Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
PULUHAN nelayan di Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dalam beberapa hari terakhir ini memilih libur dan menambatkan perahunya di tempat yang agak jauh dari bibir pantai.
Ketua Kelompok Nelayan Pantai Trisik, Dwi Suryo mengatakan, perairan laut selatan saat ini kurang bersahabat, sehingga akan menyulitkan nelayan untuk mencari ikan.
“Sedang terjadi gelombang laut di perairan Samudera Hindia, sehingga nelayan sementara memilih tidak melaut. Kalau memaksa melaut, hasil tangkapan ikan tidak menutupi biaya operasional, katanya Rabu (7/6).
Dalam kondisi seperti ini, tambahnya, jika dipaksakan melaut, hasilnya juga kurang maksimal sehingga tidak menutup biaya operasional.
“Untuk mengisi waktu, nelayan kembali beralih pekerjaan. Ada yang ke sawah ada yang mengurusi tambak udang dan sebagainya,” jelas Dwi.
Sementara Kepala Bidang Perikanan Tangkap dan Kelautan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kulonprogo Prabowo Sugondo mengatakan gelombang pantai selatan memang sangat tinggi. Hal itu membuat nelayan lebih memilih tidak melaut sementara untuk keselamatan mereka.
Ia membenarkan, dengan kondisi ini nelayan banyak yang memilih mengikatkan perahu daripada membawanya ke laut.
“Memang tetap ada satu dua kapal nelayan andon yang melaut, seperti nelayan Karangwuni dan Congot. Nelayan andon berasal dari Cilacap, Jawa Tengah yang sumber mata pencaharian utamanya dari laut,” ujarnya.
Sementara nelayan asli Kulonprogo, ujarnya, kebanyakan adalah nelayan transisi dari petani menjadi pelaut. Dengan demikian melaut bukan satu-satunya pekerjaan dan sumber pendapatan mereka.
Saat hasil tangkapan ikan melimpah, mereka baru melaut. Begitu sebaliknya, saat hasil tangkapan ikan turun dan gelombang laut kurang baik, mereka beralih menjadi petani dan melalukan budi daya udang.
“Kita harus mengakui nelayan Kulon Progo saat ini masih sebagai nelayan sambilan atau nelayan transisi dari pertanian ke perikanan tangkap. Artinya, sumber pendapatan mereka tidak 100 persen dari melaut,” katanya.
Kondisi yang hampir serupa juga dialami nelayan asal Kabupaten Bantul. Mereka memilih tidak melaut karena terjadi ombak yang tinggi.
Selain memaksa nelayan libur, gelombang tinggi di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta ini telah menyebabkan puluhan bangunan tempat usaha dan temapt tinggal di kawasan pantai terancam.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bantul Dwi Daryanto di Bantul, Selasa (6/6), mengatakan puluhan bangunan tempat tinggal atau usaha itu terdapat di wilayah Pantai Kuwaru Srandakan, Pantai Samas Sanden, dan Pantai Depok Parangtritis.
“Dari hasil pendataan kami, sebetulnya kalau di Kuwaru yang potensi bangunannya rawan kena gelombang sekitar 10 sampai 15 rumah, itu karena gelombang pantai sudah sampai ke atas (lahan kawasan permukiman),” katanya.
Ia mengatakan selanjutnya di Pantai Samas bangunan-bangunan yang perlu diwaspadai terkena gelombang pantai selatan karena berada di paling selatan atau dekat dengan bibir pantai berjumlah lima sampai enam bangunan.
Kemudian di Pantai Depok, katanya, ada sekitar 10 bangunan yang berpotensi suatu saat terkena gelombang tinggi sehingga perlu disikapi terutama oleh warga pemilik bangunan yang terdampak.
Ia mengatakan puluhan bangunan pesisir selatan itu terancam terkena gelombang pantai karena lokasinya terlalu dekat ke pantai, bahkan beberapa rumah khususnya di Pantai Kuwaru terlalu mepet dengan pantai sehingga selalu diterjang gelombang.
Padahal dalam Peraturan Gubernur (Pergub) DIY diatur pendirian bangunan di pantai selatan minimal berjarak 200 meter dari garis pantai. Hal itu agar aktivitas atau kegiatan ekonomi masyarakat pantai tidak membahayakan mereka sendiri. (OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved