Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
WAKIL Presiden Jusuf Kalla baru-baru ini memberi pernyataan tentang ketiadaan kebijakan penghapusan utang debitur korban bencana Palu, Donggala, Sigi, Sulawesi Tengah. Mengacu pada dampak bencana yang menimpa masyarakat, pernyataan itu diyakini Ketua Fraksi NasDem Ahmad HM Ali tercetus sebagai akibat dari informasi parsial dan tidak holistik yang diterima Wapres.
"Sangat boleh jadi pernyataan JK (sapaan Wapres) ini tercetus hanya karena Pak JK kurang mendapat informasi yang utuh, berimbang, dan menyeluruh saja," ungkapnya, Selasa (5/2).
Diskursus publik terkait dengan utang debitur korban terdampak langsung bencana, menurut Ali, seharusnya sudah lebih maju, tak lagi berkutat pada apakah kebijakan tersebut dapat dilakukan atau tidak. Bencana Palu, Donggala, Sigi, dan Parimo (Padagimo) bukan hanya gempa, tetapi sekaligus tsunami dan likuifaksi, berikut tingkat kerusakan yang terbilang parah dan jumlah korban yang besar.
"Sudah sangat wajar jika pemberian fasilitas penghapusan utang debitur dilakukan. Paling tidak atas nama kemanusiaan. Saya meyakini, kebijakan dibuat untuk merawat kemanusiaan," tukas anggota Komisi VII DPR RI dari Sulteng ini.
Dampak bencana Padagimo, kata Ali, tak sekadar mempertimbangkan korban jiwa, melainkan juga kerusakan ekonomi, khususnya aset ekonomi yang penting untuk kelanjutan usaha. Belum lagi ditambah dengan korban jiwa yang banyak di antaranya merupakan tulang punggung ekonomi keluarga.
Berdasarkan hal tersebut, selayaknya perdebatan publik lebih ditujukan pada skema dan payung hukum untuk memberikan perlakuan khusus kepada korban bencana terdampak langsung agar selaras dengan aturan perundangan yang berlaku.
Secara hukum, langkah untuk penghapusan utang debitur korban bencana sejatinya sangat dimungkingkan. Bencana Padagimo telah memenuhi unsur keadaan memaksa (force majeure) atau overmatch. Setidaknya ada tiga unsur dari keadaan memaksa itu, kata Mat Ali, sapaan karib Bendahara Umum Partai NasDem ini.
Pertama, tidak dipenuhinya prestasi akibat peristiwa musnah atau binasanya benda yang menjadi objek perikatan. Kedua, ada sebab di luar kesalahan debitur akibat peristiwa yang menghalangi debitur untuk memenuhi kewajiban atau berprestasi, dan ketiga, faktor penyebab yang kemunculannya tidak diduga sebelumnya. Ketiga unsur ini terpenuhi dalam kasus bencana Padagimo.
"Memakai logika sederhana saja dalam unsur pertama, bagaimana bisa debitur dapat dikenai hak tagih jika benda yang diagunkan atau aset untuk berproduksi telah rusak dan kehilangan fungsi," ucapnya.
Dari sisi ekonomi moneter, Mat Ali juga menyatakan langkah penghapusan utang kepada korban terdampak bencana juga tidak akan berdampak terlampau serius.
Baca juga: Butuh Rp22 Triliun untuk Pemulihan Pascabencana Sulteng
"Non-performing loan (NPL) atau kredit bermasalah di Sulawesi Tengah tercatat cukup rendah sebesar 2,44%," imbuhnya.
Ditandaskan Ali, dengan bauran kebijakan yang tepat, pemberian fasilitas khusus penghapusan utang debitur dapat dijalankan dengan terkendali untuk menjaga tingkat NPL tetap pada batas 5%. Toh, indokator moneter lain memperlihatkan situasi yang cukup menggembirakan, dengan aset perbankan tumbuh 11%, dana pihak ketiga (DPK) masih tumbuh 8%.
Lebih lanjut Mat Ali mengusulkan agar dilakukan inventarisasi dan komposisi debitur, aset berikut kredit bermasalah yang terdampak langsung dengan bencana.
"Jadi based on debitur, siapa saja mereka, apa saja aset ekonomi yag rusak berikut tingkat kerusakannya, berapa jumlahnya, baik barang konsumsi terlebih lagi barang modal. Penyusunannya juga disertai dengan evaluator independen untuk mencegah moral hazard, jangan sampai dimanfaatkan oleh orang-orang untuk mengeruk manfaat sepihak," tuturnya.
Data dan informasi yang lebih lengkap tersebut penting untuk mengeksekusi kebijakan yang lebih tepat sasaran. Dengan demikian katanya akan memudahkan membuat kebijakan siapa yang cukup dengan relaksasi, siapa yang hapus buku dan hapus tagih.
Selain itu, Mat Ali juga mengusulkan agar persoalan utang debitur korban terdampak langsung bencana ini digeser dari problem mekanisme korporasi/perbankan ke mekanisme negara.
"Saya kira dengan dampak bencana yang lebih besar dibandingkan dengan daerah lain, negara memang perlu hadir dalam persoalan ini. Toh, hampir semua debitur korban bencana adalah nasabah bank milik negara. Jadi, tuntutan dan perjuangan debitur korban bencana Padagimo ini tetap dilanjutkan," tutup Ali. (RO/OL-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved