Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
SEBANYAK 63 ton bahan peledak senilai Rp 8,2 miliar yang diselundupkan dari Malaysia berhasil diamankan oleh aparat Bea Cukai Wilayah Timur Indonesia melalui operasi patroli Laut Jaring Wallacea. Bahan peledak sejenis amonium nitrat bisa digunakan multifungsi selain untuk menangkap ikan.
Penangkapan bahan peledak selundupan itu dilakukan di perairan Kepulauan Kangian, Sulawesi Tenggara pada Rabu (10/5). Setelah ditangkap, kapal berisi bahan peledak dan awak kapalnya digiring sampai ke Pelabuhan Benoa Bali dan baru tiba di Pelabuhan Benoa pada Minggu sore (14/5).
Petugas menangkap 10 orang crew kapal yang sedang menarik (menghedhox) kapal kayu tanpa identitas di perairan laut utara Bali tepatnya di Pulau Kangiang, Sulawesi Tenggara.
Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi menjelaskan bahwa setelah dilakukan pengecekan, kesepuluh orang nelayan yang terdiri dari satu orang Nahkoda dan 9 ABK itu ternyata membawa bahan peledak berbahan amonium nitrat (bahan pembuatan bom). Bahan peledak itu terbagi menjadi 2.552 karung dengan berat masing-masing 25 kg.
Saat tim patroli melakukan pemeriksaan kapal Hamdan V yang nahkodai JDN, mereka tidak dapat menunjukkan dokumen sah berupa manifest terhadap barang muatannya dan ternyata setelah dicek adalah bahan peledak.
Saat ini bahan peledak dititipkan di Rumah Penitipan Barang Sitaan Negara Denpasar. Sementara kapal masih ditahan dan para tersangka juga sedang diinterogasi.
Aparat mencurigai bahan peledak diselundupkan untuk multi tujuan dan multi guna seperti bom ikan, pupuk dan bom lainnya. "Oleh karena bahan peledak yang begini banyak, tetapi tidak bisa menunjukan dokumen resmi maka kita yakini jika ini merupakan sindikat bahan peledak lintas negara," ujarnya.
Dari 1 kilogram ini bisa menghasilkan 20 botol bom ikan. Tinggal dikalikan saja. Artinya, bila itu digunakan untuk bom ikan maka ada 5283 hektare laut yang rusak oleh bahan ini dan Indonesia akan kehilangan potensi penerimaan ikan dan hasil laut lainnya. Sementara untuk kejahatan lainnya akan didalami Bareskrim.
Menurut Heru penangkapan besar bahan peledak ini merupakan kali ketiga. Sebelumnya, petugas Bea Cukai berhasil menangkap 1,5 ton bahan peledak di Sulawesi Tenggara. "Nelayan kita diajarkan dengan cara penangkapan ikan dengan cara merusak laut. Jalur peredaran amonium nitrat itu sudah dideteksi peredarannya bekerja sama dengan pihak Kepolisian Malaysia," ujarnya.
Kepala Balai Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu (BKIM) Kelas I Denpasar, Habrin Yake mengungkapkan nelayan masa kini telah beralih menjadi destroyed fishing.
Kepala Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim, Brigjen Pol Agung Setya menjelaskan bahan peledak tersebut diproduksi dari China dan Jerman namun transit di Malaysia dengan tujuan Indonesia bagian timur. Menurutnya, para nelayan ini menggunakan amonium untuk proses penangkapan ikan. "Mereka masuk melalui jalur yang tidak normal, karena menghindari jalur dari Jaring Wallacea," ungkapnya.
Amonium nitrat merupakan bahan kimia yang pemasukannya diatur dengan ketentuan larangan atau pembatasan sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 230/MPP/KEP/7/1997. Pemasukannya juga harus dilindungi dokumen manifest. Para pelaku diduga telah melanggar Pasal 102 huruf a Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan.
"Mereka ini sindikat. Nelayan kita sudah diajarkan dengan doktrin destroyed fisfhing yaitu merusak laut saat menangkap ikan. Kita pernah tangani penanganan di Pulau Selayar itu kita tangkap inisialnya AB dia simpan 1,5 ton amonium nitrat di rumahnya itu buat bom ikan," ungkapnya. (OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved