Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
TIDAK hanya manusia, banyak jenis hewan laut juga memiliki kebiasaan menjelajah. Pada fase tertentu, umumnya saat akan memijah, mereka akan kembali ke habitat asal. Kebiasaan itu telah menjadi pengetahuan turun-menurun di kalangan nelayan dan ikut menentukan masa tangkapan mereka. Namun, peningkatan kadar karbon dioksida (CO2) di atmosfer bisa jadi mengubah kebiasaan alami itu. Dalam penelitian yang dilakukan University of New South Wales (UNSW), Australia, ditemukan ikan juga mengalami hiperkapnia akibat peningkatan CO2.
Hiperkapnia sebelumnya lebih dikenal terjadi pada manusia, yakni kondisi peningkatan CO2 dalam tubuh hingga memengaruhi kesadaran. Ikan dan beberapa hewan laut akan 'mabuk' jika kadar karbon dioksida di atmosfer melebihi angka 650 bagian per juta. "Karbon dioksida mempengaruhi otak mereka (ikan dan hewan laut) sehingga mengakibatkan hilang kesadaran mengenai arah serta kemampuan untuk menemukan jalan pulang ke habitatnya," ujar peneliti utama dari Pusat Perubahan Iklim UNSW, Ben McNeil seperti dikutip Xinhua, Kamis(21/1).
McNeil juga menyebut dampak lainnya, yaitu ikan tidak mengetahui tempat pemangsa mereka berada. Para peneliti menggunakan bank data global mengenai konsentrasi karbon dioksida (CO2) pada air laut. Data itu dikumpulkan melalui beragam program oseanografi selama 30 tahun untuk meneliti beberapa variasi alam. Dari data itu diperkirakan jika kondisi dunia dibiarkan tanpa upaya perubahan, hiperkapnia bisa merebak pada 2050. Itu berarti jauh lebih dini jika dibandingkan dengan perkiraan semula.
Mereka juga meramalkan osilasi (fenomena alam periodik) bertambah kuat hingga 10 kali lipat di beberapa wilayah samudra sampai akhir abad ini jika karbon dioksida di atmosfer terus naik. Hasil dari prakiraan itu memperlihatkan hewan di separuh permukaan samudra di dunia akan mengalami hiperkapnia yang kemudian berpengaruh pada perikanan global serta ekosistem laut di seluruh planet ini. "Belum diketahui dampak pastinya, tetapi ini menjadi peringatan dini bagi industri perikanan komersial (yang nantinya) harus menangani hal ini," imbuh McNeil.
Perisai di Indonesia
Guru besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB), Dietriech G Bengen, membenarkan CO2 di atmosfer memang dapat masuk ke perairan. Ia menjelaskan ada dua cara CO2 bisa masuk ke perairan dangkal. Pertama, itu bisa terjadi apabila tekanan udara di atmosfer lebih besar daripada tekanan di dalam air. Kedua, CO2 bisa masuk ke perairan melalui limbah yang berasal dari daratan. Terkait persoalan hiperkapnia, Dietriech mengatakan kemungkinan itu bisa saja terjadi di Indonesia. Namun, kondisi tiap perairan berbeda sehingga fenomena yang terjadi di Indonesia bisa berbeda, terlebih Indonesia memiliki keragaman ekosistem yang tinggi yang dapat menjadi perisai bagi dampak buruk peningkatan CO2. Padang lamun ialah salah satu bentuknya.
Di Indonesia, padang lamun juga banyak ditemui di sekitar terumbu karang. Terumbu dikenal sebagai rumah bagi banyak hewan laut, termasuk kerapu yang merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia. Populasi ikan kerapu di Indonesia dapat tetap terlindung dari bahaya hiperkapnia berkat peran padang lamun. "Ingat, kita ini kan menjadi pusat keanekaragaman hayati laut. Jelas kalau di laut mereka ikan akan hiperkapnia, kalau kita yang terserang pertama terumbu karang. Cara terbaik menjaga dan melakukan penanaman padang lamun," tutur Dietriech, kepada Media Indonesia, kemarin.
Di sisi lain, padang lamun juga tidak selamanya bisa menjadi perisai, terlebih jika berbagai negara di dunia tetap tidak mengurangi produksi emisinya. Terus meningkatnya CO2 juga dapat berpengaruh buruk bagi terumbu karang. Itu terjadi karena meningkatnya karbon menyebabkan peningkatan derajat keasaman (pH) air laut. "Kalau tingkat keasaman naik, pertumbuhan terumbu karang terhambat. Padahal, terumbu karang itu kan tempat penting untuk ikan melakukan pemijahan atau mencari makan," kata Dietriech.
Di beberapa tempat Indonesia yang lautnya masih jernih, terumbu karang masih bisa ditemukan hingga kedalaman lebih dari 50 meter sehingga banyak ikan-ikan yang dikonsumsi memijah dan hidup di sana. Ironisnya saat ini kerusakan terumbu karang sudah masif. Dari total 50.875 kilometer persegi luas terumbu karang di Indonesia, 60% di antaranya dalam kondisi rusak parah dan sedang, sedangkan 30% lainnya dalam kondisi baik serta sedang dan hanya 6% yang masih sangat baik. Kerusakan itu banyak diakibatkan praktik perikanan yang buruk, seperti menggunakan bom, potasium, dan kebiasan membuang jangkar di tempat terumbu. (Ant/M-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved