Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Kurangi Impor, Kementerian Ristek Pacu Penelitian

Bayu Anggoro
08/12/2020 13:00
Kurangi Impor, Kementerian Ristek Pacu Penelitian
Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro bersama Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil melihat hasil inovasi peneliti lokal di Bandung(MI/BAYU ANGGORO)

PEMERINTAH terus berupaya meningkatkan kuantitas dan kualitas
penelitian yang dilakukan anak bangsa. Pasalnya, hasil penelitian diharapkan menjadi solusi, karena masih tingginya kebutuhan akan produk dan bahan baku impor.

Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro menyatakannya saat membuka Bakti Inovasi Indonesia di Jawa Barat, Selasa (8/12), di Bandung. Acara ini dihadiri anggota DPR RI Eddy Suparno serta sejumlah kepala daerah di Jawa Barat.

Bambang menjelaskan, Indonesia sudah terlalu lama bergantung terhadap
produk impor. Tidak hanya di satu sektor, tapi hampir pada semua lini, vital maupun tidak.

"Kita dalam kehidupan di Indonesia ini sudah terlalu lama dibuai
kemudahan untuk membeli apapun yang impor. Kemudahan karena fasilitas
vendor, juga aktivitas dari agen-agen vendor yang begitu aktif, baik di
lingkungan pemerintah maupun swasta, sehingga kebutuhan akan produk impor sangat terasa," jelasnya.

Menurut Bambang, ketergantungan akan barang impor ini semakin terasa di
saat pandemi virus korona ini. Kebutuhan akan alat kesehatan dan obat-obatan untuk menangani warga yang terpapar penyakit tersebut hampir semuanya berasal dari luar negeri.

"Ketika pandemi, kita sadar bahwa 94% kebutuhan kita impor, dari alat
kesehatan yang canggih sampai yang sederhana," ujarnya.

Dia pun kembali menyontohkan, untuk tes PCR semuanya memerlukan alat dari luar negeri. "Bukan hanya mesin PCR-nya, sampai pada alat swab yang sederhana, harus diimpor. Padahal ini alat sederhana, tinggal dibuat, dikembangkan di dalam negeri," katanya.

Tak hanya pada alat kesehatan, tambah Bambang, tingginya impor pun
terjadi pada bahan baku obat-obatan. "Bahan baku obat 95% impor."
ujarnya.

Dia pun menyontohkan langkanya vitamin C saat awal pandemi virus korona
ini sebagai bukti ketergantungan farmasi Indonesia terhadap bahan baku yang berasal dari luar negeri. "Vitamin C-nya betul dibuat di Indonesia, pabriknya di Indonesia. Tapi bahannya impor."

Ketergantungan akan produk impor ini, lanjutnya, mengakibatkan kurang
bergairahnya para peneliti lokal untuk melakukan riset. Kalaupun ada
riset yang dihasilkan peneliti lokal, hasilnya tidak berkembang karena
tidak termanfaatkan dengan maksimal.

"Akhirnya riset di perguruan tinggi lebih ke selera atau keinginan
penelitinya saja. Mereka tidak melihat apa yang dibuat itu relevan atau tidak dengan kondisi dan lingkungannya," paparnya.

Oleh karena itu, Bambang memastikan Indonesia memerlukan berbagai hasil
riset dan inovasi karya anak bangsa untuk melepaskan diri dari
ketergantungan barang impor. Hal ini penting sebagai langkah awal untuk
membangun industri lokal yang mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri.

"Investasi memang tidak murah dan butuh waktu. Tapi kita tak boleh
menyerah, harus memulai dengan inovasi," katanya.

Saat ini, lanjut Bambang, pihaknya mendorong berbagai inovasi yang
dilakukan anak bangsa khususnya untuk membantu penanganan pandemi virus
korona ini. Terdapat berbagai karya inovasi anak bangsa yang
sudah bisa dimanfaatkan seperti pembuatan ventilator hingga alat tes
swab yang memanfaatkan hembusan nafas sebagai sampel pengetesan.

Tak hanya itu, saat ini pihaknya tengah mengembangkan drone pintar untuk memantau adanya kerumunan massa di suatu lokasi. "Di satu tempat
digunakan drone untuk melakukan monitoring, sehingga satgas atau pemda
tidak kecolongan lagi," katanya.

Selain itu, Bambang juga mendorong pengembangan obat-obatan berbahan herbal. Selain relatif lebih aman karena tidak memiliki efek samping, Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati.

"Pabrik obat di Eropa sudah pindah ke herbal, karena mereka tahu risiko
dari obat berbahan kimia. Mudah-mudahan inovasi ini bisa jadi solusi,"
katanya.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil bersyukur dengan adanya pengembangan
riset yang didorong Kementerian Riset dan Teknologi. "Seperti untuk
pangan, agar kita juga tak mengadalkan inpor, tapi memanfaatkan kesuburan tanah. Petani milenial sudah waktunya didorong terus dan harus diperkuat dengan teknologi," tandasnya. (N-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : NUSANTARA
Berita Lainnya