Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
BEBERAPA ibu terlihat sibuk di salah satu ruangan ukuran 4 x4 meter di sebuah rumah sederhana di Desa Gumelem Wetan, Kecamatan Susukan, Banjarnegara, Jawa Tengah (Jateng). Mereka menyortir gula semut atau gula kristal yang disetorkan oleh para perajin gula desa setempat yang bakal dipasarkan oleh Koperasi Nira Kamukten.
Ada juga sejumlah anak muda yang melakukan pengecekan gula semut tersebut. "Pengecekan menjadi bagian penting, karena sebagian besar gula semut akan diekspor ke manca negara. Sehingga kontrol terhadap kualitas harus terus dilakukan," ungkap Subanul Arif, 23, salah seorang pemuda desa yang
kini menjadi pegiat Koperasi Nira Kamukten.
Subanul memilih untuk tidak merantau, karena dia telah terpanggil untuk menjadi bagian dari koperasi demi menyejahterakan para perajin gula. "Kebetulan saya seorang anak penderes. Sehingga tahu benar bagaimana berat dan berisikonya sebagai seorang penderes. Saya masih ingat, bagaimana bapak dan ibu saya, Ahmah Ikhsan dan Suwari, harus membanting tulang menyekolahkan saya dari hasil membuat gula cetak. Yang lebih memprihatinkan, mereka terjebak permainan tengkulak. Waktu saya masih sekolah, harga gula cetak waktu itu hanya Rp6.500 per kilogram (kg). Para perajin tidak bisa apa-apa, karena sudah terjebak sistem ijon," ungkapnya saat ditemui Media Indonesia pada awal Juni lalu.
Pengalaman masa lalunya itulah yang membuat dirinya kini terjun di Koperasi Nira Kamukten, sebuah wadah bagi para perajin yang sebelumnya terjebak tengkukak. "Saat ini, kedua orang tua saya masih aktif sebagai penderes. Namun, mereka menolak setor ke tengkulak. Mereka lebih memilih untuk memasok ke koperasi ini. Sebab, kalau ke koperasi lebih jelas, transparan dan pasti menguntungkan," ujarnya.
Perajin lainnya, Rusini, 37,, bersama suaminya, Marlan, 38, saban hari juga setor ke koperasi. Mereka sama sekali tidak tertarik untuk menjual pdoduksi gulanya ke tengkulak. "Kami telah menetapkan pilihan ke
Koperasi Nira Kamukten. Sebab, harganya jauh lebih bagus jika dibandingkan harga pasaran, apalagi tengkulak. Rata-rata, setoran saya minimal 3 kg. Dengan harga Rp14 ribu per kg, maka minimal saya membawa pulang Rp30 ribu. Karena yang Rp4 ribu digunakan untuk disimpan. Baru bulan lalu, saya memperoleh tabungan Rp3,3 juta setelah menabung selama setahun. Apalagi saat rapat anggota tahunan (RAT) Koperasi Nira Kamukten, saya mendapat sisa hasil usaha (SHU) sebesar Rp600 ribu. Lumayan, bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan Ramadan hingga Lebaran," kata Rusini.
Rusini mengungkapkan bahwa sudah banyak perajin yang kini bergabung ke Koperasi Nira Kamukten. Rata-rata perajin sudah bergabung sekitar 3 tahun terakhir. "Walaupun pada awalnya, para penderes meragukan dengan gerakan koperasi. Tapi setelah mengalami sendiri, bahkan sampai tiga tahun, perajin tetap betah dan memilih koperasi untuk menyetorkan produksi gulanya," jelasnya.
Ketua Koperasi Nira Kamukten Susanto mengakui pada awalnya mengajak perajin untuk berkoperasi bukan barang gampang. "Faktornya macam-macam. Ada yang telah terjerat tengkulak dengan sistem ijon. Sehingga mereka tidak bisa langsung keluar dari cengkeraman tengkulak sebelum utangnya lunas. Dalam sistem ijon, biasanya tengkulak memberikan modal kepada perajin terlebih dahulu. Misalnya, ketika ada yang ingin membuat dapur hanya punya Rp5 juta. Padahal, kebutuhannya mencapai Rp15 juta. Maka
juragan akan menutup Rp10 juta, asalkan produksi gula disetor kepada tengkulak tersebut. Celakanya, harga dipatok oleh tengkulak. Dalam posisi itu, perajin sama sekali tidak punya posisi tawar sama
sekali," kata Susanto yang akrab dipanggil Icus tersebut.
Icus mengatakan faktor lain yang membuat mereka berpikir ulang untuk ikut koperasi, lantaran sebelum ada Koperasi Nira Kamukten, sudah ada koperasi lain yang masuk. "Celakanya, koperasi-koperasi sebelumnya meninggalkan kesan buruk. Nah, begitu kami masuk, jelas mereka akan berpikir ulang. Tidak dapat begitu saja menerima," katanya.
Langkah awal itu dimulai pada April 2013. Anak-anak muda di desa setempat, bersama sebuah organisasi non pemerintah (NGO) di Purwokerto, Lembaga Penelitan dan Pengembangan Sumberdaya Lingkungan Hidup (LPPSLH) melakukan edukasi dan pendampingan kepada para penderes di Desa Gumelem Wetan dan Kulon.
Dari hasil penelitian yang dilakukan LPPSLH sebelumnya, ada 2.400 warga lebih di dua desa yakni Gumelem Wetan dan Gumelem Kulon adalah seorang penderes. Kalau di Gumelem Wetan ada 40% dari jumlah penduduk, sedangkan di Gumelem Kulon 70% dari total penduduk. Dari fakta itulah, proses pendampingan dilakukan. Apalagi umumnya kondisi ekonomi para perajin atau penderes memprihatinkan.
Pada awal pra koperasi hanya ada 20 perajin yang mau. Meski tergolong sedikit, tetapi jalan terus dan akhirnya pada akhir 2013 berdirinya koperasi.
Ketika RAT pada April 2014 dilaksanakan, jumlah anggota yang masuk bergabung dengan koperasi sebanyak 116 perajin. Jumlah tersebut mengalami peningkatkan signifikan kalau dibandingkan dengan pra koperasi yang hanya diikuti oleh 20 perajin. Setelah menjadi koperasi itulah, perajin begitu antusias. Perajin yang sebelumnya memproduksi gula cetak, kini sudah berganti gula semut. Hasil produksi itu kemudian mendapat sertifikasi dari Control Union (CU) Belanda sebagai produk organik.
Dengan adanya sertifikat tersebut, maka produk gula semut dapat menembus pangsa pasar Eropa dan AS. Bahkan, tahun itu juga Koperasi Nira Kamukten juga diganjar penghargaan oleh British Council sebagai Community Entrepreneurs Challengge Wave 4 dalam kategori Star Up.
Ia mengungkapkan koperasi bisa berkembang, karena para anggota merasakan keuntungannya. "Misalnya saja, mereka yang rajin menyetor setidaknya 50 kg gula semut dalam sebulan, diikutkan dalam BPJS Ketenagakerjaan. Hingga sekarang, jumlah perajin yang diikutkan ada sebanyak 115 perajin. Sehingga kalau terjadi kecelakaan, mereka akan mendapat asuransi. Secara internal, koperasi juga memiliki Asuransi Komunitas (Askom) akan memberikan bantuan Rp200 ribu kalau ada anggota yang sakit ringan. Jika
masuk ke RS besar, maka akan memperoleh bantuan hingga Rp500 ribu. Ke depan, kami ingin agar dari 256 anggota koperasi akan diikutkan dalam asuransi BPJS Ketenagakerjaan," ungkapnya.
Apalagi, kata Icus, koperasi juga menyimpankan sebagian uang hasil penjualan gula semut. Saat sekarang, harga gula semut mencapai Rp14 ribu per kg. "Namun, kepada para perajin atau penderes, mereka hanya membawa pulang Rp10 ribu. Karena berdasarkan perhitungan kami, dengan menyetor 3-5 kg, hasilnya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan Rp4 ribu lainnya disimpan di koperasi. Sebelum Ramadan tahun ini, kami bisa membagikan uang tabungan kepada perajin senilai Rp300 juta. Paling tinggi tabungan penderes senilai Rp6,5 juta. Dengan sistem seperti tabungan seperti ini, para perajin senang karena selain harga gula tetap lebih tinggi dari pasaran, mereka dapat menabung. Apalagi, pembagian
sisa hasil usaha (SHU) tahun ini cukup lumayan, total mencapai Rp60 juta," jelas Icus.
Tahun 2016 lalu, kata Icus, Koperasi Nira Kamukten memiliki omset hingga Rp1 miliar. Gula semut yang diproduksi diekspor ke sejumlah negara seperti ke AS atau negara-negara di Eropa juga Timur Tengah. "Kondisi koperasi yang terus berkembang juga berdampak pada para pemuda di sini. Mereka memutuskan untuk tidak merantau dan memilih mengembangkan koperasi. Selain itu, kami berharap koperasi ini terus menjadi roda penggerak ekonomi warga," tambahnya.
Bersama dengan para perajin, para pegiat koperasi terus berupaya untuk bersama-sama melangkah meraih kesejahteraan. (OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved