Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
RATUSAN buku itu tersusun rapi di sebuah lemari di rumah pasangan Imam Wahyudi, 50 dan Sumartin, 47. Itu bukan koleksi Imam, yang sehari-hari berjualan cilok di sekolah, atau istrinya yang sudah tidak bisa membaca karena matanya terserang glaukoma.
Seluruh buku itu milik Asa Firda Inayah, 18, pelajar SMA Negeri 1 Gambiran, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Asa ialah anak pertama mereka dari dua bersaudara.
Banyaknya buku itu juga tidak identik dengan besarnya uang saku yang dikantongi pelajar yang aktif menulis di akun Facebook dengan nama Afi Nihaya Faradisa itu. “Dalam sehari, bapaknya hanya bisa memberinya uang saku Rp7.000 saat pergi ke sekolah,” ujar Sumartin ketika ditemui Media Indonesia di rumah keluarga itu di Dusun Sidorejo, Desa Yosomulyo, Kecamatan Gambiran, Banyuwangi, akhir pekan lalu.
Dalam setahun terakhir, nama Afi jadi perbincangan di jagat maya. Tulisannya tajam soal kebangsaan dan Bhinneka Tunggal Ika, sangat bernas, sehingga banyak disukai orang.
Asa atau Afi, menurut sang ibu, tidak pernah membeli buku dengan uang sakunya. Buku itu merupakan kiriman dari teman-temannya yang ia kenal lewat Facebook.
Beragam buku ada di lemari itu, mulai filsafat, agama, fikih, dan kehidupan, hingga novel best seller dan buku lain berbahasa Inggris.
“Dari uang sakunya, Asa memang menabung. Namun, hasil tabungannya hanya bisa untuk membeli lemari aluminium untuk menyimpan koleksi bukunya,” lanjut Sumartin.
Akhir pekan lalu, Afi tidak ada di rumah. Ia diundang ke Malang untuk berbicara pada sarasehan Kebangkitan Nasional bersama tokoh nasional Akbar Tandjung, Ali Maschan Moesa, dan Bambang Budiono, di Universitas Tribhuwana Tunggadewi. Setelah itu, dengan ditemani sang ayah, Afi langsung berangkat ke Jakarta. “Anak saya itu pendiam. Waktunya banyak dihabiskan dengan bermain telepon seluler, dan setelah punya banyak buku, ia lebih banyak membaca,” ujar Sumartin.
Sesekali keluar rumah, Afi hanya membeli kebutuhan sekolah atau mengisi paket data untuk telepon seluler yang juga ia beli dari tabungannya.
Namun, jejak sang ayah sebagai seorang takmir masjid juga dia ikuti. Ia tidak ketinggalan selalu bertadarus di masjid saat Ramadan.
Winarsih, tetangga sebelah rumah Afi, menyimpan kesan remaja putri itu sangat pendiam. “Saya sering menggoda, saya suruh tertawa. Namun, dia hanya tersenyum, terus berjalan tanpa menengok kanan kiri.”
Di sekolah, rekannya A Hazim Fikri mengatakan Afi sangat pendiam. “Setiap hari saat istirahat, dia selalu berada di perpustakaan.” (Abdus Syukur/N-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved