AJI Kecam Intimidasi FPI terhadap Pengguna Media Sosial

Yose Hendra
29/5/2017 17:38
AJI Kecam Intimidasi FPI terhadap Pengguna Media Sosial
(Ist)

ALIANSI Jurnalis Independen (AJI) mengecam keras segala bentuk intimidasi, kekerasan, dan pengekangan kebebasan berekspresi yang belakangan kerap dilakukan organisasi masyarakat Front Pembela Islam (FPI).

Teranyar, aksi anggota FPI mendatangi rumah Fiera Lovita, 40, seorang dokter yang tinggal di Solok, Sumatra Barat. Dr Fiera ialah pengguna media sosial yang dituduh menulis status bernada miring pada pemimpin FPI, Rizieq Shihab.

Ketua AJI Indonesia, Suwarjono, Senin (29/5), mengatakan, memaksa meminta maaf di bawah ancaman pidana adalah tindakan teror yang tak boleh dibiarkan.

Seperti ramai diberitakan, sebelum Fiera, korban intimidasi FPI sudah berjatuhan dalam dua pekan terakhir. Indrie Sorayya, 38, seorang perempuan pengusaha di Tangerang, Banten, didatangi puluhan anggota FPI pada Minggu, 21 Mei 2017. Mereka memprotes status Facebook Indrie yang dinilai melecehkan Rizieq Shihab.

Penelusuran yang dilakukan SAFEnet, jejaring pendukung kebebasan berekspresi di Asia Tenggara, menemukan setidaknya ada 48 individu di seluruh Indonesia yang kini terancam diburu, diteror, dan dibungkam dengan pola-pola kekerasan semacam ini.

Menurut Suwarjono, aksi main hakim sendiri yang dilakukan FPI mengancam jaminan perlindungan hak asasi manusia (HAM) yang diatur Pasal 28 (E) UUD 1945. Pasal itu berbunyi, 'Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat'.

Selain itu, intimidasi dan teror atas pengguna media sosial bertentangan dengan UU No 12/2005 yang merupakan ratifikasi International Covenant on Civil and Political Rights atau Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (Kovenan Sipol). Beleid itu mewajibkan negara untuk menjamin hak sipil dan hak politik setiap warga negaranya.

AJI Indonesia menyatakan mengecam keras tindakan FPI mengarahkan, atau setidaknya membiarkan anggotanya memburu warga negara yang menggunakan haknya untuk berekspresi di media sosial.

"Keberatan atas pendapat seseorang seharusnya dihadapi dengan pendapat tandingan sehingga muncul diskursus yang sehat dan beradab di ruang publik, termasuk di media sosial," sebut Sekretaris Jenderal AJI Indonesia, Arfi Bambani.

AJI Indonesia juga mendesak negara dalam hal ini Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk melindungi hak berekspresi warga negara, di ranah mana pun termasuk media digital.

Lalu, mengecam tindakan polisi membiarkan intimidasi dan teror atas kebebasan berekspresi, bahkan memfasilitasi ancaman pidana dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) atas status media sosial warga.

"Tindakan Polri semacam itu tidak bisa dibenarkan dan justru melanggengkan ketakutan di benak publik untuk mengungkapkan pikirannya secara bebas dan terbuka," ujarnya.

AJI Indonesia mengimbau semua pihak untuk ikut aktif menjaga kebebasan sipil dan politik yang sudah kita nikmati sejak era Reformasi Mei 1998 silam.

Sementara itu, Wakil Gubernur Sumbar, Nasrul Abit, meminta setiap Eselon II dan III di lingkungan pemerintah provinsi Sumatra Barat agar melakukan analisis setiap perkembangan pemberitaan media maupun media sosial (medsos) yang tanpa diduga telah memberikan dampak pada menjatuhkan Pemprov Sumbar.

Nasrul menyatakan saat ada curhat tentang FPI di medsos salah seorang dokter di Solok, menjadi pembicaraan panas dan bola liar yang merusak nama baik Sumbar, walaupun sudah diselesaikan tapi tetap menjadi pemberitaan panas di medsos.

"Pak Gubernur sedang di luar daerah, saya coba kontak Kepala Dinas Kesehatan Solok, untuk tahu cerita yang sebenarnya tapi tidak
diangkat-angkat, tidak ada informasi yang saya dapat, sementara semua orang telah membicarakan hal tersebut yang berdampak menjadi negatif terhadap penyelenggaraan pemerintahan," serunya.

Nasrul juga menegaskan kepada ASN kantor gubernur, semua ini telah membuat kita malu bersama, karena itu setiap kita diharapkan berkontribusi Eselon III dan staf memberikan laporan analisis , ada Pak Asisten, Staf Ahli, Sekda, sebagai bahan pertimbangan kebijakan apa yang mesti nya kita lakukan dalam menyelesaikan, solusi apa serta tindak apa, sehingga hal-hal yang menjadi negatif dapat diminimalisasi.

"Kepala Kesbang dan Kadis Pol PP serta instansi terkait lainya agar melakukan pemantau dan analisis informasi/isu ini, sehingga kita dapat cara, solusi yang dapat dilakukan saya sendiri tentu tidak dapat mengamati semua setiap hari," bilangnya.

Sementara FPI Sumbar membantah ada intimidasi terhadap dr Fiera. Pemimpin FPI Sumbar, Buya Bursa, membantah anggotanya telah melakukan intimidasi setelah Fiera Lovita mengakui kesalahan di atas kertas bermeterai, pada 23 Mei 2017.

"Tidak ada perintah menakut-nakuti," tegas Buya.

Menurut dia, tidak ada bukti sama sekali adanya intimidasi, apalagi dilakukan anggota FPI.

"Kalau tuduhan dialamatkan ke FPI, itu pasti fitnah," tambahnya. (OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya