Buah Mangrove juga Bisa Jadi Lulur dan Sirup

Farhan Matappa
24/5/2017 20:41
Buah Mangrove juga Bisa Jadi Lulur dan Sirup
(Produk makanan dan minuman serta lulur kecantikan berbahan buah dan duan Mangrove. MI/Farhan Matappa)

HILANGNYA ratusan hektare hutan Mangrove di Polewali Mandar, Sulawesi Barat, terus berdampak bagi masyarakat. Sejumlah dampak yang kini dirasakan masyakarat antara lain kawasan permukiman semakin gersang, sulit mendapat air bersih, dan abrasi yang tidak terkendali.

Upaya pelestarian mangrove membutuhkan keikusertaan aktif masyarakat, bahwa mangrove selain berfungsi bagi kelestarian alam, ternyata buah dan daunnya memiliki potensi ekonomi untuk warga.

Peneliti mangrove dari Universitas Sulawesi Barat (Unsulbar), Supardjo Razasli Carong, menjelaskan, luas lahan mangrove yang hilang di Polewali Mandar dalam 5 tahun telah mencapai 300-an ha. Luas lahan mangrove di Polewali Mandar pada 2008 seluas 650 ha, saat ini tersisa hanya 300-an ha.

"Penyebab utama hilangnya hutan mangrove karena diubah menjadi lahan tambak, di samping itu karena warga tidak tahu fungsi tanaman itu jadi gampang saja menebang," kata Supardjo.

Berangkat dari rasa keprihatinan terkait makin meluasnya lahan mangrove yang hilang, puluhan mahasiswa Unsulbar Majene didampingi para dosennya turun ke desa lokasi mangrove. Mereka mengampanyekan kepada warga pentingnya mangrove bagi kelestarian alam.

Gerakan Pelestarian Mangrove itu dalam program Kuliah Kerja Nyata-Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KNN-PPM) bertajuk 'Pemanfaatan Vegetasi Mangrove Untuk Kedaulatan Ekonomi Masyarakat'.

Dua desa di pesisir Kabupaten Polewali Mandar yang menjadi objek gerakan mahasiswa melestarikan mangrove itu masing-masing Desa Galeso dan Desa Tumpiling, Kecamatan Wonomomulyo. Tidak hanya mengampanyekan pentingnya mangrove, para mahasiswa dan dosen Unsulbar itu juga menawarkan inovasi bagi masyarakat, bahwa dari buah dan daun mangrove dapat diolah menjadi produk yang bermanfaat lebih dan bisa menjadi sumber pendapatan bagi ekonomi rumah tangga.

Koordinator Kecamatan (Korcam) KKN-PPM Unsulbar, Kecamatan Wonomulyo, Polewali Mandar, Irwan, Rabu (22/5), menjelaskan, produk inovasi berbahan mangrove yang telah dibelajarkan ke masyarakat desa antara lain sirup buah mangrove, teh daun Mangrove, kue keripik buah mangrove, jus buah mangrove, selai roti, dan lulur berbahan buah mangrove.

Menurut Irwan, yang juga mahasiswa Fisika, Fakultas Matematika IPA Unsulbar, produk makanan, minuman, serta lulur tersebut berasal dari beragam jenis mangrove.

"Alhamdulillah masyarakat desa antusias, sebulan lebih kami di desa, masyarakat tertarik untuk terus mengembangkan produk. Harapan kami bila buah dan daunnya bisa menjadi produk ekonomi, kelestarian pohon mangrove dapat terwujud, masyarakat akan aktif menanam dan memelihara mangrove," tutur Irwan.

KKN PPM Unsulbar di Desa Galeso dan Desa Tumpiling berlangsung sejak April hingga awal Mei 2017. Untuk lulur kecantikan berasal dari mangrove jenis Xylorpus Granatum, kemudian kue berbahan tepung dari mangrove Avicenna Marina. Adapun mangrove jenis Achanthus untuk teh, Brugeira Gymnorhiza untuk sirup, sedangkan buah mangrove dari Sonneratia Caseolaris digunakan untuk menghasilkan produk selai dan dodol.

Para dosen pendamping mahasiswa, yakni Nur Indah Sari Arbit (perikanan) dan Sulmiyati (peternakan) mengaku, Desa Galeso dan Tumpiling dipilih karena merupakan dua desa di pesisir Polewali Mandar yang memiliki potensi mangrove. Semua jenis mangrove berada di kedua desa tersebut.

"Abrasi pantai, rusaknya ekosistem di pantai seperti kerusakan karang masih terus berlangsung, sebelum makin terlambat kita bergerak menyelamatkan pantai melestarikan mangrove dengan mengajak warga melalui inovasi produk," kata Nur Indah yang juga peneliti budi daya perairan.

Sementara itu, Kepala Desa Galeso, Suardi, memberi apresiasi atas inisiatif dosen dan mahasiswa Unsulbar dalam gerakan pelestarian mangrove. Selama ini, kata dia, mangrove lebih banyak dimanfaatkan untuk kayu bakar disebabkan ketidaktahuan warga akan manfaat ekonomi dari buah dan daun mangrove.

Menurut Suardi, buah mangrove pernah menjadi bahan pendamping makanan, tetapi belum sampai diolah menjadi produk.

"Kami mengapresiasi karena dengan mengetahui mengolah buah dan daun menjadi produk, warga nantinya punya penghasilan tambahan, kami pemerintah desa siap melanjutkan inovasi produk itu dengan bimbingan kampus," katanya.

Untuk pemasaran, pemerintah desa optimistis produk olahan buah dan duan mangrove dapat terjual. Pasalnya, Desa Galeso setiap pekannya didatangi ribuan warga dari dalam dan luar Sulbar yang berwisata di Pantai Mampie.

"Produk dan kemasan sudah bagus, tinggal sekarang melanjutkan memastikan kandungan dalam makanan, minuman itu memenuhi standar kesehatan," kata dosen Agribisnis Unsulbar, Rahmania. (OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya