Afi Berjanji tidak Berhenti Menulis tentang Kebinekaan

Ardi Teristi Hardi
29/5/2017 17:27
Afi Berjanji tidak Berhenti Menulis tentang Kebinekaan
(Dok. MI)

SOSOK Asa Firda Inayah, 18, belakangan semakin dikenal luas oleh masyarakat, terutama warga dunia maya (netizen) lewat pemikiran-pemikirannya tentang keberagaman. Pelajar SMA Negeri 1 Gambiran, Banyuwangi, ini menyampaikan pemikirannya secara segar dan mudah dipahami di media sosial.

Di hadapan para mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM), pelajar yang akrab disapa Afi ini pun menyampaikan pengalamannya. Afi mengatakan, tulisan-tulisannya di akun Facebook miliknya merupakan bentuk keprihatinnnya terhadap isu kebinekaan yang belakangan kian hangat.

Menurut Afi, kebinekaan dan kemajemukan harus tetap dipertahankan meski suku, agama, dan warna kulit berbeda-beda. Kebinekaan, kata dia, merupakan sebuah rahmat dan berkah jika kita dewasa dan bijak dalam menyikapinya.

Di sisi lain, keragaman yang ada juga bisa menjadi ancaman jika tidak bisa menyikapi dengan benar. Sikap yang benar, menurut dia, kita tidak boleh menunjukkan bahwa kita merasa paling benar atau paling pantas di hadapan orang lain. Intinya, Afi ingin selalu menyampaikan pesan-pesan perdamaian lewat tulisan-tulisannya.

"Poinnya tetap sama, kita harus hidup rukun sebagai sebuah bangsa," kata dia saat menjadi pembicara dalam talkshow kebangsaan yang bertajuk 'Saya Indonesia, Saya Pancasila' di Ruang Perpustakaan Gedung Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM, Senin (29/5).

Banyak yang mengagumi cara pandangnya tentang keberagaman, tetapi tidak sedikit yang kontra dan merundungnya. Bagi gadis yang masih berusia 18 tahun, ada kalanya perundungan (bully) membuatnya sedih dan marah. Namun, ia juga menyadari, bully tersebut menjadi konsekuensi atas pemikiran dalam tulisan-tulisannya.

Secara umum, Afi mengaku senang dengan tanggapan terhadap tulisan-tulisannya, baik yang pro maupun kontra.

"Artinya, tujuan tulisan saya tercapai, kita tidak harus berpikiran sama, tapi marilah kita sama-sama untuk berpikir," kata dia dalam talkshow yang dipandu oleh Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM, Dr Abdul Gaffar Karim.

Afi mengaku, yang disampaikanya tersebut merupakan buah dari kegemarannya membaca buku. Dalam seminggu, sekitar 3 buku mampu dibacanya.

"Yang saya tulis itu gabungan dari yang saya baca dan pengamatan saya. Saya pelaku sekaligus pengamat," ujar Afi.

Bagi Afi, ribuan respons terhadap tulisannya merupakan sebuah kejutan. Pasalnya, ia tidak menyangka akan mendapat banyak pujian hingga diundang menjadi pembicara di berbagai tempat. Ia pun berjanji tidak akan berhenti menulis. Lewat tulisan-tulisan tersebut ia merasa dapat berkontribusi untuk persatuan dan kemajuan bangsa.

Afi bercerita, dirinya terlahir dari keluarga sederhana di bagian selatan Banyuwangi. Walau tinggal di daerah pelosok, Afi mengaku beruntung karena dukungan yang diberikan orangtuanya dalam menyampaikan ide dan gagasannya melalui medsos.

Afi memang sudah membuat akun Facebook sejak 2012. Namun, baru 2016 yang lalu Afi mulai menulis secara serius di Facebook. Awalnya, ia mengaku sering menulis di sebuah ponsel kecil, hingga akhirnya berkat tulisannya menjadi viral, seorang dosen di sebuah perguruan tinggi di Jakarta menghadiahkannya sebuah smartphone seharga Rp600 ribu.

"HP saya ini pemberian salah seorang dosen," kata siswa yang ingin melanjutkan pendidikan ke Fakultas Psikologi ini.

Sementara itu, Dekan Fisipol UGM, Dr Erwan Agus Purwanto, menilai, sosok Afi dan tulisan-tulisannya tentang kebinekaan dan Pancasila perlu mendapat apresiasi.

"Mengelola kebinekaan merupakan tanggung jawab kita bersama sebagai sebuah bangsa," kata dia.

Erwan berharap, Afi bisa memberi contoh kepada anak muda-anak muda yang lain tentang pola pikir Afi yang terbuka dan kritis. Ia meyakini, sikap terbuka dan kritis akan membuat bangsa Indonesia maju. (OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya