Awalnya banyak masalah yang timbul. Kita kumpulkan, cek poin per poin. Satu persatu di tuntaskan. Dan sekarang semuanya sudah disepakati, tak lagi ada masalah, sebab jalan keluar sudah diterima masing-masing pihak,'' terang Alex.

Pembangunan LRT ini secara keseluruhan bakal dirampungkan pada 2018 mendatang. Alex meyakini pada Januari 2018, kontruksi bangunan sudah selesai, namun memang butuh waktu tiga bulan untuk pemasangan instalasi listrik dan selebihnya masa uji coba.

Untuk uji coba ini, kata Alex, pihaknya memandang sangat perlu guna memastikan LRT bisa dirasakan masyarakat Sumatra Selatan dengan nyaman dan aman. ''Juni 2018, sudah bisa dioperasikan,'' cetusnya.

Ia mengungkapkan, dana untuk pembangunan LRT ini bukanlah kecil. Tidak ada sedikitpun menggunakan dana APBD, namun benar-benar murni dari APBN, karena Presiden Joko Widodo menargetkan tak ada kendala dalam pembangunan LRT ini, terutama dalam masalah anggaran.

Kucurannya sekitar Rp11,4 triliun. Rinciannya itu, Rp7,2 triliun untuk pembangunan sarana prasana/struktur bangunan, Rp1,2 triliun guna pengadaan rel, dan Rp3 triliun untuk kelistrikan, signaling, dan kebutuhan operasional lain.

Diakui Alex, pembangunan LRT harus diselesaikan pada 2018, selain karena ada even Asian Games, namun juga karena diprediksi pada 2019 di Palembang akan terjadi greatlock (kemacetan total). Dimana prediksinya, dengan luas jalan di Palembang 161.100 meter terdapat volume kendaraan sekitar 83.027 unit.

''Istilahnya kalau baru keluar garasi mobil, langsung kena macet di jalanan. Antisipasi itu perlu adanya perubahan pola pikir masyarakat yakni beralih ke transportasi massal,'' terang dia.

Transportasi massal dimaksud adalah LRT yang nantinya akan terintegrasi dengan moda angkutan yang lebih spesifik tujuannya. Untuk stasiun LRT sendiri, kata Alex, ada 13 stasiun yang posisinya sangat strategis dan berada di pusat kota. Diantaranya Stasiun Bandara SMB II Palembang, Stasiun Asrama Haji, Stasiun Telkom, Stasiun RSUD, Stasiun Polda Sumsel, Stasiun Demang Lebar Daun, Stasiun Palembang Icon, Stasiun Dishubkominfo Sumsel, Stasiun Pasar Cinde, Stasiun Terpadu Jembatan Ampera, Stasiun Gubernur Bestari/Polresta Palembang, Stasiun Stadion Jakabaring dan Stasiun OPI.

''Dari stasiun pertama (Bandara SMB II) hingga ke stasiun akhir (OPI) memiliki panjang rute 23 kilometer,'' tukas Alex.

Dalam pembangunan LRT ini, kata Alex, tentunya ada dampak negatif yang timbul. Diantaranya kemacetan yang panjang dan fasilitas jalan umum yang rusak dan menganggu masyarakat Kota Palembang. Namun Alex menegaskan, itu adalah dampak yang memang harus ditanggung agar ada perubahan dalam hal pembangunan.

''Macet memang jadi masalah yang paling krusial dan terjadi di setiap hari. Jalanan jadi sempit, tertutup seng untuk bangun LRT. Pemandangan Palembang juga jadi tak enak dilihat, seperti kacau balau. Tapi ini resiko, nantinya setelah selesai kita akan nikmati hasilnya,'' tutur dia.

Menurutnya, dengan keberadaan LRT pada 2018 mendatang, akan menjadikan Sumatra Selatan sebagai kota yang indah dan tertata rapi. ''Di sini di Palembang menjadi satu-satunya daerah yang menerapkan dan operasionalkan LRT pertama di Indonesia. Ini akan sangat mendukung Asian Games,'' tutur Alex.

Ia menjelaskan, melalui semua pihak, sudah disiapkan jalan alternatif untuk lalu lintas di Kota Palembang. Hal itu sebagai upaya meminimalisir terjadinya kemacetan panjang. ''Kita kurangi kemacetan juga dengan cara buka tutup seng pembangunan. Saat selesai dibuka sementara, saat mau mulai pengerjaan lagi kita tutup lagi. Jalan yang rusak diperbaiki, cepat diperbaiki dengan cepat,'' terang dia.

Pengamat Ekonomi sekaligus Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya, Didik Susetyo menuturkan, pembangunan LRT tersebut memiliki prestise karena investasinya relatif mahal, hanya saja untuk manfaatnya ditentukan oleh respon masyarakat dalam aktivitasnya. “LRT mendorong pembangunan daerah dan pertumbuhan kawasan perkotaan dan hinterland,” tukasnya.

Aktivitas pembangunan infrastruktur LRT akan membantu kelancaran mobilitas masyarakat dan mendorong kegiatan ekonomi dan sosial. Ia mengakui, LRT berdampak pada kegiatan ekonomi kawasan, namun juga munculnya potensi kerawanan (kriminalitas) sepanjang jalur yang dibangun karena menghubungkan dari satu kawasan ke kawasan lainnya (Bandara SMB II ke Jakabaring).

Pelipatgandaan aktivitas akan semakin banyak tergantung dari dari respon masyarakat dan dunia usaha pasca beroperasinya LRT. Multiplier effect kegiatan yang akan didorong oleh adanya LRT antara lain aktivitas ekonomi di setiap stasiun pemberhentian akan bergeliat, mobilitas pekerja atau orang dan barang relatif lebih cepat, dan aktivitas sosial-budaya akan berkembang, termasuk potensi kriminalitas akan bervariasi.

Adanya LRT akan dapat menggerakan perpindahan orang dan barang dengan intensitas yang relatif cepat sehingga pola konsumsi dan daya beli masyarakat akan berubah. “Masyarakat akan dimudahkan dengan adanya LRT yang optimal sehingga akan menghambat pemilikan kendaraan pribadi yang sangat mahal perawatannya dan bayar pajaknya,” jelasnya. Didik menuturkan, ada beragam jenis kendala dalam pembangunan LRT.

Diantaranya munculnya 'bottle-neck' konektivitas antar-moda transportasi terutama di beberapa stasiun atau terminal tertentu. Profesionalitas pengelola dihadapkan pada keterbatasan biaya O&M dan perilaku masyarakat yang rendah disiplin.

''Sebenarnya pembuatan LRT mudah dibangun jika ada dananya, tetapi sulit untuk menjaga dan memeliharanya agar tetap optimal manfaatnya,'' tutur Didik.

Agar dapat optimal dalam pemanfaatannya, kata dia, LRT harus menjadi layanan publik dengan tarif yang seharusnya murah dan mudah. Selain itu, LRT dapat dikelola dengan manajemen yang profesional tetapi tetap mengedepankan prinsip sosial bagi masyarakat yang kurang mampu.

''Yang penting harus ada upaya dari pemerintah untuk atasi kemacetan, setidaknya mengurangi kemacetan di Palembang karena dampak pembangunan. Skenario (lalu lintas dijalanan)-nya harus lebih diperjelas dan dibuat lebih efektif sehingga masyarakat masih merasakan kenyamanan,'' tandasnya. (X-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Victor Nababan
Berita Lainnya