Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
SIDANG kasus dugaan penodaan agama dengan terdakwa Otto Rajasa yang sedianya memasuki sidang keempat yang dilaksanakan hari ini terpaksa ditunda karena baik Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rahmad Isnani dan Penasihat Hukum Mulyati dan rekan sama-sama tidak bisa menghadirkan saksi.
Rencananya, JPU akan menghadirkan ahli dari Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) atas nama Teguh Apriandi dengan jabatan Kasubid Penyidikan dan Penindakan, sedangkan Penasihat Hukum akan menghadirkan saksi yang meringankan.
Setelah membuka pesidangan, majelis meminta bukti surat panggilan ahli dan karena tidak hadir, majelis menutup persidangan untuk ditunda hingga Rabu (14/6) mendatang.
JPU Isnani mengatakan, pihaknya sudah mengirim surat untuk meminta ahli datang ke persidangan sejak 2 Juni 2017 lalu, tetapi tidak ada tanggapan.
"Di berkas perkara ada 6 ahli, dan kami hanya memandang perlu menghadirkan 3 saja, 2 dari MUI (Majelis Ulama Indonesia) dan Kemenag (Kementerian Agama) sudah memberikan keterangan, rencananya hari ini 1 saksi lagi dari Kemenkominfo," ujarnya.
Isnani menambahkan, dua saksi ahli lainnya, yakni ahli pidana dan ahli bahasa, dianggap sudah cukup dengan hanya berdasarkan keterangan di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terdakwa Otto.
Pada sidang sebelumnya, 2 Juni 2017 lalu, JPU telah menghadirkan 3 saksi dari umum, yakni karyawan PT Total Indonesie Zulkarnain, Eko Wahyu, Hari Setiawan, Fahmi, dan 2 ahli dari MUI Kota Balikpapan, yakni Sekretaris MUI Balikpapan M Jailani dan Kabag TU Izzat Solihin.
Dalam keterangannya, 3 saksi dari PT Total Indonesie membenarkan yang bersangkutan telah mengunggah tentang ibadah haji, puasa, dan neraka dengan pemahaman yang berbeda dari ajaran agama Islam. Sedangkan saksi dari MUI Balikpapan menyatakan ada pemikiran yang keliru tentang ajaran agam Islam karena tidak bersumber dari ajaran Alquran dan Hadis serta Ijma Ulama.
Jailani menambahkan, perbuatan terdakwa ini bisa menyebabkan terjadi pendangkalan agama bagi mereka yang awam.
Seperti diberitakan sebelumnya, terdakwa Otto Rajasa, 40, ialah seorang dokter yang ditahan setelah dijerat Pasal 28 (2) jo Pasal 45 (2) Undang-Undang Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dengan ancaman pidana penjara 6 tahun, dan Pasal 156 (a) KUHP tentang Penodaan Agama, dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.
Otto kini ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas II B Balikpalan setelah Pengadilan Negeri Balikpapan mengeluarkan penetapan pengadilan Nomor 291 tentang pengalihan penahan terdakwa Otto dari tahanan kota ke rutan. Pertimbangan Majelis Hakim melakukan penahanan karena terdakwa dikhawatirkan melarikan diri, mengulangi perbuatannya, serta menjaga stabilitas umat Islam Balikpapan.
Terdakwa mulai ditahan di Rutan sejak 23 Mei hingga 8 Juni 2017, dari sebelumnya 10 Mei hingga 23 Mei statusnya sebagai tahanan kota.
Ketua Majelis Hakim Aminuddin, yang ditunjuk berdasarkan surat penetapan Nomor 291/Pid.Sus/2017/PN Bpp, didampingi 2 hakim anggota, Darwis dan Muhammad Asri.
Otto dilaporkan MUI Balikpapan karena unggahan di media sosial Facebook yang mengkritisi aksi bela Islam 212 beberapa waktu lalu. Otto sendiri dalam KTP-nya beragama Islam.
Dalam statusnya, ia mengatakan ibadah haji tak harus lagi ke Mekkah, cukup di Jakarta saja. Ia menyebut ibadah haji tersebut merupakan paket hemat.
Masjid Istiqlal, menurutnya, mewakili Masjidil Haram, Sai Safa Marwa disimbolkan sebagai aksi long march Istana Presiden-Istiqlal, lempar jumrah bisa diwakili melempar lukisan Ahok, hingga mencium hajar aswad disimbolkan dengan mencium mobil pemimpin ormas Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab.
Sidang perdana terdakwa Otto digelar Rabu (17/5) di PN Balikpapan. Sementara sidang kedua dilakukan pada Selasa (23/5).
Sementara itu, Aliansi Gerakan Anti Intoleransi (Gerai) Balikpapan menganggap kasus penodaan agama yang dilakukan terdakwa Otto sebagai pemaksaan hukum. Hal tersebut diungkapkan juru bicara Gerai, Kurniadi.
"Kami menganggap ini termasuk pemaksaan hukum. Ada beberapa hal masih jadi ranah kebebasan berekspresi dan berpendapat. Masih perlu beberapa langkah untuk bisa diajukan ke ranah hukum sebenarnya," ujarnya.
Menurutnya, aksi pemaksaan hukum yang dilakukan beberapa ormas agama mengancam jaminan perlindungan hak asasi manusia (HAM) yang diatur Pasal 28 (E) UUD 1945, yang berbunyi, 'Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat'.
Selain itu, intimidasi dan teror atas pengguna media sosial bertentangan dengan UU No 12/2005 yang merupakan ratifikasi International Covenant on Civil and Political Rights atau Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik. Negara wajib menjamin hak sipil dan hak politik setiap warga negaranya.
"Sikap kami tegas, kita tidak menganggap ini penodaan agama atau tidak. Ini murni kebebasan berekspresi. Dijamin undang-undang," katanya. (OL-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved