Dampak Perubahan Iklim akibat Kebakaran

(Wnd/Sciencedaily.com/M-3)
23/1/2016 15:37
Dampak Perubahan Iklim akibat Kebakaran
(ANTARA/Faisal/As/Ed/Ama)


POLUSI udara dan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ialah dampak nyata kebakaran lahan dan hutan tahun lalu. Namun, ada bahaya lain yang lebih besar yang mengancam kita di masa mendatang. Potensi ancaman ini muncul akibat perubahan tingkat ozon dan kadar air di lapisan atmosfer yang terendah (paling dekat dengan bumi). Tingkat ozon yang tinggi dan kadar air yang rendah di lapisan menjadi temuan peneliti dari University of Maryland, Amerika Serikat, yang dipublikasikan secara daring pada 13 Januari 2016 pada Journal Nature Communications. Lokasi penemuannya ialah di wilayah udara Guam, pulau terpencil di Samudra Pasifik sekitar 1700 mil timur Taiwan.

Data pengamatan yang didapat melalui satelit, dua pesawat, dan berbagai model lain menunjukkan penyebab kondisi itu ialah kebakaran pada daerah tropis Afrika dan Asia Tenggara. Kondisi itu membuat para peneliti terkejut. Ketua penelitian, Daniel Anderson, yang juga lulusan Department of Atmospheric and Oceanic Science di University of Maryland, pun menilai temuan ini harus menjadi pertimbangan para pemimpin dunia untuk membuat peraturan pengurangan emisi akibat kebakaran hutan dan lahan.

"Peraturan selanjutnya terkait pengurangan emisi harus difokuskan pada kebakaran hutan dan lahan, tak hanya energi fosil dan aktivitas industri," ujar Daniel seperti dilansir pada laman Sciencedaily. Lebih lanjut, ia menjelaskan pengumpulan data di wilayah itu dilakukan pada Januari dan Februari 2014 selama misi U.K. Natural Environment Research Council's Coordinated Airborne Studies in the Tropics (CAST). Satu pesawat berada pada ketinggian 24 ribu kaki di atas permukaan laut, sementara lainnya terbang pada ketinggian 48 ribu kaki pada misi Contrast.

Potensi perubahan iklim akibat kebakaran lahan dan hutan juga dibenarkan Peneliti Lingkungan Atmosfer Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Eko Cahyono. Ia menjelaskan saat terjadi pembakaran biomassa baik berupa hutan, lahan, ladang, maupun gambut, maka dihasilkanlah karbon monoksida (CO) yang menjadi pembentuk ozon. Tingkat ozon yang tinggi di atmosfer lapisan atas, yakni stratosfer, memang baik. Ozon di lapisan itu akan melindungi makhluk bumi dari radiasi tinggi sinar matahari. Namun, jika terjadi di atmosfer lapisan bawah, dampaknya ialah sebaliknya. Konsentrasi ozon di permukaan seharusnya rendah, tidak melebihi 100 ppbv (part per billion olume).

Jika lebih dari batas, akan membahayakan kesehatan manusia. Sirkulasi angin juga akan memengaruhi tersebarnya ozon hingga mencapai bagian troposfer atas. Jika demikian, akan membentuk gas rumah kaca yang menjadi penyebab perubahan iklim. "(Perubahan iklim) Lebih besar disebabkan oleh aerosol yang terlepas ke udara akibat kebakaran biomassa. Radiasi matahari sulit masuk ke bumi, penguapan air menjadi rendah, akibatnya tidak terjadi hujan," kata Eko saat dihubungi Media Indonesia, Rabu(20/ 1). Soal perubahan ozon yang terdeteksi justru di lokasi yang jauh dari kebakaran hutan, Eko menilai sangat masuk akal.

Pasalnya, meskipun hanya peristiwa berlangsung secara lokal, banyaknya jumlah aerosol akan menyebar ke udara di berbagai negara. "Bumi juga kan berputar sehingga penyebaran aerosol bukan tidak mungkin masuk ke udara di negara lain," imbuhnya. Kondisi seperti itu pun dapat dilihat saat peristiwa meletusnya gunung berapi Krakatau dan Pinatubo. Sejarah mencatat, peristiwa itu mencetus perubahan iklim secara global. Aktivitas industri dan penggunaan energi fosil kerap menjadi fokus utama saat membahas upaya penanggulangan perubahan iklim.

Padahal, pembakaran biomassa, termasuk kebakaran hutan dan lahan memegang peran penting dan memengaruhi iklim secara lokal maupun global. Kebakaran hutan besar yang melanda Indonesia pada 1997-1998 luasnya mencapai 9,75 juta hektare. Ketika itu, wilayah Sumatra dan Kalimantan menjadi daerah yang paling banyak mengalami bencana tersebut. Akibatnya, udara dipenuhi polusi yang berasal dari asap kebakaran, bahkan dirasakan juga negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura. Hal serupa juga kembali terulang pada 2015, berbagai penyakit pernapasan menyerang warga sekitar akibat konsentrasi ozon permukaan yang meningkat. (Wnd/Sciencedaily.com/M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya