Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Ekonomi Petani Tembakau di Ujung Tanduk

Cahya Mulyana
29/5/2020 12:44
Ekonomi Petani Tembakau di Ujung Tanduk
Ilustrasi--Petani merawat bibit tembakau di Desa Penagguan, Pamekasan, Jawa Timur(ANTARA/Saiful Bahri)

KESEJAHTERAAN petani tembakau semakin turun karena adanya pandemi virus korona atau covid- 19 dan resesi ekonomi nasional. Produksi dan penjualan turunan tembakau semakin merosot sehingga petani membutuhkan uluran tangan pemerintah.

“Sejak adanya kenaikan cukai 23% dan harga jual eceran produk turunan tembakau sebesar 35% serta diperparah covid-19 dan resesi ekonomi, jumlah pembelian tembakau semakin menurun. Ini berakibat pada menurunnya tingkat kesejahteraan petani tembakau,” papar Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Nusa Tenggara Barat (NTB) Sahmihudin, dalam keterangan resmi, Jumat (29/5).

Menurut Sahmihudin, saat ini, ada ratusan ribu tenaga kerja yang terlibat di perkebunan tembakau, ditambah ratusan ribu hingga jutaan tenaga kerja yang terlibat di sektor industri ini dan industri pendukungnya. Ini sebuah bukti, industri rokok telah menggerakan perekonomian masyarakat.

Baca juga: PSBB di Tasikmalaya Kemungkinan Diperpanjang

“Saat ini, di Provinsi NTB saja ada sekitar 150 ribu hingga 200 ribu tenaga kerja yang terlibat di sektor perkebunan tembakau. Belum lagi di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan provinsi lainnya. Ratusan ribu hingga jutaan tenaga kerja yang terserap di industri ini dan industri pendukungnya. Karena itu pemerintah harus serius melindungi industri ini dan perkebunan tembakau,” papar Samihudin.

Lebih lanjut, Sahmihudin menjelaskan, indsutri hasil tembakau selain padat karya atau menyerap tenaga kerja yang banyak, juga menyerap modal yang tinggi.  

Biaya yang diperlukan untuk membayar buruh tani tembakau dan pengolahannya sehingga tembakau hasil perkebunan petani tembakau dapat diserap oleh industri ini dalam setahunnya mencapai Rp800 miliar hingga Rp1, 2 triliun.

Sementara dari 110.000 ton hasil tembakaunya, yang terserap hanya sekitar 50.000 ton tembakau. Sisanya, diserap namun dengan harga di bawah pasar.

"Karena itu, pemerintah harus berlaku adil. Kalau industri lainnya diperhatikan, industri hasil tembakau termasuk perkebunan tembakau juga mendapat perhatian pemerintah. Pemerintah harus hadir mengatasi permasalahan yang dihadapi petani tembakau juga pelaku industri ini," ujarnya.

Bentuk kehadiran pemerintah dalam mengatasi permasalahan industri hasil tembakau antara lain tidak menaikan cukai dan HJE rokok di saat krisis ekonomi dan wabah covid-19 ini. Menghentikan impor tembakau dari Tiongkok, serta memberikan subsidi pupuk bagi perkebunan tembakau.

"Pupuk yang diperlukan selain urea juga NPK, ZA, juga KN03," pungkasnya. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya