Boleh Melaut asal Tetap di Indonesia

Yose Hendra
04/5/2016 06:30
Boleh Melaut asal Tetap di Indonesia
(ANTARA/IGGOY EL FITRA)

MATANYA cekung, wajahnya terlihat pucat. Begitulah keadaan Wendi Rakhadian, 29, korban penyanderaan kelompok Abu Sayyaf, saat tiba di Bandara Internasional Minangkabau, Padang Pariaman, Sumatra Barat, kemarin sekitar pukul 09.20 WIB.

Ia pun langsung bergegas menemui orangtuanya, Aidil dan Asmiza, yang sudah menunggu di terminal kedatangan sejak pagi. Di situ juga tampak Wali Kota Padang Mahyeldi Ansharullah, Wakil Gubernur Sumatra Barat Nasrul Abit, dan beberapa pejabat dan keluarga besar Wendi.

Tangis Wendi langsung pecah saat melihat kedua orangtuanya. Mereka bertiga berpelukan erat dan menangis tersedu-sedu. Setelah 37 hari disandera, baru kemarin Wendi bisa merasakan pelukan dan ciuman kedua orangtuanya. "Terima kasih ya Allah. Akhirnya kami bisa melihat anak kami dengan selamat," ujar Aidil dengan suara terbata-bata.

Aidil mewakili Wendi dan seluruh keluarga besarnya yang datang di bandara menyatakan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu pembebasan putranya dan sembilan anak buah kapal lainnya. "Terima kasih kepada pemerintah, perusahaan, dan Yayasan Sukma. Terima kasih juga kepada Wakil Gubernur Sumbar dan Wali Kota Padang yang ikut menyambut kepulangan Wendi," ujarnya lagi.

Sebentar di bandara, pihak keluarga membawa pulang Wendi ke rumah di Jalan Dr Mohammad Hatta RT 01/RW 01, Pasar Ambacang, Kecamat-an Kuranji, Kota Padang. Sesampainya mereka di rumah, para tetangga, kerabat, dan masyarakat sudah ramai menunggu. Tangis kembali pecah. Semua orang menyalami, bahkan di antaranya memeluk Wendi. "Kita akan menggelar syukuran dalam waktu dekat," ucap Asniza.

Wendi kemudian menceritakan bagaimana kejadian selama berada di hutan pada sebuah pulau.

"Saya tidak tahu nama lokasinya. Yang jelas kami pindah-pindah tempat. Perlakuan mereka (penyandera) manusiawi. Mereka memberi makan kami. Saya juga sering salat berjemaah dengan mereka," terangnya.

Selama disandera, mereka dijaga 10 orang. Hingga kini ia masih trauma dengan kejadian yang dialami. Aidil yang di samping putranya langsung mengatakan akan memberikan banyak vitamin agar Wendi bisa kembali sehat dan bugar.

Tetap melaut

Kendati mengalami trauma, Wendi mengaku tidak ingin berhenti melaut. "Saya tetap akan melaut, tapi perlu memulihkan kondisi kesehatan terlebih dahulu. Selain itu, meredakan kembali perasaan keluarga," ucap Wendi yang bobotnya turun 10 kg.

Orangtuanya pun tidak melarang Wendi kembali melaut. Ia menyerahkan semua keputusan kepada Wendi. Namun, Aidil menyarankan agar putranya tetap melaut di wilayah perairan Indonesia.

"Saya minta jangan pergi dengan kapal yang memiliki jalur pelayaran ke wilayah Filipina. Melaut boleh, tapi saya minta dengan kapal yang berlayar di wilayah Indonesia saja," harap Aidil.

"Disandera dan tenggelam adalah risiko yang sama bagi pelaut," timpal Wendi. Ia mengungkapkan juga penyandera mengembalikan KTP, paspor, sertifikat, dan buku pelaut. "Yang tidak dikembalikan ponsel saya, Samsung J5," tambahnya, Wendi adalah juru masak di kapal Brahma 12. Ia bersama sembilan ABK lain disandera sejak 26 Maret lalu dan dibebaskan pada 1 Mei. (N-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya